chapter 10: Why

759 127 61
                                    

Disclaimer: seluruh tokoh milik agensi dan keluarga masing-masing. Tidak ada keuntungan finansial apapun yang saya dapat dalam membuat fanfiksi ini. Dibuat hanya untuk bersenang-senang

Main pair: Mino/Irene

Selamat membaca...

.

Lost in New York

Chapter 10: Why

.

Irene merenung dalam kamar hotel. Menatap kota New York yang sedang terang-benderang. Wajahnya ditumpukan pada tangan kanan, serius menatap keindahan salah satu kota terbesar di Amerika. Irene menghembuskan napas pasrah.

Ayo kita pura-pura menjadi kekasih.

Ucapan Song Mino kemarin masih terbayang-bayang di benaknya.

Buat cowokmu cemburu dengan menjadikan aku kekasihmu. Dan aku juga akan memperlakukanmu sebagai kekasih.

Irene memijat keningnya perlahan. Sebenarnya bagus sih jika ingin membuat Junmyeon iri kalau dirinya sudah punya kekasih. Tapi kalau dipikir lagi—Junmyeon kan tidak memiliki perasaan apapun kepadanya. Untuk apa Junmyeon peduli jika Irene sudah punya kekasih.

Baiklah, aku mau.

Oh, Irene sedang merutuki ucapannya kemarin. Kenapa pula ia setuju dengan ide gila dari Mino. Dan sekarang—teman-temannya merasa bingung ketika tahu dirinya menjalin kasih dengan orang yang sudah mencopet tasnya. Irene memang di bawah alam sadar mungkin saat itu. Kenapa ia malah mendapatkan masalah besar sih ketika liburan? Irene kan maunya senang-senang saja di sini.

Suara handphone berdering. Irene menatap layar ponselnya—tertera nama Ayah di sana. Buru-buru Irene mengangkatnya, "Ayah!"

"Joohyun, bagaimana kabarmu di sana? Apakah seru?"

Tidak dapat dipungkiri, Irene sangat rindu pada ayahnya. Ya, maklum saja sejak dulu dirinya tidak pernah jauh-jauh dari sang ayah (baru kali ini saja Irene pergi lama dan jauh), "Ayah, Irene rindu."

"Hahaha, sama Hyunnie. Ayah juga merindukan kamu."

Mendengar suara ayah dapat membuat hati Irene tenang, "Bagaimana kabar ayah?"

"Baik, tapi ayah rindu sama Joohyun."

Irene tertawa saja mendengarnya. Walau terlihat garang dan tegas, terkadang ayahnya bisa menjadi kekanakan jika sudah bersama Irene, "Ayah tidak bekerja?"

"Ini sebentar lagi ayah mau meeting. Oh ya, ayah matikan dulu ya. Selamat bersenang-senang, jaga kesehatan selalu."

Sambungan terputus. Irene menghela napas (lagi). Pikirannya kacau balau. Padahal hanya berpura-pura menjadi kekasih. Tapi kenapa rasanya tidak rela?

Dalam lubuk hati yang dalam, Irene ingin menjalin hubungan.

Yang sesungguhnya.

.

"Song Mino."

Pria yang dipanggil namanya berhenti. Tidak menolehkan kepala. Diam di tempat. Tak berniat menyahut sapaan balik.

"Bukankah ayah bilang untuk pergi ke perusahaan, kenapa kemarin kau malah bermain dengan Yunhyeong?" suara berat dan tegas terdengar di mansion besar yang sepi. Hanya ada dua orang lelaki dewasa di ruang tengah. Mino hanya menghela napas panjang—masih tidak berniat untuk menolehkan wajah, "Aku tidak berniat mengurus perusahaan, old man."

Sang ayah hanya menatap tajam, "Anak kurang ajar. Beraninya kau memanggilku begitu!"

"Setidaknya aku tidak pernah menyakiti wanita, apalagi seorang ibu." Mino membalas dengan nada tinggi. Kakinya melangkah naik menuju tangga, lalu pergi meninggalkan sang ayah sendirian di ruang tengah.

Tidak ada sahutan. Hanya terdengar guci mahal yang pecah akibat dibanding oleh sang ayah. Mino hanya berjalan dengan acuh. Tetap berjalan sembari menaiki tangga, ia menatap sebuah kamar dengan pintu putih yang begitu besar. Di sana ada beberapa pelayan yang berjaga.

Semua membungkuk hormat pada Mino, lalu dibukalah pintu besar. Menampakkan seorang wanita paruh baya (namun masih terlihat sangat cantik) yang sedang terduduk di atas kursi roda. Wajahnya begitu datar dengan bibir pucat pasi. Menatap ke luar jendela dengan terpaan angin sepoi-sepoi. Mino jalan menghampiri—pintu kembali ditutup.

Wanita itu berambut panjang, cantik, kulitnya putih pucat. Mino berjongkok di depannya, "Daun-daun mulai berguguran. Sepertinya musim gugur akan selesai."

Tidak ada sahutan. Wanita itu masih menatap lurus ke luar jendela. Mino mafhum, ia memegang telapak tangan sang wanita, dikecupnya perlahan, "Mama tahu? Beberapa hari yang lalu Mino berusaha mencopet tas seorang wanita. Dia cantik—seperti Mama, tapi dia bawel. Haha, beda sekali dengan Mama."

Wanita yang dipanggil Mama masih diam membatu. Bibirnya seakan bisu. Mino hanya tersenyum tipis, "Namanya Bae Joohyun. Pertemuan kami tidak disengaja. Dan kini—kita sedang berpura-pura menjalin kekasih."

Masih tidak ada sahutan. Mino kemudian lanjut bercerita, "Kalau boleh jujur.... Mino ingin menjalin hubungan serius dengannya. Dia—beda dari wanita yang lain. Dia lugu, dia cantik, dia baik, dia polos, dia bawel, dia berisik, ah—semuanya dia berbeda."

Hening. Hanya ada suara kepakkan sayap burung dari luar jendela. Mino masih bercerita, "Tapi... dia menyukai pria lain. Dan ya—pria yang dia suka memang tampan. Tapi aku lebih menggoda, iya kan Ma?"

Sang Mama masih diam. Tidak berniat membalas ucapan maupun tatapan. Mino hanya tersenyum, ia menidurkan kepalanya pada paha sang Mama. Mengusap lembut telapak tangan wanita yang amat sangat ia sayangi. Matanya terpejam—perlahan air matanya turun, "Kenapa Mama hanya diam? Kenapa Mama tidak menjawab perkataanku? Apa Mama benci pada Mino?"

Masih sama, hening melanda. Mino hanya bisa meneteskan air mata, "Maafkan kalau Mino tidak bisa jadi anak yang berbakti pada orangtua. Mino hanya anak berandalan yang suka melakukan hal-hal kriminal. Tapi satu yang harus Mama tahu."

Mino menghela napasnya, "Mino sayang Mama."

Dan perlahan, tangan sang Mama menyentuh pucuk kepala Mino. Mengelusnya dengan penuh kasih sayang. Wajahnya masih menatap ke luar jendela. Mino menangis, namun bibirnya tersenyum.

.

Irene baru saja turun dari hotel. Berniat ingin sarapan pagi ini bersama teman-temannya. Matanya membulat sempurna ketika melihat sosok pria berkulit tan tengah berdiri di depannya sembari tersenyum. Memakai kemeja putih dengan tangan digulung sampai siku. Rambut hitamnya disisir rapi hingga memperlihatkan keningnya yang begitu menawan.

"Hai, sayang. Mau sarapan bersama?"

Irene hanya bisa meneguk ludah kasar sembari mengumpat dalam hati.

SIALAN SEKALI, PESONA SONG MINO TIDAK BISA DIPUNGKIRI.

.

TBC

—Tangerang, 22 Mei 2018 - 08:18 AM—

Lost in New York [Minrene; Mino/Irene]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang