athar's pov
"Sorry, kursi ini kosong?"
Aku mendongak dari jejeran tuts keyboard, dan bertemu dengan raut sumringah Marissa.
Pandanganku menyapu Javaroma, kedai kopi di perpustakaan kampus, yang ramai bukan main. Memang sudah tidak ada tempat kosong. Tak punya pilihan, aku mengangguk mempersilahkan.
Mahasiswi psikolog itu tersenyum berterima kasih dan meletakkan laptop-nya yang berwarna merah muda di meja. Hidungku spontan menghirup aroma bunga-bungaan yang bikin gatal. "Hai, aku Marissa."
Kuabaikan uluran tangannya. "Udah tau."
Ia menurunkan tangannya dengan anggun, tidak terlihat canggung melakukannya. "Kakak itu pacarnya Kak Nadine, ya? Kak Nadine mana?"
Aku mengangkat bahu tak peduli. Di luar sandiwara kami, Nadine dan aku punya hidup masing-masing. Suara Marissa begitu halus dan lembut, terkesan keibuan. Tetapi ada yang terasa janggal, sama seperti mata Nadine yang seperti kaca; tidak dapat ditembus.
Marissa tertawa kecil, yang bunyinya anehnya bisa merdu sekali. Menarik beberapa pasang telinga pengunjung pria di sekitar meja kami.
"Maaf, aku ganggu Kakak, ya?"
"Iya. Ketawa lo berisik."
Bukannya menutup mulut seperti yang kuharapkan, Marissa justru mencondongkan tubuh lebih dekat, berbisik, "Maaf ya, kak, aku emang suka sksd hehe. Kakak lagi ngapain?"
Ya Tuhan, bagaimana Sena bisa tahan dengan perempuan banyak omong seperti ini?
"Menurut lo?"
"Ngerjain tugas, sama kayak aku. Tugas apa kak?"
Aku memberinya tatapan tajam dan tidak membalas. Semoga ia berhenti mengoceh dengan sendirinya. Marissa membalasnya dengan seulas senyum lugu dan mengangguk-angguk.
Setelahnya, ia tidak mengajakku bicara lagi. Bagus.
Aku hampir lupa dengan keberadaannya yang berbagi meja denganku ketika tahu-tahu saja ia berdiri. "Aku mau pesen lagi. Kakak mau nitip?"
Aku menggeleng.
Marissa lantas kembali duduk.
"Kenapa nggak jadi?"
"Males kalo cuman minum sendiri. Aku boleh nanya nggak?"
"Nggak."
"Kenapa Kakak suka Kak Nadine?"
Ada apa dengan cewek ini? Kenapa semua gadis yang dikencani Sena aneh-aneh?
"Karena nggak ada alasan buat nggak suka sama dia," jawabku menutup laptop, tidak tahan lagi akan sosok Marissa yang sok akrab.
"Lucu," Marissa tersenyum simpul, tangan menopang dagu. Cantik. "Itu juga jawaban Kak Sena pas aku nanya hal yang sama."
Sebentar. Ada yang janggal. Bukankah pada umumnya pacarmu tidak akan membanggakan mantannya di depan pacar barunya?
"Lo dan Sena nggak jadian?"
Marissa tersenyum lebar, kentara benar senang berhasil menarik perhatianku. Ia meletakkan jari telunjuknya di depan bibir. "Rahasia. Kalo Kakak mau tahu, kita harus tukeran rahasia. Gimana?"
"No, thanks."
Pacarku aneh. Marissa rupanya tak kalah aneh. Para cewek memang aneh dan merepotkan.
+ e d g e o f d a w n +
YOU ARE READING
Edge of Dawn [✔]
Short StoryAthar and Nadine aren't meant to be, but they can manage. // edge series #1