nadine's pov
Kenapa Sena tidak terlihat marah?
Jelas-jelas tersuguh di depan matanya pemandangan dua pasangan dimabuk cinta, dan yang ia lakukan justru makan nasi padang dengan tenang?
Aku sengaja memilih meja di sini, bersama Athar, berbagi semangkuk es buah. Sementara Eros duduk di meja tidak jauh dariku, menemani Marissa memakan bekal saladnya dengan gombalan-gombalan maut tak mutu, sesuai perintahku.
Kenapa kamu tidak bereaksi apa-apa?
Aku membuka mulut, membiarkan Athar menyuapkanku potongan es batu yang berlumur kuah sop buah. Gigiku bergemeletuk mengunyah dengan gusar. Aku langsung tersedak begitu menyadari ada sensasi asing di mulutku.
"Aku nggak suka pepaya, Captain!" gerutuku spontan meludah pada gumpalan tisu.
Athar mengusap bibirku dengan tisu sambil bergumam, "Aku tahu. Jangan ngelamun, nanti kesurupan."
"Cemburu?"
Athar memutar bola matanya jengah, sementara tangannya dengan atentif memisahkan potongan pepaya ke pinggir. "Waktu itu aku ketemu Marissa. Dia bilang dia nggak pacaran sama Sena."
"Of course they won't! Or else we'll called her pelakor," Aku merebut sendok dari genggaman Athar, mengambil sebongkah besar es batu dan mengunyahnya cepat. "There's a thing called HTS, Captain. Hubungan Tanpa Status."
Ucapanku dijawab oleh keheningan, sebab Athar sudah kehilangan minat dengan sop buahku dan kini sibuk melipat origami dengan tekun.
"Captain!"
"What?" pacarku menyahut sambil lalu, jemarinya sibuk melipat sana sini. "Marah-marah aja, aku sambil dengerin, kok."
Sial, harusnya aku tidak mendukung hobi origaminya. Bukan Sena saja yang tidak memberiku respon yang kuinginkan, Athar juga sama tidak pedulinya padaku dan lebih menyayangi origaminya.
Baiklah, mari mengambil tindakan drastis.
Aku bangkit berdiri dan menghampiri meja Sena. Sontak teman-temannya merendahkan suara dan saling melempar pandangan. Targetku sendiri telah berhenti mengunyah dan meletakkan ponselnya.
"Kenapa, Nad?" tanya Bisma menyibakkan poninya, upaya menyedihkan yang selalu ia coba untuk mendapatkan hatiku dulu.
Aku melempar senyum riang, "Gue mau bicara sama Sena sebentar, boleh?"
"Princess."
Aha, siapa lagi pemilik suara sinis itu kalau bukan kapten bajak lautku?
Dari sudut mataku, kulihat Eros dan Marissa sudah berhenti mengobrol dan mengamatiku, sama seperti separuh isi kantin. Ck, manusia dan rasa ingin tahu mereka.
Sena sendiri sudah setengah berdiri, hendak menuruti permintaanku. "Kenapa, Ad?"
Kuamati mantanku. Kemeja garis-garis, celana jins hitam, wajah mulus tanpa cela, berikut makan siangnya berupa nasi padang dengan paru yang sudah dihabiskan separuh dan teh hangat. Di sampingnya ada kacamata baca dan iPhone seri terbaru.
Lantas kulirik Athar, yang balas menatapku dengan pandangan tidak setuju. Selain itu, ia hanya berdiri tenang di sampingku, tidak memaksaku angkat kaki.
Terlepas dari ketidaksukaannya pada Sena, Athar menghargaiku dan percaya pada pilihan yang kuambil.
Sungguh pacar yang baik.
(Atau, dia sudah belajar dari pengalaman untuk tidak menghalangiku mendapatkan apa yang kumau)
"Enggak, deh, enggak jadi, hehe," seraya nyengir, kugandeng lengan Athar dan menyeretnya pergi dari kantin.
Begitu kami sudah menjauh dari telinga-telinga yang penasaran, Athar mengerutkan kening, "Kenapa senyum-senyum?"
"Sena cemburu!" jawabku riang, memain-mainkan origami pikachu Athar yang baru saja ia selipkan ke tanganku.
Pacarku hanya geleng-geleng kepala. Tidak bertanya lebih lanjut karena ia tahu otaknya tidak akan paham.
Bahwa Sena sungguhan cemburu, karena kalau tidak, kenapa layar ponselnya menunjukkan chat room Marissa beserta pesan yang belum terkirim?
+ e d g e o f d a w n +
YOU ARE READING
Edge of Dawn [✔]
Short StoryAthar and Nadine aren't meant to be, but they can manage. // edge series #1