-Sepuluh-

4.6K 322 7
                                    

            "Rindu yang paling menyakitkan itu, rindu pada yang telah tiada"
                - Anonim -
                     ❤❤❤  

        Sebelum bulan Ramadhan datang esok hari, Salwa pergi ziarah ke makam ibunya. Membersihkan makam serta memanjatkan doa. Meluapkn segala rindunya yang tidak akan pernah berbalas.

          Pemakaman terlihat ramai dengan para peziarah. Kebiasaan setiap memasuki bulan suci semua berbondong-bondong ke makam keluarganya. Membersihkan makam dan berziarah.

              Momen ini selalu dirindukan Salwa saat masih di perantauan dulu. Kalau dulu hanya bisa mengirimkan doa tanpa mengunjungi makamnya. Tapi kini, Salwa sudah bisa mengunjungi makamnya sambil berdoa.

     Salwa duduk bersimpuh. Air mata membasahi wajah putih tersebut. Selalu seperti itu setiap berziarah. Air matanya tidak akan tertahankan.

             Rindu kian menyeruak kalbunya.Rasa rindu yang tidak bertepi. Andai bisa, Salwa akan menyerahkan segala yang dia miliki agar ibunya kembali. Walau hanya beberapa waktu.

    Tidak masalah hidup kekurangan seperti dulu asal sang ibu di sisinya. Tidak masalah Salwa harus kerja keras. Asal Ibunya hidup lagi.

     Tapi semua itu mustahil. Itu hanya akan jadi mimpi yang tidak akan pernah terwujud. Sampai kapanpun. Selesai mengaji Salwa memanjatkan doa. Agar kuburan sang ibu selalu dilapangkan dan diterangi.

      Setelah mencium nisan sang ibu dengan sangat lama Salwa berdiri. Beranjak dari makam dan pulang ke rumah. Tanpa pernah mengurangi rasa rindunya setitik pun pada wanita yang melahirkannya itu. Yang mencintainya tanpa syarat.

                    

                       *

            
     Malam harinya Salwa membantu tantenya masak untuk sahur nanti. Membantu tantenya masak selalu disukainya. Karna bisa sekalian belajar masak.

   Biasanya saat di tanah rantau dulu Salwa akan membeli makanan di luar. Kesibukannya sebagai karyawan sekaligus mahasiswi tidak memungkinkan baginya untuk memasak. Lebih tepatnya Salwa tidak punya waktu dan sudah capek saat sampai di kos.

        Meski kadang tidak sehat dan lumayan boros. Tapi Salwa tidak punya pilihan. Dia harus mampu memanagement waktu agar semua tidak keteteran. Kerja sambil kuliah itu bukan hal yang mudah.

"Ayamnya diapain tante?" tanya Salwa sambil mencuci ayam di wastafel.

"Mau dibuat semur sama ayam kecap aja. Sayurnya rebusan bayam sama tumis kangkung. Sama sambal teri." Salwa tersenyum mendengarnya. Rasanya tak sabar menyantap menu tersebut.

"Salwa bantuin apa dulu nih?"

"Goreng aja kerupuknya."Salwa menerima plastik putih berisi krupuk singkong. "Selesai itu potong bawangnya ya."

"Siap tante." Ibu dan Tantenya pintar masak. Sayang bakat itu tak menurun padanya.

    Bukannya tidak bisa memasak. Hanya saja masakan Salwa biasa rasanya. Tidak terlalu enak dan tidak buruk juga. Nggak bisa dibanggakan.

"Ibumu suka banget sama sayur bayam." mendengar itu Salwa tersenyum. Ingatannya kembali menyeruak pada Ibunya.

"Setiap bulan puasa begini dia paling semangat." tambah Salwa

"Iya dia yang paling heboh sendiri. Jadi makin rindu sama beliau." Salwa tersenyum melihat mata tantenya berkaca-kaca. Keduanya bernostalgia akan sosok Ibunya. Mengenang segala kebaikan dan ketulusan hatinya. Kenangan yang akan selalu terpatri indah diingatan Salwa.

Kembali PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang