Epilog

4.1K 255 18
                                    

"SATU lagi!" Fotografer berkeras, dan saat Doyoung berdiri untuk satu foto lagi sebelum menuju pesta malam itu, ia ingin sekali melihat foto itu besok pagi, karena tentunya ia akan tampak berbeda, jelas sekali bagi semua orang apa yang baru saja terjadi—pasangan yang berbahagia itu baru saja jatuh cinta? Tubuh Doyoung masih berdenyut-denyut oleh sentuhan Jaehyun.

Tapi fotografer menginginkan pengambilan gambar formal terakhir; karena malam ini, tidak boleh ada kamera. Sewaktu pasangan baru kerajaan masuk dan pintu menutup di belakang indah dan malamnya... well, siapa yang tahu, tapi malam ini orang kaya lama dan baru akan berbaur.

"Kau tampak memukau." Changmin tersenyum saat Doyoung melangkah masuk dan menerima segelas sampanye. "Oh, dan aku tidak sempat mengatakannya sebelum ini. Leeteuk..."

Ia berpaling kepada Ratu. "Kau tampak menakjubkan. Aku suka rambutmu!"

Jaehyun tidak berkata apa-apa, setidaknya sampai mereka aman di lantai dansa. Di depan umum, bahkan pada malam pernikahannya, Jaehyun masih tetap bertugas, masih menjadi manusia es seperti penilaian ayahnya, tapi saat mereka berdansa, obrolan di antara mereka tidak bisa didengar siapa pun. Cinta di antara mereka sangat jelas.

Karena ketika Haechan mulai bernyanyi, ketika pasangan yang lebih senior mulai berdansa, semua orang melihat Doyoung tertawa sewaktu Jaehyun mengatakan sesuatu kepada pengantinnya, sesuatu yang membuat kepala Doyoung terdongak ke belakang dan tertawa.

"Ayahmu sedang merayunya."

"Tidak." Doyoung tertawa. "Dia hanya... Ayah."

"Ayahku yang malang." erang Jaehyun, menyaksikan Kangin memeluk istrinya lebih erat.

"Dia tidak pernah sebahagia ini." Doyoung tersenyum dan menyandarkan kepala di bahu Jaehyun, mendengar suara Haechan yang memukau memenuhi ruangan. Bahkan meski Doyoung ingin tetap di tempat tidur, ia kini bisa berbahagia pada momen ini untuk selamanya, berdansa dengan suaminya, keluarganya dan keluarga Jaehyun bersama-sama dan cinta memenuhi ruangan.

"Sebentar lagi kita akan berpidato." Jaehyun memeluknya lebih erat. "Kau bisa memberikan bukumu pada ayahmu."

"Bisakah kau melakukannya?" tanya Doyoung. "Sebagai bagian dari pidatomu."

"Aku merasa terhormat melakukannya."

"Setelah itu, kau akan melempar buket..." Jaehyun berhenti. "Oh ya, kau tidak punya buket lagi."

"Aku minta maaf," kata Doyoung. "Sepertinya melempar buket saat di gereja adalah hal yang benar untuk dilakukan."

"Itu memang hal yang benar untuk dilakukan," kata Jaehyun. "Orang-orang berhak menjadi bagian dari hari ini."

Jaehyun tersenyum, senyuman yang akan selalu memenangkan hati Doyoung. "Kau suka bunga yang kutambahkan?"

"Itu kau rupanya!" seru Doyoung. "Kupikir itu karena kita melupakan sesuatu yang berwarna biru."

"Biru?" Jaehyun mengernyit, karena ia tidak mendengar tradisi semacam itu. "Pengantin selalu membawa karangan bunga mawar putih, dipetik dari istana Santina—itu setidaknya keliru. Ketika berkendara di Santina, sewaktu pesawatku mendarat, ketika aku melihat bunga-bunga itu terhampar di mana-mana selalu membuatku teringat dirimu."

"Bunga liarmu," goda Doyoung.

"Tidak—aku meminta namanya diganti. Bunga itu akan menjadi bunga kebangsaan kita, Santina Star. Aku menyadari bagi kita itu bunga biasa, tapi bagi dunia itu luar biasa." Jaehyun mencium pipinya; menarik Doyoung lebih dekat dan dalam dirinya bersemi, hatinya merekah saat mulut Jaehyun mendekat ke telinganya.

"Seperti dirimu bagimu."

END

NO SEKUEL SEKUEL KLEB YA GAES. PERCAYALAH GAK ADA LAGI. INI UDAH PIKS DARI SONONYA .g

Playing The Royal Game (JaeDo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang