Empat belas

477 60 3
                                    

SASUKE menimbang-nimbang beberapa saat. Ia mengangguk dan berkata, "Terima kasih. Kau baik sekali."

Sakura mendengar sedikit nada tajam dalam suaranya, menunjukkan Sasuke tahu Sakura tidak bersungguh-sungguh. Itu tidak sepenuhnya benar, tapi mungkin lebih bijaksana untuk membiarkan Sasuke berpikir begitu.

"Bukan masalah kok. Toh aku berniat membuat sandwich untukku sendiri," Sakura meyakinkannya.

Ia tidak ingin Sasuke berpikir ia mau bersusah payah untuk membuat Sasuke merasa betah.
"Ada permintaan khusus?"

Sasuke langsung menyesali nada tajamnya tadi Ia tidak tahu situasi apa yang dialami Sakura. Ia tidak berhak menghakiminya. Sakura mungkin ada di rumahnya, tapi wanita itu sama sekali tidak berniat mempersulit hidupnya;
Ino-lah yang harus disalahkan. Sasuke mengangkat bahu.
"Apa saja asal bukan ikan tumbuk atau daging ayam cincang," ujar Sasuke.

Sakura menatapnya sesaat. Apa Sasuke bermaksud menyindir? Mata pria itu sedikit berkerut dan ujung bibirnya sedikit terangkat seolah menahan tawa.
Atau bercanda?
Sebelum Sakura sempat memahaminya, tersenyum paham, Sasuke sudah
setengah jalan menaiki tangga.

Mungkin lebih baik begitu, pikir Sakura agak jengkel, berkonsentrasi mengganti popok Boruto. Ia berusaha keras menjauhkan Sasuke Uchiha dan sepasang mata hitam dengan bintik-bintik kemerahan yang sangat
mengganggu itu dari pikirannya. Banyak pekerjaan yang membuatnya sibuk. Pertama-tama sederetan orang yang harus diteleponnya; klien-klien
potensial yang tidak bakal mau dibiarkan terus menunggu.
Dan sekarang Sakura malah berjanji membuatkan makan siang untuk tuan rumahnya yang kelihatannya berusaha menarik diri.

Kapan aku belajar menutup mulut? pikir Sakura.

Sakura membuat setumpuk sandwich keju. Ia menaruh beberapa di piring untuk dirinya sendiri, lalu menutupi sisanya. Lalu sambil menggendong Boruto di pinggulnya, ia menaiki tangga.

"Mr Uchiha?"

Pria itu minta dipanggil Sasuke saja, tapi Sakura merasa semuanya bakal lebih sederhana kalau mereka tetap mempertahankan sikap formal. Cara Sasuke Uchiha memeluknya waktu ia ketakutan gara-gara anjing itu, bagaimana perasaannya saat pria itu memeluknya, sudah meyakinkan Sakura akan kerumitan yang bisa terjadi.

Memangnya sejak kapan Sasuke menemukan bahwa untuk mengatasi histeria ciuman lebih manjur dibanding tamparan? Bukannya Sakura mengeluh. Ia bersedia menerima ciuman itu kapan pun, kalau pria itu yang mencium...

Itulah sebabnya kenapa semua ini begitu rumit.
Sasuke Uchiha meninggalkan kardus-kardus Sakura di ruang belajar dan bukannya di gudang, tapi tidak ada tanda-tanda keberadaan pria itu. Sakura meletakkan piring dan mencari pria itu. "Mr Uchiha?" panggilnya.

"Sandwich-mu ada di..."

Ia berhenti di ambang pintu kamar tidur. Sasuke Uchiha QC berbaring di tempat tidur Sakura. Atau apakah itu tempat tidur Sasuke? Bukankah pemilik lebih berhak atas benda yang tengah dipersengketakan? Kalau benar begitu, Sasuke sudah mendapatkan tempat tidurnya, karena pria itu telentang di atasnya dan tampaknya tidur nyenyak.

"Dapur," lanjut Sakura sambil mendesah.

Sakura meletakkan Boruto di tempat tidurnya, memutar kotak musik kecilnya yang memainkan lagu ninabobo Brahms Lullaby, dan berdiri di samping Boruto. Ia membelai pipi keponakannya itu, berusaha tidak mengacuhkan pria yang berbaring di tempat tidur di belakangnya. Bayi yang malang. Mungkin sekarang setelah giginya sudah tumbuh, Boruto tidak terlalu rewel lagi.

Sakura menyelimuti Boruto dan dengan enggan berbalik dari Boruto ke arah pria yang tertidur itu. Di balik tekadnya untuk mengenyahkan pria itu dan hidupnya, Sakura tidak bisa marah. Sasuke pasti benar-benar kelelahan, hal yang membuat Sakura bersimpati.

Bayi PinjamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang