20

35 1 0
                                    


Rival selalu meminum beberapa butir obat dengan beraneka macam bentuk, warna dan khasiat tapi memiliki satu rasa yang sama, yaitu pahit.

Ia tak meminum air putih baginya ia telah terbiasa minum obat tanpa minum air putih.

Ia terdiam menatap butir-butir obat yang tinggal sedikit itu, "Lusa atau besok aku  harus check up," Lirihnya masih memandang nanar bungkus obat tersebut.

Sebuah pesawat kertas meluncur bebas dari kaca jendela kamarnya yang tak terkunci.

Rival kaget disana ada little fairy yang menatapnya.

Apa kau sakit?

Begitulah isi dari surat berbentuk pesawat kertas tersebut. Rival menggeleng, seolah tak percaya gadis itupun menanyakan nya lewat alisnya

Rival segera mengambil telfon kaleng yang masih terbentang antar rumah nya dan rumah gadis tersebut.

"Apakah kau mengkhawatirkan ku?" Tanya Rival.

"Iya, aku sangat mengkhawatirkan mu. Kau adalah temanku satu-satu nya. Orang yang peduli denganku. Jika kau sakit aku akan bercerita dengan siapa?" Lirih gadis tersebut meneteskan air mata.

"Little fairy dont cry. Please for me," Pinta Rival.

Gadis tersebut menghapus air mata yang tersisa di pipinya dengan ibu jarinya.

"Thanks!" Jawab gadis tersebut tersenyum ke arah Rival.

"Tadi apa?"

"Tadi—Itu hanya vitamin,iya vitamin." Gagap Rival.

"Benarkah? Kenapa sebanyak itu?" Tanya gadis tersebut curiga.

"Demi kesehatanku. Lagipula aku dan keluargaku selalu meminum vitamin ini," Alibi Rival berusaha tersenyum.

Gadis di depannya itu hanya mengangguk,entahlah ia saja tak yakin bila orang yang didepannya itu mengatakan hal yang sejujurnya atau tidak.

"Kau sedang tak ada masalah kan?" Tanya Rival hati-hati.

"Bukannya manusia selalu dihadapkan dengan masalah? Bagaimana caranya aku bisa menghindar dari masalah itu?" Tanya balik gadis tersebut sambil duduk di bangku belajarnya.

"Kau benar Little Fairy," Jawab Rival.

Gadis tersebut sangat bijak. Bagus bukan gadis itu mungkin nantinya akan menjadi sosok gadis yang kuat tanpa perlu hadirnya Rival.

Rival pun tak tahu seberapa lama lagi hidupnya akan berakhir. Dia sudah pasrah dengan kehendak Tuhan. Segala pengobatan hanya untuk sedikit memperpanjang waktunya untuk membuat orang lain bahagia dan tersenyum.

"Kau mau belajar?" Tanya Rival,gadis itu mengangguk.

"Aku juga. Kita belajar bersama ya?" Tawar Rival, gadis itu menganggukan kepalanya.

Hening. Keduanya sangat serius belajar seolah dunianya hanya diisi oleh dirinya dan rumus  pelajaran yang selalu melekat di otak mereka masing-masing.

"Apakah kau mengkhawatirkan ku?" Tanya Rival.

"Iya, aku sangat mengkhawatirkan mu. Kau adalah temanku satu-satu nya. Orang yang peduli denganku. Jika kau sakit aku akan bercerita dengan siapa?" Lirih gadis tersebut meneteskan air mata.

Lalu, bila nanti waktunya Rival didunia ini telah berakhir dan jatuh tempo bagaimana Little Fairy menjalankan kehidupannya. Ia akan menyendiri bukan ? Yang harus ia lakukan adalah ia mencari tahu siapa sebenarnya orang tua kandung gadis manis tersebut.

Rival kembali melanjutkan belajarnya. Sedangkan gadis didepannya itu menelungkupkan kepalanya di meja belajarnya.

Rival terkekeh melihat Little Fairy tertidur nyenyak, mungkin saja gadis  itu kelelahan.

"Kalau anak penerus bangsa kayak kamu semua, mau jadi apa negara ini?" Lontar Rival tertawa geli.

Ia mematikan lampu kamarnya. Dan beranjak ke tempat tidur lalu memejamkan mata, Ia sengaja tidak menutup jendela agar Little Fairy tidak kesepian.

Beberapa menit setelah Rival tertidur Lina masuk ke kamar anak nya itu. Ia mengelengkan kepala ketika jendela kamar Rival tak tertutup. Lina terdiam di sebrang sana ada seorang gadis yang tertidur di meja belajar nya.

"Manis," Lirih Lina.

Ia menutup jendela Rival tanpa menutup gorden lalu membenarkan selimut Rival hingga sampai dada.

"Selamat malam."

______________________________________

Maaf bila banyak typo bertebaran

HAPPY ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang