"Karena yang membatasi kita atas dan bawah hanyalah langit dan tanah"
- Ahmad fuadi -❤❤❤
Dulu saat melangkahkan kaki dari kampungnya, kehidupan yang dijalani Salwa dan ibunya sangatlah sederhana bahkan cenderung pas-pasan. Semasa SMA dia mendapatkan beasiswa sehingga meringankan sedikit beban ibunya.
Ibunya hanya petani yang penghasilannya hanya cukup untuk makan sehari -hari. Untuk uang saku, sepulang sekolah Salwa bekerja dipenyortiran telur tidak jauh dari rumahnya.
Hasilnya sebahagian diberikan pada ibunya dan sebahagian lagi ditabung.
Salwa terbiasa bekerja keras sedari kecil. Dikarenakan keadaan yang memaksanya.Sebagai anak yang dibesarkan tanpa keluarga lengkap, kehidupannya jelas berbeda dengan anak lainnya. Ibunya harus bekerja lebih keras untuk menutupi kebutuhan mereka.
Sejak lahir sampai hari ini Salwa bahkan belum pernah bertemu Ayahnya. Pria itu meninggalkan mereka sejak dalam kandungan. Dan sampai detik ini tidak pernah mendatanginya. Dan Salwa juga tidak mau repot-repot mencarinya.
Salwa hanya fokus ke Ibunya. Meski pada akhirnya perempuan itu menyerah atas penyakit yang dideritanya. Sejak hari itu Salwa mulai mematikan harapannya untuk bertemu Ayahnya.
Kepergian ibunya jelas mengubah segalanya. Hidupnya berubah drastis dalam sekejab. Tidak ada lagi yang jadi tumpuannya. Tidak ada lagi sandarannya.
Setelah kepergian Ibunya, Salwa akhirnya diasuh neneknya. Melihat neneknya yang semakin tua membuatnya tidak tega untuk menambah beban hidup wanita tua itu.
Salwa akhirnya mengubur mimpinya untuk melanjutkan pendidikan. Mengubur segalanya bersama jenazah sang Ibu.
"Bou usap," pinta Nisa dengan mata sayu yang jelas sekali mengantuk. Salwa menepuk-nepuk pundak Nisa.
"Bobok ya, sayang."
Saat Nisa mulai tertidur pulas, Salwa menghentikan tepukannya dan memperbaiki posisi tidurnya sebelum ikut terlelap.
_________________________
Salwa begitu semangat menjemput sang nenek yang hari ini sudah diperbolehkan pulang. Rasanya sunggguh melegakan.
Meski masih lemas tapi kondisinya sudah jauh lebih baik. Tekanan darah dan gula darahnya juga sudah stabil. Terlihat dari binar wajahnya, wanita paruh baya itu senang setelah sampai di rumah.
Semewah dan selengkap apapun fasilitas Rumah sakitnya, tetap tidak bisa menandingi kenyaman rumah sendiri. Apalagi yang dibangun dengan keringat dan kerja keras. "Wa, nggak usah balik ke Batam lagi ya," pinta neneknya sore itu.
Keterkejutan terlihat diraut wajah Salwa. T "Tapi Nek, disana tempat kerja Salwa," pelannya berharap neneknya mengerti.
"Kamu kerja disini aja. Sudah 8 tahun kamu merantau, Nak." Tantenya yang sedari tadi diam ikut membuka suara.
"Iya kak. Lagipula hasil kerja kerasnya sudah membuahkan hasil. Sudah punya kontrakan 10 pintu punya tabungan dan sudah sarjana juga,". Rina membeberkan semua hasil kerja keras Salwa selama merantau selama ini.
Salwa kembali ingin membantah tapi langsung dipotong Tantenya. "Kamu bisa nyari kerja disini jadi honerer sekalian buka toko. Hasil kontrakannya juga sudah lumayan kalau untuk kebutuhanmu".
Menghela nafas Salwa akhirnya mengangguk "Salwa pikir dulu Tan." biar bagaimana pun barang-barangnya masih disana.
"Nenek bukannya maksa. Tapi sudah cukup selama ini kamu jauh. Nenek percaya kamu bisa jaga diri disana tapi sebagai orangtua Nenek ingin kita berkumpul seperti dulu,"memilih tidak menjawab Salwa hanya memeluk Neneknya. Paham sekali maksudnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembali Pulang
RomanceMenapaki kota ini mengingatkanku akan masa lampau. Rasa sakit dan kecewa itu masih ada. Salwa Haura Masih sama dan akan terus sama. Hadi Uwais siregar