-Enam Belas-

3.4K 263 11
                                    

            "Ada kalanya kita melawan bukan karena merasa benar. Tapi lelah selalu diinjak."
          
                - Anonim -
                 ❤❤❤

      Suasana pagi ini sungguh magis. Cuaca cerah namun angin berhembus lembut. Hari ini umat Islam di seluruh penjuru dunia bersukacita. Hari kemenangan telah tiba.

    Sejak semalam sampai pagi ini gema takbir terdengar dimana-mana. Rasanya seperti benar-benar pulang. Bukan hanya sekedar pulang.

    Bertahun-tahun suasana ini yang dirindukannya saat di rantau. Lebaran di kampung sendiri dengan lebaran di kampung orang sungguh jauh bedanya.

    Sholat Ied diadakan di lapangan sepak bola. Perbatasan antara kampung mereka dan kampung sebelah. Saat sampai hampir sebagian lapangan sudah penuh.

   
    Kebiasaan di kampung mereka usai sholat Ied ziarah ke makam keluarga. Salwa dan keluarga berjalan ke pemakaman umum yang tidak jauh dari perkampungan.

       Suasana jalanan sungguh lengang. Sepanjang jalan jika bertemu tetangga tak lupa saling bermaafan. Karena biasanya untuk saling mengunjungi seperti dulu sudah tidak ada waktu.

     Ada yang mudik, kedatangan keluarga besar dan kesibukan lain. Salwa mengelus lembut nisan Ibunya. Tersenyum lembut sekalipun matanya mulai basah.

      Matanya sudah mulai bengkak. Bahkan pagi tadi saat sungkem Salwa sudah menangis hebat di pangkuan neneknya. Bisa dibilang lebaran kali ini sungguh melankolis.

     Salwa menceritakan banyak hal dalam diamnya. Meski Ibunya tidak merespon setidaknya perasaannya jauh lebih baik.

    Saat pemakaman mulai sepi Salwa lantas berdiri diikuti Rina. Nenek dan Tantenya sudah pulang duluan sejak tadi.

   Keluarga yang lain sudah mulai berdatangan hingga keduanya tidak bisa lama-lama menemani Salwa.

     Suasana rumah sudah ramai oleh keluarga. Lantaran sang nenek satu-satunya yang masih sepuh di keluarga mereka makanya semua berkumpul disana.

    Salwa menyalami keluarga yang sudah berdatangan. Masuk ke kamar untuk ganti baju. Dia tau suasana begini tidak akan bebas bergerak kalau memakai gamis.

   Salwa mengganti gamis putihnya dengan tunik biru semata kaki dipadukan jeans longgar dan Khimar senada baju yang dikenakannya.

    Keluar kamar Salwa memilih ke dapur. Melihat piring yang sudah menumpuk lantas dia menyingsingkan lengan bajunya.

   Salwa lebih memilih mencuci piring dibanding ikut berkumpul bersama keluarga lainnya. Bukan apa-apa dia masih tidak nyaman.

    Masih bisa didengar masih ada yang berbisik-bisik tentangnya. Nadanya memang kelihatannya peduli namun jatuhnya malah nyinyir.

     Padahal sudah lama berlalu tapi mereka sepertinya belum berhenti menggunjingnya.

     Ada yang berbisik-bisik namun ada juga yang terang-terangan membicarakannya. Salwa sudah ingin membungkam mereka yang mengatainya namun urung melihat neneknya menggelengkan kepala.

"Ya,ampun. Salwa. Ponakan cantikku." Heboh seorang wanita berpenampilan mencolok mendatanginya.

    Salwa mencoba tersenyum walau kaku."Sini sayang. Tante kangen sama kamu." Wanita yang dipanggil Lila itu memeluknya heboh.

      Tidak ada yang dilakukan Salwa selain pasrah. Percuma menolak. Terlalu hapal tabiat Lila. "Apa kabar sih sayang. Duh, kangennya."

"Baik,Tante."

Kembali PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang