4 C

1.8K 284 4
                                    

"Apa?"

"Untuk disimpan."

Setelah ditinggal sendiri, dengan gaun dan perhiasannya telah dilepaskan, Doyoung bisa mendengar Jaehyun melepas pakaian, memberitahu pakaian yang dia pilih untuk makan siang besok kepada pelayan. Pria itu jelas sudah terbiasa melepas dan melempar pakaiannya dengan sukarela serta membiarkan orang lain mengambilnya.

Doyoung mengenakan gaun malam itu, merasa gugup dan marah membayangkan berbagi tempat tidur dengan Jaehyun. Ia ingin meringkuk di tempat tidur dan melewati malam seorang diri. Dan ya, ia ingin mengenang ciuman mereka, mengingat kembali rasa bibir Jaehyun, kenikmatan yang membuatnya menggigil meskipun itu hanya di depan kamera. Doyoung ingin mengenangnya seorang diri, membutuhkan jarak sebelum ia bisa menatap mata Jaehyun lagi, namun ia justru harus melewatkan malam bersama pria itu. Ia kini bisa mendengar Jaehyun mendekat, mengucapkan terimakasih kepada si pelayan, memberitahukan bahwa dia tidak memerlukan mereka lagi malam ini.

"Bawakan sarapan jam tujuh," perintah Jaehyun angkuh. "Oh, dan koran tentunya."

Doyoung mendengar pintu tertutup kemudian hening, tapi ia hanya berdiri di sana.

"Doyoung?"

Ia hanya berdiri di sana.

"Hanya ada kita sekarang."

Dan itulah sebabnya ia begitu gugup untuk keluar!

Jaehyun tidak perlu tahu ia begitu gugup; sebaliknya, Doyoung akan menunjukkan kemarahannya. Ia melangkah keluar dari kamar ganti, merasa sangat canggung dalam gaun tidurnya yang pendek dan berenda. Ia tidak pernah memakai gaun tidur sejak berusia empat tahun, dan jelas bukan gaun yang panjangnya hanya setengah paha dengan bertali tipis yang tentunya akan terlepas jika ia berani berguling pada malam hari. Doyoung lebih terbiasa dengan kaus atau piama untuk tidur.

Ia juga lebih terbiasa sendirian di tempat tidur dengan sebuah buku dan bukan tempat tidur besar yang sedang Jaehyun duduki sambil membaca pesan di ponsel. Pria itu telanjang dari pinggang ke atas, mendongak ketika Doyoung melangkah masuk kemudian kembali membaca pesan di ponselnya. "Dan kupikir berbagi kamar ganti itu buruk. Dia mengharapkan aku melepaskan pakaian di depannya. Apakah kau tidak tahu bagaimana cara melepaskan pakaianmu sendiri? Mereka melepas gaunku dan perhiasannya..." Jaehyun tidak menjawab. Sejak mereka tiba di sini Jaehyun tidak melibatkan diri dalam percakapan sekecil apa pun dan Doyoung merasa sudah cukup. "Ini," kata Doyoung gemetar, "bukan-"

"Aku tahu itu," potong Jaehyun. "Tapi tidak ada yang bisa kita lakukan sekarang. Jangan khawatir," ujarnya. "Aku akan tidur di sofa." Jadi, ia akan tidur di sofa sebentar lagi, tapi sekarang, melihat Doyoung dalam gaun tidur tipis, kecantikannya saat melangkah keluar dari kamar ganti, berarti, paling tidak untuk beberapa saat lagi, hal paling pantas untuk dilakukan adalah tetap berada di balik selimut dan membaca pesan membingungkan dari adiknya saat Doyoung terus berbicara dengan gugup.

Doyoung duduk di tepi tempat tidur, masih marah dengan perlakuan tersirat dari si pelayan. "Seakan-akan aku akan kabur pada tengah malam dengan perhiasan milik kerajaan Santina."

"Aku yakin ayahmu akan melakukannya..." Jaehyun tertawa kecil. "Atau Seulgi eomonim. Kau bilang dia dulu punya toko. Mungkin...?" Ia bermaksud bergurau, untuk meredakan suasana yang tegang, tapi ketika mendongak dan melihat wajah Doyoung yang mengernyit, ia cepat-cepat minta maaf. "Aku minta maaf, Doyoung, itu hanya-"

"Lelucon-" Doyoung menatapnya "-memang seperti itulah keluargaku bagimu."

"Tidak."

"Ya." Doyoung memejamkan mata selama sedetik. "Pidato Ayah..." Bagaimana ia bisa menjelaskan tentang ayahnya,betapa pun ayahnya sering kali bersikap tak pantas, namun dia juga penyayang dan baik hati? "Dia orang baik, jika saja keluargamu yang sedingin es itu memberinya kesempatan."

Playing The Royal Game (JaeDo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang