36; his lunch

1.5K 397 42
                                    

athar's pov

Hari ini aku bertemu Tante Imelda tanpa Nadine.

Tujuanku untuk membersihkan nama Nadine yang mulai dicap 'cewek matre' oleh beliau. Oh tentu saja aku tidak peduli dengan pendapat wanita ini, tetapi lain cerita bila rumor ini sampai ke telinga Ayah.

Ayah mulai terikat dengan Nadine, dan harus tetap begitu. Kemiripannya dengan Tante Suli adalah pemicunya, sisanya adalah bagaimana pacarku bisa berakting dengan luwes menjadi menantu idaman.

Cemilan di rumah tidak lagi diisi oleh toples kue kering buatan Tante Imelda, melainkan kue-kue enak dari berbagai toko yang Nadine beli setelah riset berkepanjangan di depan laptop.

Setiap Ayah pulang pasti selalu memutar radionya, dengan kaset lagu-lagu lawas yang entah bagaimana Nadine bisa miliki, apalagi selera musiknya sama dengan beliau. Akun spotify family buatan Tante Imelda sudah terlupakan.

Perlahan tapi pasti, Nadine menyingkirkan keberadaan Tante Imelda dalam hidupku dan Ayah.

Terkadang, mereka berdua bisa bertemu tanpaku. Jalan-jalan sekadar mencicipi teh dan kue basah. Tentu saja Nadine memberiku daftar sogokan yang harus kupenuhi sebelum berangkat, tapi aku tidak benar-benar menyangka pacarku itu mengiyakan ajakan Ayah.

Nadine terlalu angkuh untuk mengakuinya, tapi diam-diam ia selalu pulang dengan senyum kecil usai menghabiskan waktu bersama Ayah.

Mungkin, dalam satu dan lain hal, Ayah memberikan figur seorang bapak yang tidak pernah Nadine miliki sejak Papanya terlalu sibuk dan hanya mengirimkan uang sebagai bukti kasih sayang.

"Akhirnya kamu mau makan siang berdua bareng Tante, ya. Kita ngobrol-ngobrol, yuk. Rasa pastanya gimana, Thar? Enak?"

Kuberikan anggukan singkat sebagai jawaban. Misiku sudah selesai tadi, sebelum pesanan datang aku sudah memberikan penekanan bahwa Nadine bukan Tuan Krab versi manusia. Sekarang aku hanya perlu menghabiskan makanan dan angkat kaki.

Pantang menyerah, beliau mencari-cari topik baru, "Tumben kamu pesen lemon tea minta esnya dibanyakin."

Sesaat aku mengerjap. Sejak bersama Nadine, aku selalu memesan minuman apa pun dengan es yang lebih banyak. Hobi makan es batunya tidak pernah bisa kupahami, tapi melihatnya mengigiti es dengan semangat membuatku tak urung ingin memberinya lebih.

"Nadine suka ngemil es batu, ya?" tebak Tante Imelda tepat sasaran.

"Iya, padahal kan cuman air dibekuin, tapi dia suka banget. Makanya jadi kebiasaan sekarang, minta esnya yang banyak."

Wanita di hadapanku ini tertawa, meski jawabanku tidak ada lucu-lucunya sama sekali. Dasar perempuan dan selera humor mereka.

"Kamu ini, giliran tentang Nadine aja langsung cerewet. Bu... apa istilahnya? Bucin? Budak cinta?"

Spontan aku tersedak.

Aku? Budak cintanya Nadine? Omong kosong!

Dia itu tuan Puteri yang harus selalu dituruti keinginannya, hamba sahaya baru istilah yang tepat!

Begitu tenggorokanku sudah lega usai menegak teh, aku buru-buru menggeleng. Aktingku sebagai pacar tidak sampai pada tahap mengganti imejku menjadi budak cinta, enak saja.

"Tante seneng, deh, kamu sayang banget sama Nadine. Dia wanita yang beruntung sekali, dicintai oleh pria Shailendra. Semoga suatu saat Ayah kamu juga melihat Tante seperti caramu melihat Nadine, ya?"

Sinting. 

Beliau mendadak blak-blakan sekali! Sejak kapan Tante Imelda seagresif ini mengejar Ayah? Apa ia merasa tersaingi oleh Nadine? Kuputuskan untuk mengabaikannya dan fokus menghabiskan pesananku.

Sebelum pulang, Tante Imelda memintaku menyampaikan pesan untukku selalu menjaganya baik-baik.

Menyebalkan. Tanpa perlu disuruh pun, aku pasti tidak akan membiarkan sesuatu yang buruk terjadi pada pacarku.

Apalagi sampai jatuh ke tangan Bang Eros.

+        e d g e o f d a w n         +

Edge of Dawn [✔]Where stories live. Discover now