Dua Puluh Dua

3.4K 275 3
                                    

             "Setidaknya aku punya hal yang bisa dibanggakan berada di sisimu. Bukan hanya modal rasa"
                  -Unknown-
                            ❤️

        

        

            Salwa tau cepat atau lambat Hadi akan menemukannya. Seminggu ini dia berhasil kucing-kucingan dengan pria itu.
Dan seminggu ini dia berhasil menghindar. Tapi hari ini nasib baik mungkin tidak berpihak padanya.

"Aku lagi nggak mau ngomong sama kamu,"ketus Salwa sebelum Hadi membuka suara.

    Hadi yang sempat membuka mulut kembali mengatupkannya, mengangguk mengerti. Dia tidak dalam mode bisa memaksakan kehendak saat ini.

"Kasih tau aku kapan kita bahas ini. Tentunya dengan kepala dingin."

     Salwa mengedikkan bahu melihat kepergian Hadi. Tidak biasanya juga dia mengalah cepat. Biasanya Hadi akan ngotot kalau sudah berkeinginan. "Baguslah," decak Salwa terlihat tidak peduli.

     Di lain tempat Ratu semakin muak melihat tingkah anaknya yang seakan mati segan hidup tidak mau.

"Kamu kenapa sih? Ada masalah?" Hadi memandangi Mamanya.

    Ratu sempat tertegun melihat sorot mata terluka anaknya. Mata sendu yang pernah dilihatnya delapan tahun lalu. "Kenapa? Cerita sama Mama," kendati was-was penyebab murungnya sang anak seminggu ini Ratu tetap tidak bisa diam saja dan mengabaikan.

"Hadi maunya sama Haura,Ma. Hadi mau nikah sama dia." Ratu mendesah keras dan menatap sang anak dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.

"Kamu bisa menikah dengan siapapun asal bukan dengan dia." tegas Ratu tak ingin dibantah.

"Hadi maunya sama Haura,Ma."

"Lagipula Hadi sudah ngancurin hidupnya. Sudah sepantasnya Hadi bertanggung jawab."

"Selama ini Mama selalu ngajarin buat bertanggung jawab atas setiap perbuatan Hadi." tambah Hadi namun Ratu tetap tidak bergeming.

"Berapa kali Mama bilang Mama nggak suka dia."

"Tapi Hadi cintanya sama dia," Hadi terlihat frustasi. Bahkan mengusap wajahnya dengan kasar.

"Itu bukan cinta tapi obsesi,"rupanya Ratu tidak akan menyerah.

"Aku anak Mama tentunya Mama faham kalau yang Hadi rasakan itu bukan obsesi. Tapi cinta."

"Karena kamu anak Mama makanya jangan nikah sama dia." berang Ratu. Ada sorot luka dan emosi yang tidak tertangkap Hadi.

"Mama tau selamanya Hadi akan selalu jadi anak Mama. Tapi terkadang Hadi pernah berpikir ulang semua ini tidak akan terjadi kalau Hadi terlahir bukan sebagai anak Ratu Khaidar."

"Hadi Uwais,"teriak Ratu yang diabaikan Hadi. Anaknya tetap melangkah dan masuk ke kamarnya.

      Ratu berkacak pinggang dengan nafas naik turun. Tensinya langsung naik.  Sungguh ucapan sang anak sangat melukainya.

   

                        
                          *

    
      Berpikir panjang akhirnya Salwa menemui Hadi. Tidak baik membiarkan masalah berlarut-larut. Sekarang atau nanti tetap saja tidak ada bedanya.

    Salwa menyeruput coklat hangat yang di pesannya. Pagi masih menguarkan dinginnya namun mereka sudah duduk disebuah resto yang juga menyiapkan sarapan pagi.

Kembali PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang