Dua puluh empat

397 51 2
                                    

Boruto sudah tidur, Sasuke ada di bawah, mungkin sudah tidur di sofa. Akal sehat Sakura menyarankan sudah saatnya mengikuti jejak mereka dan mencoba tidur. Namun karena rutinitasnya tertangguhkan selama beberapa hari ini, ia harus bekerja selagi sempat. Besok ia akan mengikuti
saran Sasuke untuk tidur kalau ia punya kesempatan dan mengatur waktu tidur siangnya agar bersamaan dengan waktu tidur siang Boruto. Sekarang well, setidaknya saat ini tenang.
Sakura memasang telepon selulernya untuk dicas dan mulai bekerja. Ia masih terus bekerja hingga matanya perih. Kemudian sambil terhuyung-huyung, ia kembali ke kamar tidur memeriksa Boruto sebelum menggosok gigi, memakai pakaian tidurnya, dan jatuh tertidur dengan nyenyak dan bahagia.

Sasuke mendengus, terbangun oleh lengkingan tangis bayi, lalu berguling, dan jatuh ke lantai. Ia menyumpah-nyumpah, berdiri, dan meregang untuk menghilangkan rasa pegal pada punggungnya. Sekarang tengah malam dan ada bayi yang menangis. Sakura benar. Kenangan memang lebih dan hanya sekadar gambar di kertas. Sasuke takkan pernah melupakan suara itu, keinginan mendesak untuk ditenangkan.

Sasuke berhenti tanpa terlihat di ambang pintu kamar. Sakura berdiri
memunggunginya, berjalan mondar-mandir di kamarnya sambil terus mengayun-ayun Boruto dalam gendongannya. Rambut wanita itu tergerai di bahunya, berkilauan tertimpa sinar dari lorong, suaranya begitu merdu ketika berusaha menenangkan Boruto.

"Sshh, Sayang. Sakura di sini. Kau tidak ingin membangunkan Sasuke..."

Ia berbalik dan melihatnya.

"Oh."

Protes Boruto semakin melengking saat Sakura berhenti bergerak dan berhenti mengayunnya. Sasuke mengulurkan tangannya.

"Bagaimana kalau kugantikan?"

"Oh, tapi-"

"Aku tidak bakal bisa tidur lagi."

"Aku bisa turun bersama Boruto. Kau bisa tinggal di sini."

Sasuke membayangkan dirinya berbaring di tempat tidur yang hangat bekas ditiduri Sakura, membenamkan wajahnya di bantal yang masih menunjukkan bekas kepala wanita itu. Sasuke ingin lebih dari itu. Lebih dari sekadar kehadiran bayangan. Ia mendambakan tubuh Sakura
seutuhnya. Sasuke tahu itu; ia hanya tidak yakin kenapa.

"Kau tampak letih, Sakura. Kembalilah tidur."

Sasuke mengambil Boruto dari tangannya. Menyandarkan bayi itu di bahunya.

"Kami akan baik-baik saja."

Lalu, ketika Sakura masih ragu-ragu. Sasuke mulai berjalan mondar-mandir seperti yang tadi dilakukan Sakura.

"Ayolah, Boruto," gumam Sasuke.

"Mommy wanita sibuk. Kalau dia tidak mendapatkan istirahat malam yang cukup, dia tidak bakal punya tenaga untuk mencari rumah besok pagi, benar kan?"

Ada suara pelan tapi jelas. Lalu Sasuke mendengar Sakura naik ke tempat tidur. Ketika ia berbalik, Sakura sudah menarik selimut sampai sebatas telinga dan memunggungi Sasuke. Ia tersenyum dalam rambut ikal si bayi, menciumnya, dan kemudian, dengan sangat perlahan, kembali turun dan membaringkan tubuhnya di sofa bersama Boruto yang berbaring dalam lekukan tangannya.

Boruto sangat tampan. Matanya yang besar berwarna biru, kulit yang
lembut, senyum yang cukup manis untuk mematahkan hatinya. Fakta yang sangat mengejutkan, karena tadinya Sasuke merasa yakin hatinya sudah patah, hancur tanpa bisa diperbaiki lagi.

Sakura menemukan mereka beberapa saat setelah subuh, ketika ia mendadak terbangun dan dengan panik berlari turun. Ia berhenti di ambang pintu ruang duduk, kepanikannya tampak konyol ketika dihadapkan pada pemandangan yang begitu menyentuh.

Bayi PinjamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang