Lima

657 73 0
                                    

Sasuke yang hanya ingin tahu apa yang sedang dilakukan si wanita-Sakura-ini di rumahnya dan ke mana Ino menghilang, memutuskan bahwa, bagaimanapun juga, itu tidak terlalu penting. Menghentikan teriakan wanita itu jauh lebih penting, jadi Sasuke menarik kaki Sakura. Dengan keras. Suara berisik itu tiba-tiba berhenti.

Lalu Sakura jatuh menimpanya.

Sasuke menggumamkan satu kata singkat saat napasnya berhenti sesaat.
Satu kata sudah cukup untuk menggambarkan perasaannya.
Mata Sakura, hanya berjarak beberapa senti dan matanya, melebar karena shock.

Sebelum wanita itu sempat melakukan atau mengatakan sesuatu Sasuke mencengkeramnya. "Jangan. Tolong jangan bilang apa-apa lagi. Aku tidak tahu siapa kau, atau apa yang kaulakukan disini, tapi aku menyerah. Kau menang."

***

"Menang? Menang?" Bahkan untuk telinganya sendiri Sakura sudah mulai kedengaran histeris.

Well, biar saja. ia punya hak untuk histeris. Ia tergeletak di atas dada penjahat yang kejam. Pria yang sudah menerobos masuk ke rumahnya. Orang yang, walaupun terluka parah di kepalanya, lebih dari mampu untuk mengambil keuntungan dan situasi ini. Dan situasi yang dimaksud adalah: biarpun Sakura memakai kaus yang panjang dan besar, kaus itu masih terlalu kecil untuk menutupi tubuhnya. Yah, sebenarnya selain kaus itu tidak ada lagi yang dipakainya. Pria itu hanya perlu menggeser tangannya ke bawah beberapa senti dan dia akan mengetahui hal itu sendiri.

Sakura dengan sekuat tenaga menahan dorongan mendesak dalam otaknya untuk menarik kausnya turun sejauh mungkin. Itu hanya akan menarik perhatian pria itu pada keadaannya yang menyedihkan. Sebaliknya Sakura memaksa dirinya untuk menatap lurus-lurus si pencuri dan menyuruhnya untuk melepaskan pegangannya. Sekarang juga.

Wajah yang menarik. Jenis wajah yang, dalam situasi lain, ingin Sakura lihat lebih sering lagi. Pipinya kurus, tapi dengan tulang yang kuat, berkarakter, dan Sakura punya kesan yang kuat bahwa pria itu sepertinya akrab dengan rasa sakit. Tapi bibirnya menjanjikan hasrat yang menggebu-gebu. Oh, Tuhan. dan Sakura tadi menuduh pria itu yang mengigau!

"Dalam hal apa, tepatnya, aku menang?" desak Sakura sambil berusaha mengendalikan diri, mengumpulkan akal sehat lagi.

"Aku menyerah," kata pria itu.

Menyerah? Apa sih yang sedang dibicarakannya? Sakura menatapnya. Matanya sangat luar biasa, pikir Sakura. Hitam, tapi dengan bintik-bintik seperti onix yang sepertinya membuat sepasang mata itu tampak membara. Atau itu khayalannya semata?

***

"Yang penting kau jangan menjerit lagi. Tolong."

"Kau serius?" tantang Sakura dengan suara sekasar yang ia bisa, tidak memercayai pria itu sepenuhnya. Tapi getaran dalam suaranya tidak akan bisa menakut-nakuti seekor tikus sekalipun.

"Oh, lupakan saja. Beri aku pisau dan aku akan menggorok leherku sendiri. Begitu akan lebih cepat daripada hukuman yang kauberikan."

"Aku!" pekik Sakura. "Aku tidak menyuruhmu masuk ke sini dan jatuh."

"Jatuh?" teriak Sasuke, lalu meringis. "Itukah pengakuanmu nanti?" Dan dia mengulurkan tangannya yang tadi memegang Sakura ke tongkat cricket dan mencengkeram gagangnya. "Apa kau melupakan barang bukti A?" katanya sambil mengayun-ayunkan tongkat itu di hadapan Sakura.

Sakura cepat-cepat berdiri dan mengambil jarak di antara mereka sebelum pria itu memutuskan untuk memukulnya dengan tongkat itu. "Pokoknya diam saja di situ," kata Sakura.

"Jangan bergerak. Aku akan menelepon ambulans." Ia cepat-cepat melangkah mundur, tanpa menghiraukan susu yang menetes dari kausnya dan mengalir turun ke kakinya.

Bayi PinjamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang