38; his princess

1.5K 399 50
                                    

athar's pov

Ada yang salah dengan Nadine.

Dia mendadak datang ke apartemenku jam sepuluh malam dengan baju basah kuyup dan raut muka kaku tak mau diganggu. Matanya kosong. Aku hampir saja mengira ia kerasukan setan.

Begitu ia sudah berganti baju dan meminum seteguk matcha latte favoritnya, Nadine bertanya tanpa nada.

"Are you happy?"

Pertanyaan yang aneh, sejak kapan Nadine peduli dengan perasaan orang lain selain Sena?

"I'm fine," balasku usai berpikir sejenak. Aku tidak pernah benar-benar memikirkan konsep bahagia, dan tidak berniat memulainya malam ini.

"Are you happy with me?"

Hm? Apa Nadine mabuk? Tidak, tidak tercium aroma alkohol. Aku tidak bisa membaca mimik muka maupun pikirannya, maka pilihan yang tersisa hanya menjawab dengan jujur. "I guess I am. Why, Princess?"

"Good," Nadine menggeleng dan tidak bertanya apa-apa lagi.

"And you? Are you happy with me, Princess?"

Nadine tidak menjawab. Matanya hanya terpaku pada cairan hijau di dalam gelas. Baiklah, tak masalah, dia hanya sedang tidak ingin diganggu.

Aku sampai pada tegukan teh yang ketiga saat mendadak Nadine menjawab, masih dengan tanpa emosi, "I don't know. Am I happy, Athar? Do I look happy?"

Nadine galau dan gundah gulana? Apa kiamat sudah dekat? Dan kenapa ia memanggilku dengan nama? Mana kata kapten yang suka ia ucapkan seenak jidat?

Pasti ada sesuatu yang salah.

"Cut the crap, Princess. What's happened? Is it Bang Eros? Sena?"

Mata Nadine berkedip cepat begitu mendengarku menyebut nama Sena. Ah sial, mantan brengseknya kembali berulah rupanya.

"Fine. What do you want me to do? I can kick his ass and maybe one or two punch in his pretty face."

"Don't."

"Okay. Poisoned food or any fake incident you want, let's do that. My aunt is a lawyer, he can help us if we get caught. As long as we didn't kill him, tho."

"Athar."

Kuletakkan kedua tanganku di atas bahunya, mengguncang tubuhnya pelan. Secara mengejutkan nada bicaraku terdengar frustasi saat berujar, "Kamu mau aku ngapain, Princess? Bilang, jangan diem aja. Aku nggak tau harus ngapain kalo kamu kayak gini."

Harusnya Nadine mencubit pinggangku, atau memukul pundakku, menjadikanku samsak pribadinya, atau apa saja, asal bukan diam sekaku patung seperti sekarang. 

"Talk to me, Nadine. I'm here. Promise I won't tell anyone."

Mendadak Nadine mengangkat wajah, menatapku lurus-lurus. Melontarkan pertanyaan yang tidak terduga. "If our relationship is real, if I'm just your typical good girl, will you cheated on me, Athar?"

Aku tidak perlu berpikir dua kali untuk menjawab, "No."

"Why?"

"It takes too much energy to hide and lie, so I really don't see the point," jawabku jujur. Mengurus satu Nadine saja aku sudah kerepotan setengah mati, apalagi dua? "If I catch feelings for someone else, I'll break up with you. Plain and simple."

Untuk pertama kalinya, aku melihat Nadine ternganga seolah tidak percaya akan pendengarannya sendiri. Sebelum aku sempat bertanya, tawanya menyembur kencang.

Pacarku tertawa begitu lepas, begitu bebas, begitu cantik.

Aku bisa apa selain tersenyum memandanginya?

"That's so you, Captain," ujarnya setelah lelah tertawa, matanya tidak lagi kosong, sudah ada sinar kehidupan di sana. Ada perasaan bangga di dadaku melihat bahwa akulah penyebab perubahan itu.

"Mau carpool karaoke malam ini, Princess?"

"Mampir McD dulu, kamu yang bayar!" pacarku menyahut riang seraya menyambar jaket, kunci mobil, dan dompetku sekaligus. Berani bertaruh McDonalds bukan satu-satunya tempat ia menguras kantungku.

Aku tidak berusaha mencegahnya, karena sepertinya ucapan Tante Imelda tempo hari itu benar adanya.

Aku sudah menjadi budak cinta Nadine.

+         e d g e o f d a w n          +

Edge of Dawn [✔]Where stories live. Discover now