"Perasaan yang sama tidak menjamin akan berakhir jodoh"
- Anonim -❤❤❤
Sepulang dari pasar Salwa dikagetkan dengan motor besar yang mengejarnya. Perasaan was-was dan takut menghampirinya. Jalanan belum ramai karna hari masih pagi.
Meski dilanda ketakutan, Salwa tetap mencoba bersikap tenang. Dia butuh mengendalikan laju motornya. Saat seperti ini dibutuhkan ketenangan agar tidak jatuh. Jika tidak ingin mengakibatkan hal yang lebih fatal lagi.
Motor besar berwarna hitam itu kian dekat dan berhasil menyalip Salwa. Untung saja dia langsung mengerem kalau tidak bakalan jatuh ke selokan di depanya.
Salwa membulatkan matanya saat pengendara Ninja hitam itu membuka helm full face-nya. Hampir saja dia berteriak saking takutnya.
"Bisa kita bicara, Haura?" Hadi menahan lengannya yang bersiap melajukan kembali motornya.
"Lepas. Kita ngak ada urusan."nada suara Salwa terdengar ketus.
"Ada. Banyak yang harus kita bahas
Haura." ngotot Hadi"Atas dasar apa? Apa kepentingan diantara kita? bisa lepas nggak tanganmu."Hadi terpaksa melepaskan tangannya dengan tatapan penuh luka. Melihat mata Haura yang memancarkan kebencian, Hadi mundur selangkah.
"Aku mau jelasin semuanya."suara Hadi terdengar tercekat dan sorot matanya memandang penuh harap.
"Itu hanya masa lalu. Sorry aku banyak kerjaan."Salwa melajukan motornya. Meninggalkan Hadi yang terdiam memandangi kepergiannya.
Sepanjang jalan pandangan Salwa lurus ke depan. Tidak mau memikirkan hal tadi terlalu serius. Menganggap semua hanya angin lalu. Terlalu menyakitkan bila diingat kembali.
Dia tidak mau lagi berurusan dengan Hadi uwais apalagi keluarganya. Salwa tidak mau membuat keluarganya kecewa lagi. Cukup dulu dan dia tidak mau itu terulang kembali.
"Masak apa kak?" Rina datang sambil membawa kardus ukuran sedang.
Salwa bersyukur pertemuan tadi tidak merusak konsentrasinya. Dia masih mampu bersikap biasa aja. Meski hatinya bergejolak.
"Cuma nasi goreng aja. Kakak malas masak."
"Alibi tuh. Bilang aja nggak bisa."cibir Rina yang disambut gelak tawa Salwa.
Dia memang masih bisa tertawa bahagia. Kendati hatinya masih sakit. Tepatnya di hadapan keluarganya, Salwa harus terlihat baik-baik saja. Tidak ingin mereka kembali mengkhawatir.
*
Meski sudah seperempat abad, untuk urusan memasak Salwa akui dia tidak bisa. Dia bisa. Hanya saja makanan yang simpel tanpa bumbu rumit aja.
Aktivitasnya padat saat di perantauan dulu. Hingga Salwa tidak punya kesempatan memasak. Salwa lebih memilih membeli di luar.
Meski saat sempat Salwa tetap ke dapur. Tetap saja bisa dihitung dengan jari.
Siangnya Salwa ke toko. Saat libur begini barulah dia bisa berada di sana.
Setelah memarkirkan motornya Salwa masuk. Terlihat beberapa pembeli di dalam. Salwa tersenyum pada mereka dan ikut melayani pembeli yang baru datang.
Pelanggan mulai sepi. Salwa menuju meja di sudut ruangan. Mengenakan kaca mata anti radiasi Salwa mulai meneliti penjualan bulan ini. Bersyukur melihat pemasukan yang naik tiap bulannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembali Pulang
RomanceMenapaki kota ini mengingatkanku akan masa lampau. Rasa sakit dan kecewa itu masih ada. Salwa Haura Masih sama dan akan terus sama. Hadi Uwais siregar