Sembilan belas

440 58 0
                                    

Sakura yang malang. Wanita itu berpegang pada surat perjanjian sewanya seolah- olah itu tali kehidupannya dan ternyata kertas itu sama sekali tidak berharga. Salah seorang teman Ino melanggar semua peraturan dengan memfotokopi surat perjanjian sewa yang standar.

Sakura tidak tahu. Sasuke sangat yakin dia tidak tahu. Yang membuatnya diuntungkan secara sepihak. Mungkin ia harus melupakan steiknya dan memesan makanan yang layak untuk makan malam supaya mereka tidak perlu memasak. Bagaimanapun juga, hari ini hari yang melelahkan bagi mereka berdua.

Makanan Cina atau India pilihan terbaik, pikirnya, kalau memang mereka harus menyantap hidangan vegetarian. Dengan sedikit niat baik dan anggur yang cocok untuk melancarkan suasana, mereka pasti bisa
membereskan masalah.

Menurut syarat-syarat yang dibuatnya, Sakura boleh
memakai gudang. Dan ruang kerja. Sasuke tersenyum lebar saat memarkir mobilnya di garasi dan menelepon restoran terdekat dari telepon mobilnya sebelum berjalan melintasi kebun sambil membawa barang-barang belanjaannya. Pintu dapur terpentang dan shiro tidak kelihatan di mana-mana.

Sasuke menjatuhkan kantong belanjaannya, tak peduli dengan telur-telur
organik yang dibelinya sesuai daftar yang dibuat Sakura dengan cermat. Ia
tidak punya waktu untuk mengkhawatirkan beberapa telur pecah, ataupun pecahan keramik berharga yang berserakan keramik yang saat ia meninggalkan rumah tadi masih menghiasi lemari Welsh di dinding dapur yang jauh.

Khawatir bukanlah kata yang akan digunakan Sasuke. Melihat kursi tinggi yang terbalik, percikan darah di lantai dapur tidak membuatnya khawatir.
Ia ketakutan. Ketakutan mendalam serta putus asa.

"Sakura?" teriaknya sambil berlari bahkan sebelum kantong belanjaan menghantam lantai, mengikuti jejak kehancuran di tempat itu.

"Sakura, kau di mana?"

Ruang depan juga kacau-balau. Lukisan-lukisan di dinding miring, meja terbalik, telepon terenggut dari sambungannya dan retak. Dahan pohon fig yang besar tergeletak tak berdaya di tengah jejak-jejak kaki binatang, kecil dan besar, di atas kompos yang berserakan. Tidak perlu ahli forensik untuk mengungkap barang buktinya.

"Sakura!"

Sasuke berharap dan berdoa menemukan wanita itu sedang meringkuk ketakutan di ruang duduk. Setelah pemandangan yang
membuat jantungnya berhenti, Sasuke melihat ruangan itu tak tersentuh. Dan kosong.

"Sakura!"

Rasa takut mulai menggema dalam suaranya. Kalau Sakura lari...

Shiro memang lembut, tapi anjing termasuk hewan pemburu...

"Jawab aku, Sakura! Kau di mana?"

Kekacauan itu berlanjut di sepanjang tangga dan Sasuke menaiki tiga anak tangga sekaligus, berhenti di ambang pintu kamar tidur. Shiro berdiri tegak di tempat tidur, memamerkan gigi-giginya, bulu kuduknya berdiri, dan hidungnya berdarah akibat perkelahiannya dengan Kurama.

"Shiro! Berbaring!"

Anjing itu jatuh seperti batu dan langsung berbaring
di tempat tidur, kepala menunduk, sementara si kucing mendesis mencemooh dari atas rel tirai yang aman. Sasuke mementang pintu kamar mandi.

"Sakura!"

Tak ada tanda-tanda keberadaan wanita itu. Benar-benar mimpi buruk. Seharusnya ia tidak meninggalkan Sakura. Dengan jantung berdebar kencang dan sambil mencengkeram kalung shiro kuat-kuat, Sasuke mulai menuruni tangga, membuka lebar-lebar semua pintu yang dilewatinya. Ia sudah separo jalan melintasi ruang depan, bertanya-tanya apakah Sakura tadi berlari ke luar lewat pintu depan dan langsung menuju jalanan.
Samar-samar ia mendengar suara seseorang memanggil-manggil namanya. Ada
suara menggedor-gedor di kejauhan.

Bayi PinjamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang