Dua Puluh Empat

3.5K 248 7
                                    

       "Aku pernah mendorongmu begitu keras dari hatiku. Bukan kelegaan yang kudapatkan, justru sebaliknya. Aku tidak ingin seperti itu lagi"
                -Unknown-
                         ❤️



    
         Salwa mengiyakan ajakan sarapan bareng Hadi setelah dua Minggu ini menolak lantaran dia berangkat kerja pagi-pagi dan berakhir sarapan di kantor.

     Minggu ini tensi pekerjaan mulai menurun. Meski masih ada rasa kesal tapi tetap saja Salwa tidak bisa menolak.

      Masih terlalu pagi untuk berangkat kerja. Namun orang-orang sudah memadati warung Buk Win. Salwa baru kedua kalinya ke tempat ini. Namun tidak ragu mengacungi jempol untuk rasa masakannya.

       Keduanya memilih janjian di tempat. Lebih tepatnya Salwa yang menolak di jemput. Begitu sampai Salwa mengedarkan netra ke sekeliling untuk mencari keberadaan Hadi.

    Salwa mendatangi meja Hadi begitu pria itu melambaikan tangan. Menarik kursi dan meletakkan tasnya di meja.

    Hadi menyambutnya dengan senyum manis seperti biasa. Rambutnya yang dipotong pendek semakin mempertegas rahang kokohnya. "Mau pesan apa?biar sekalian."

"Nasi uduk sama air mineral aja," Hadi melangkah ke depan untuk mengantri pesanan Salwa.


      Salwa melirik sekelilingnya. Tempatnya bersih meski tergolong kecil. Menu yang ditawarkan juga beragam. Tapi untuk kali ini Salwa ingin menikmati nasi uduk yang katanya paling direkomendasikan.

          Tidak berapa lama kemudian Hadi datang dengan nampan putih di tangannya. Salwa membantu menata makanan mereka di meja.
      
          Sarapan bersama seperti ini seperti mengulang masa lalu. Dengan waktu yang berbeda. Semasa sekolah keduanya sering datang pagi kemudian sarapan bareng di kantin.
    
"Gimana?"

"Enak banget. Rasanya pas." komentar Salwa begitu menghabiskan satu sendok pertama. Hadi tertawa geli. Sejak dulu dia selalu suka saat Salwa mengomentari makanan yang mereka pesan.

      Salwa tidak bisa masak namun lumayan rewel soal makanan. Lidahnya tajam soal makanan.
   
"Disini nasi uduknya paling enak. Tadi dadarnya sudah habis." Beritahu Hadi melirik piring Salwa yang berisi telur ceplok.
  
       Salwa sempat tertegun menyadari Hadi masih mengingat salah satu makanan kesukaannya. "Nggak,apa. Ini aja." mengulas senyum tipis.
 

          Hadi mengikuti Salwa yang makan dalam diam. Begini aja Hadi rasanya sudah senang. Bisa menatap Salwa dalam jarak dekat.

    

   Salwa meletakkan sendoknya diikuti Hadi. Piring keduanya sudah bersih. Gadis itu melihat jam dipergelangan tangannya dan masih ada waktu sebelum apel dimulai.

"Mau berangkat sekarang?" Hadi juga melirik pergelangan tangannya.

"Boleh," Salwa mengikuti Hadi yang berjalan di depannya.

"Aku nggak mau dengar lagi soal masa lalu terutama soal kaburnya kita dulu." Hadi berhenti mendadak mendengar permintaan Salwa tersebut.

     Hadi berbalik dan memandang Salwa tepat di mata. "Maaf,ya. Itu pertama dan terakhir kalinya." Janjinya pada diri sendiri.

"Aku nggak menoleri untuk kesalahan yang sama. "Hadi tersenyum dan mengangguk.

     Inilah yang diinginkannya sejak dulu. Salwa berani melawan saat harga dirinya di injak-injak. Waktu telah berperan banyak untuk mengubah kepribadian Salwa. "Ngapain kamu senyum-senyum,"sembur Salwa galak.

Kembali PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang