chapter 33: Wait For Me

307 56 10
                                    

Disclaimer: seluruh tokoh milik agensi dan keluarga masing-masing. Tidak ada keuntungan finansial apa pun yang saya dapat dalam membuat fanfiksi ini. Dibuat hanya untuk bersenang-senang

Main pair: Mino/Irene

Selamat membaca...

.

Lost in New York

Chapter 33: Wait For Me

.

"Apa?"

Mino tercengang. Masih menatap sang kekasih yang tak kunjung membalas tatapannya. Wanita itu sedikit menunduk, kulitnya yang seputih salju terlihat sangat dingin. Bibirnya yang tipis lagi merah terasa hampa, "Kamu tetap ingin pulang?"

Irene masih tidak mau menghadap Mino. Ia terus menatap Junhoe yang tak tahu harus berkata apa, "Please, Junhoe. I wan't go home. I miss my dad."

Tangan besar Mino menyentuh dagu Irene, wanita itu memberontak, "Jangan sentuh aku, bajingan!"

Mino dan Junhoe terkejut. Selama ini, yang mereka tahu, Irene tidak pernah sekasar ini. Oke, Junhoe mengerti perasaan Irene—wanita itu hanya sedang kecewa. Sangat kecewa. Tapi Mino tidak mengerti, yang ia rasakan hanyalah Irene berubah, "Kamu berubah, Irene."

Irene merasa sakit. Mino tidak lagi memanggilnya dengan nama asli. Itu artinya pria di hadapannya sedang marah. Irene merasa masa bodo. Toh, seharusnya di sini yang marah Irene, kenapa jadi Mino yang marah? Yang salah kan dia, kenapa harus dirinya yang mengalah?

"Junhoe. Kumohon, antar aku ke bandara." Irene sedikit terisak. Junhoe mana tega melihatnya.

Mino tersenyum. Ia tertawa. Tawanya membahana di dalam kantor polisi. Ia bangkit dari duduk, memasukkan kedua tangan di dalam saku mantel yang dia gunakan. Menatap Irene yang masih tak ingin menatapnya balik, "Baiklah, jika itu maumu. Pulanglah ke Korea. Tidak usah balik ke sini lagi."

Dan dalam beberapa detik kemudian, Mino keluar dari dalam kantor polisi. Meninggalkan semua orang dengan perasaan tidak enak. Para polisi tidak bisa berkata apa-apa. Cukup menjadi kambing congek untuk masalah dua insan yang sedang dilanda perselisihan. Irene menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Ia menangis, hatinya sakit. Kenapa ia belum bisa memaafkan Mino? Kalau saja ia memaafkan Mino, pastilah masalah ini tidak akan berkepanjangan.

Junhoe tidak tahu harus berbuat apa. Di satu sisi, Mino adalah sahabat terbaiknya. Tapi di sisi lain, Irene sedang membutuhkan kawan untuk membagi masalah.

"Maaf merepotkanmu, Junhoe." Irene mengembuskan napas perlahan. Wajahnya nampak tidak bersemangat. Junhoe paham, sangat paham. Pasti sangat sedih ketika kamu bertengkar dengan orang yang sangat kamu sayangi.

"Tidak. Tidak sama sekali."

.

Irene merenung. Kini, dirinya sudah di dalam pesawat.

Ia tidak berniat menghubungi Mino—sekadar pamit atau minta maaf. Ia ingin menenangkan diri. Walaupun janin yang dikandung Nayeon memang bukan darah daging Mino, tapi Irene masih tidak bisa menerima kenyataan jika Mino pernah tidur dengan wanita lain. Irene merasa hatinya dihantam beberapa bilah pisau. Itu tandanya, kemungkinan besar akan ada banyak wanita-wanita lain yang mungkin sebentar lagi akan datang dan meminta pertanggungjawabannya. Tidak menutup kemungkinan, bukan? Ya, tidak ada yang tahu.

Mino sendiri, nampaknya lebih senang duduk di balkon kamar. Salju turun deras. Lusa adalah hari natal. Seharusnya ia merayakan natal dengan Irene. Dengan kekasih barunya. Lalu, kenapa harus terjadi? Apa Tuhan memang tidak suka melihatnya hidup senang?

"Hei..." Junhoe datang menghampiri. Ia ikut duduk di sebelah Mino, "Jangan dipikirkan terus."

Mino sedikit kesal dengan ucapan Junhoe, "Jangan dipikirkan?!"

"Hei hei. Santai, zheyenk. Maksudku jangan dipikirkan terlalu larut. Nanti kamu sakit. Kalau kamu sakit, siapa yang susah? Aku juga." ucap Junhoe. Mino di sebelah masih diam. Entahlah, tidak ingin dipikirkan tetapi terus terbayang. Jika dipikirkan malah bikin mulas. Mino jadi ingin buang hajat lagi rasanya.

Junhoe mulai menatap Mino, "Kenapa tidak disusul saja?"

"Ke mana?"

"Ke Korea Selatan, bodoh."

Ah, benar juga. Kenapa tidak terpikirkan oleh Mino? Mungkin benar ucapan Junhoe yang mengatakan jika Song Mino tidak bisa menggunakan otaknya dengan baik, "Benar juga. Kenapa baru kepikiran, ya?"

Junhoe tersenyum bangga, "Itulah bedanya aku dengan kamu. Kalau aku berpikir menggunakan otak, kalau kamu berpikir menggunakan batu."

Sialan. Rasanya ingin sekali mencabik-cabik wajah Junhoe yang sebelas-duabelas dengan lutung. Tapi, berhubung dirinya sedang senang, niat itu pun tidak dilakukan, "Baiklah. Aku akan menyusulnya ke Korea. Heh, lutung. Ikut aku ya."

Awalnya Junhoe ingin menolak. Tapi karena Mino memamerkan puppy eyes-nya yang terlihat amat sangat sungguh menjijikan, akhirnya Junhoe mengiyakan saja. Bisa-bisa ia merinding disko jika terus-terusan menatap wajah Mino yang seperti monyet. Hih.

"Song Joohyun, aku akan menyusulmu. Wait for me."

.

to be continue

Tangerang, 29 Juni 2019 - 22:35 PM

AN: hai hai, berapa lama saya menghilang dari fanfik ini? /tabok.

Lost in New York [Minrene; Mino/Irene]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang