8

1.5K 260 4
                                    

KETIKA pria itu sudah pergi, Doyoung mencoba menelepon Haechan, tapi hanya disambungkan ke mesin penjawab. Ia juga mencoba menelepon Taeil, tapi hasilnya sama. Ia sangat mencemaskan Taeil. Doyoung melihatnya mengobrol dengan salah seorang sepupu jauh Jaehyun di ppesta dan sesuai dengan karakter asli Taeil, gadis itu seketika menikah dengan pria itu!

Namun bukannya mendengar kebahagiaan pernikahannya, Doyoung menerima sejumlah e-mail panjang tentang Taeil merasa gila karena terjebak di pedesaan yang entah di mana. Doyoung mengerti yang Taeil rasakan, ia benar-benar mengerti bagaimana perasaan gadis itu. Tapi tidak seperti saudara tirinya, yang memohon untuk merahasiakan apa yang dia tulis, Doyoung diminta untuk tidak memberitahu siapa pun sampai waktu yang belum ditentukan. Bukan karena takut dengan akibatnya sehingga ia memilih bungkam; namun beban yang akan ditanggung oleh anggota keluarganya, jika memberitahu yang sebenarnya. Akhirnya Doyoung membawa tehnya ke balkon dan menelepon ayahnya.

"Mereka keluarga yang aneh," kata Changmin ketika percakapan beralih ke pesta dan drama yang terjadi sejak saat itu. "Kau tahu, Seungcheol masih di Santina, dan dia berhasil meminta Jeonghan, kakak Jaehyun, bekerja untuknya!"

"Yang benar saja!" Bagaimana mungkin ia tidak tahu? "Kenapa tidak ada yang mengatakan apa pun kepadaku?"

"Kurasa mereka mengira kau sibuk," jawab Changmin, kemudian terdiam sejenak sebelum melanjutkan. "Tunanganmu itu sedingin es."

Doyoung tersenyum karena ayahnya menggunakan kata yang sama. "Hanya di dekat keluarganya," sahut Doyoung, dan itu hampir benar, karena jika Jaehyun sedang bersikap baik... Doyoung menatap cincinnya, teringat ciuman yang mengikutinya dan percakapan sebelumnya.

"Tapi Leeteuk baik"

"Leeteuk?" Doyoung mengernyit. "Maksud Ayah sang ratu? Ayah tidak boleh memanggilnya Leeteuk."

"Katanya aku boleh," sahut Changmin. "Kami minum teh bersama. Aku tersesat ketika joging setelah pestamu." Doyoung tidak tahan untuk terkikik; itu tawa pertamanya sejak begitu lama. "Dia sedang minum teh di balkon kecilnya," kata Changmin. "Sendirian..." Saat itulah mata Doyoung terbuka dan ia meletakkan cangkir yang sedang ia pegang. Mendadak ia mendapatkan gambaran akan masa depannya, karena hal itu sudah terjadi. "Suatu kejahatan kalau kau tanya aku," kata Jaehyun. "Wanita secantik itu..."

"Apa maksud Ayah?"

"Well, Raja tidak terlihat. Hanya ada Ratu dan gaun tidur sutranya yang tipis."

"Ayah!" bisik Doyoung tajam, merasakan bayangan menakutkan kepala pelayan sedang mendengarkan. "Ayah tidak boleh berkata begitu."

"Apa? Aku tidak boleh bicara dengan putriku sendiri?"

"Ayah tidak boleh merayunya..." Doyoung masih berbisik. "Ayah, katakan kepadaku kau tidak merayunya." Ya Tuhan! Jaehyun benar, keluarga Doyoung memang mengejutkan.

"Aku tidak melakukan apa-apa," ujar Changmin. "Kami minum teh dan mengobrol sedikit, dia wanita yang menyenangkan."

"Ayah tidak boleh mengatakan ini kepada siapa pun," kata Doyoung. "Ayah..."

"Aku tidak bicara kepada siapa pun, aku bicara denganmu! Lagi pula, aku harus pergi. Ada wawancara yang harus kulakukan."

"Wawancara?"

"Akan kuceritakan lagi nanti kepadamu jika aku sudah tahu lebih banyak."

Jaehyun benci karena tidak tahu apa yang sedang terjadi, ia yakin ada hal-hal yang disembunyikan darinya. Ia sangat muak terkurung sehingga ketika pelayan kembali, kemarahan Doyoung juga bangkit.

"Bisakah kau menyiapkan mobil?" tanya Doyoung, dan ketika si pelayan hanya mengerjap, ia menambah perintahnya. "Dalam lima belas menit."

"Dengan sopir?" tanya si pelayan, dan Doyoung cukup bijaksana untuk tidak melanggar tradisi sepenuhnya, setidaknya dalam tembok istana. "Ya, dengan sopir, aku ingin melihat-lihat pulau ini sedikit. Terimakasih."

Playing The Royal Game (JaeDo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang