15

45 3 0
                                    

Rival memandang gadis didepannya yang tengah meneteskan air mata. Ia tak kuasa,andai jarak tak menghalanginya untuk menghapus air mata yang turun dari mata sembap gadis itu. Cukup lama, sambil bercerita air mata gadis itu turun. Melihat seorang wanita menangis dihadapannya mengingatkan ia akan kejadian beberapa tahun silam. Tapi Rival rasa kejadian itu sudah tak berarti.

Gadis didepannya itu terus mengeluarkan kegelisahan dan kepahitan yang ia rasakan. Menjadi seorang asing dirumah sendiri, Keluarganya seolah memandangnya sebelah mata. Hanya Kakak nya yang selalu menjadi pusat perhatian. Bukan cuma Kakak nya. Model yang dibawah kendali managernya menjadi istimewa dikeluarga ini. Ia hanyalah seorang gadis pendiam. Seorang gadis yang tak banyak bicara untuk mengutarakan keinginan dan pendapatnya. Ia hanyalah seorang gadis yang selalu berbincang dengan pembantunya. Mungkin ia anak pembantunya?  Entahlah tapi kalau memang benar mengapa Mama dan Papa nya selalu memarahinya ketika nilainya turun?  Bukannya selama ini hanya ada dua kakaknya yang istimewa itu?

Rival masih saja menatap gadis didepannya yang telah berhenti berbicara lewat telepon kaleng. Ia tahu rasanya bagaimana. Begitulah kesimpulan yang dapat Rival jelaskan.

Rival tersenyum. Gadis didepannya terdiam.

"Little fairy dont cry,hadapi semua masalah kamu dengan senyuman," Ucap Rival.

"Little fairy?" Tanya gadis didepannya itu menatap binggung.

"Iya. Kamu peri kecil. Namanya biar keren aku translate ke bahasa Inggris jadi peri kecil."

"Makasih ya,kamu udah mau denger curhatan aku. Aku cuma butuh temen," Lirih gadis tersebut membuat Rival terenyuh.

"Sekarang aku temen kamu," Lontar Rival. Gadis itu terlonjak girang dari dalam kamarnya dengan sebuah senyuman yang terus merekah.

"Hmm, aku pergi dulu ya mau ada les private."

"Iya. Selamat belajar ya!" Jawab Rival memberi selamat.

Gadis itu berlalu pergi dan menutup pintu kamarnya. Rapi. Itulah yang Rival tangkap dari kamar gadis itu. Nuansa putih dan beronament hitam itu terlihat indah. Gadis itu sepertinya suka dengan menara Eiffel. Bisa dilihat hiasan hitam putih dengan menara Eiffel dan kumis. Tulisan bonjour terlihat menempel didinding.

Cukup simpel. Tak kebanyakkan seperti gadis lainnya yang memasang foto foto entah itu fotonya atau idolanya.

Rival tertegun ia baru ingat Om Harry. Rival mengambil tasnya dan menyampirkan nya di bahu sebelah kiri, "Mau berangkat nak?" Tanya Lina menatap Rival yang sudah turun dari tangga.

"Iya Mak,Rival berangkat dulu ya!" Pamit Rival mencium punggung tangan Lina.

"Nak,Mamak mau ngomong."

"Apa mak?"

"Rival, Mamak tau,semangat ya! Mamak doain Rival. Rival yang kuat jangan nyerah! Mamak pasti doain Rival," Ucap Mamak mengelus pucuk kepala Rival.

"Iya Mak, Rival bakal berjuang buat Mamak dan Bapak!" Jawab Rival dengan penuh keyakinan.

Lina tersenyum. Ia bahagia anaknya tak patah semangat untuk hidup. Ia tahu penyakit Rival sangat serius. Tapi Rival selalu tersenyum seolah tak ada beban dalam hidupnya

"Assalam'alaikum,Mak!" Lontar Rival sambil mencium punggung tangan Lina lagi.

"Waalaikumsalam," Jawab Lina mengusap lembut surai milik Rival.

Rival masuk kedalam mobil BMW berwarna hitam. "Assalamu'alaikum."

"Waalaikumsalam," Jawab Harry sambil menatap Rival yang tengah mencium punggung tangan nya.

"Rival kamu siap?" Tanya Harry memastikan, "Selagi keinginanku untuk hidup masih ada kenapa tidak?"Jawab Rival tanpa menatap Harry.

Hening. Selama perjalan hanya keheningan yang menemani.Mereka berdua sama-sama sibuk dengan pikirannya masing-masing

______________________________________

Maaf bila banyak typo bertebaran.

Minal 'Aidzin wal faidzin...

Jangan lupa Vote dan Comment

Salam hangat author

@anandataurisna

HAPPY ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang