chapter 30: Hiasan di Dalam Tempurung Kepala

334 64 29
                                    

Disclaimer: seluruh tokoh milik agensi dan keluarga masing-masing. Tidak ada keuntungan finansial apa pun yang saya dapat dalam membuat fanfiksi ini. Dibuat hanya untuk bersenang-senang

Main pair: Mino/Irene

Selamat membaca...

.

Lost in New York

Chapter 30: Hiasan di Dalam Tempurung Kepala

.

Irene tengah duduk di bangku taman. Menatap salju yang tak henti-hentinya turun.

Pikirannya sedang kacau-balau. Rasanya ingin menangis berkali-kali mengingat kenyataan pahit yang harus ia hadapi. Sekarang, apa yang harus ia lakukan? Niatnya datang ke sini kan untuk berlibur dan bersenang-senang. Tapi kenapa? Kenapa ia harus mengalami jatuh cinta yang sangat menyiksa jiwa dan raga seperti ini? Sudah sembap matanya karena menangis tak henti-henti. Orang yang berlalu-lalang pun terheran-heran melihat seorang wanita menangis histeris sendirian di bangku taman. Dikira sedang kesurupan.

Iya, kesurupan cinta.

Mino sialan. Mino bajingan. Mino monyet. Mino setan. Mino bangsat. Mino berengsek. Ah, sudah banyak kata-kata mutiara yang Irene keluarkan sejak tadi. Tidak peduli dirinya dicap seperti orang gila yang baru saja kabur dari rumah sakit jiwa. Rambutnya acak-acakan karena frustasi. Matanya bengkak karena terus-terusan menangis. Dinginnya udara tidak dihiraukan. Ia terus berteriak tiada henti—mengalahkan suara serigala yang sering mengaum di malam hari.

"Di sini kamu rupanya."

Irene mendongakkan wajah. Di sana ada Junhoe yang sedang berdiri tegap di hadapannya, "Aku mencarimu ke mana-mana."

Junhoe berlutut di hadapan Irene. Ia bisa melihat wanita itu habis menangis. Matanya bengkak parah. Kulitnya yang putih terlihat semakin putih. Junhoe tidak tahu apa masalahnya dengan Mino, tapi ia tidak suka melihat Irene seperti ini, "K—kamu... Baik-baik saja?"

Rasanya Irene ingin menangis lagi sekarang, "Bodoh. Tampangku kucel begini, dan kamu masih bertanya apakah aku baik-baik saja?! Dasar kalian para pria berengsek!"

Tubuh wanita itu beringsut memeluk Junhoe. Menumpahkan segala kesedihannya di sana. Menangis sepuasnya hingga taman yang terasa begitu sunyi pun bersua. Junhoe hanya bisa mengusap lembut punggung Irene. Ia melihat Irene berlarian ke luar rumah tadi, mangkanya ia ikuti, "Semuanya akan baik-baik saja."

"Tidak... Tidak akan baik. Semua sudah hancur." Irene masih menangis sesegukan di dalam dekapan Junhoe, "Dia mengkhianatiku, Junhoe. Dia mengkhianatiku.."

"Hei," Junhoe mencoba menangkup wajah Irene. Dilihatnya bola mata yang masih saja mengeluarkan buliran air. Junhoe terpesona sesaat menatap wajah Irene. Cantik, sangat cantik. Ah, betapa beruntungnya si bajingan Mino mendapatkan wanita secantik Dewi Yunani. Ibu jarinya mengusap lembut mata Irene, "Jangan menangis. Ada aku di sini."

Irene hanya bisa sesegukan. Ia tidak tahu harus berbuat apa selain menangis.

"Junhoe... Aku ingin pulang." ucap Irene dengan nada lemah.

Junhoe pun tersenyum, "Baik. Ayo pulang ke mansion."

"Tidak. Aku ingin pulang ke Korea. Sekarang."

.

Mino terdiam di mansion bagai patung pancoran.

Pikirannya sudah kacau-balau. Tidak tahu harus berbuat apa. Ia tidak ingin melepaskan Irene, tapi keadaan yang mengharuskannya melepas wanita itu. Ia cinta setengah edan dengan Irene. Sangat cinta yang sangat sekali. Tapi, kenapa takdir begitu berengsek padanya? Sial, sial, sial. Mino terus-terusan mengumpat dalam hati.

Lost in New York [Minrene; Mino/Irene]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang