11 C

1.3K 222 12
                                    

"Aku tidak ada hubungannya dengan semua ini," kata Jaehyun.

Dan sudah terlambat untuk melakukan apa pun, Doyoung tersadar. Sudah terlambat sejak hari ia bertemu Jaehyun di bar dan ia cukup lugu karena mengira bisa mengatasi ini.

Dan di sanalah Haechan, melangkah gugup dan malu-malu ke atas panggung, mengenakan sepatu platform yang menjadi ciri khasnya dan celana yang sangat pendek. Dia tampak cantik bagi Doyoung; dia memang cantik, tapi Doyoung bisa menebak reaksi istana.

Doyoung menyaksikan adiknya duduk di balik piano dan berdoa dalam hati, ia tahu Haechan bisa bernyanyi, tapi ada pengatur suara dalam ajang pencarian bakat sialan itu. Kini hanya ada Haechan, dan tanpa latihan. Doyoung merasa perutnya mual memikirkan adiknya, namun ketika piano itu mulai bermain, ketika Haechan mulai bernyanyi, kecemasan Doyoung lenyap. Ia menyadari sedang mendengar suara Haechan yang sebenarnya, jauh dari pengatur suara dan studio rekaman, jauh orang-orang yang mencoba membuatnya menyesuaikan diri. Malam ini ia mendengar Haechan yang sebenarnya untuk pertama kalinya, dan ya, seorang bintang sudah lahir.

Suaranya seakan mengalir dari surga; memenuhi ampiteater dan membuat penonton terdiam. Bahkan kamera-kamera yang mengikuti Doyoung dan Jaehyun berhenti. Haechan adalah pusat perhatian dan momen ini benar-benar miliknya, penonton mengangkat tongkat sinar mereka
Doyoung merinding saat menyaksikan adiknya, adik kecilnya, tumbuh dewasa dalam sekejap, melihatnya bersinar, melihat matanya memandang sekilas untuk meyakinkan diri, bukan ke arah anggota kerajaan, bukan kepada kakaknya, tapi ke bagian sayap. Dia bernyanyi untuk seseorang dan orang itu adalah Mark. Mendadak Doyoung ingin menangis, tapi ia tidak berani, dan ia ingin menoleh, mengatakan kepada Jaehyun bahwa rencana pria itu berbalik, tapi ia tersentuh, terlalu hanyut dalam lagu itu.

Lihat diriku, aku bukanlah seperti yang kau lihat...

Jauh di dalam ada seseorang, yang ingin terbebas...

Dia baru saja bebas, Doyoung tersadar. Haechan telah bebas, dan meski kata-kata itu sepertinya ditujukan kepadanya, dari tatapan malu-malu Haechan ke sisi panggung, dari cinta yang berkilauan di mata gadis itu, ia tahu kata-katanya itu ditujukan untuk orang lain.

Jaehyun bisa merasakan Doyoung di sisinya saat menyaksikan wanita yang telah dicemooh oleh semua orang membuktikan kepada banyak orang bahwa mereka salah.

Ia ingin meraih tangan Doyoung, ingin bersantai dan menikmati momen itu, tapi ia duduk di samping wanita yang membenci istana, yang tidak ingin menjadi ratu, yang menginginkan tugas ini berakhir.

Jaehyun melihat mata Doyoung yang berkaca-kaca, mendengarnya terisak pelan. Ia sangat ingin menenangkannya, ikut bangga bersamanya, tapi ia tidak bisa menyerahkan haknya atas takhta itu. Ia tidak bisa.

Jika ia pergi, takhta itu akan jatuh ke tangan Mark.

Mark pria yang tangguh, dan sangat mampu, tapi... Jaehyun menatap Haechan, mendengar bakatnya yang murni, bakat yang akan direndam. Apakah Doyoung tidak melihat apa yang mungkin terjadi di sini?

"Dia luar biasa!" Doyoung menoleh kepada Jaehyun, tapi wajah pria itu kaku. Ia tidak bisa memahami Jaehyun. Apakah tidak ada satu pun yang bisa membuatnya tersentuh? Apakah dia begitu terbungkus oleh darah kerajaan sehingga suara yang begitu indah di tempat yang begitu mengagumkan tetap membuatnya dingin seperti patung-patung pualam di istana?"

"Aku ingin bertemu Haechan..." kata Doyoung. "Bisakah kita pergi ke belakang panggung?"

"Kurasa adikmu sedang sibuk," sahut Jaehyun. "Mungkin kita harus meninggalkan mereka."

Doyoung begitu mengharapkan malam ini, dengan konyol membiarkan harapannya melambung, tapi ia tidak bisa berpura-pura lebih lama lagi. Lampu-lampu kamera membanjiri kaca mobil yang gelap saat mereka kembali ke istana dan merasakan tatapan Jaehyun pada dirinya.

"Bisakah air mata itu menunggu sampai kita setidaknya sudah kembali ke istana?"

"Oh, biarkan mereka melihat, mungkin mereka akan memberitakan keretakan yang mulai muncul," sahut Doyoung. "Lagi pula, pers bisa berkonsentrasi pada Haechan dan Mark sekarang." Doyoung tercengang karena ia bisa cemburu pada adiknya sendiri, bukan karena perhatian, bukan karena bakatnya, tapi karena jelas sekali Haechan bernyanyi untuk seseorang, karena cinta yang ada dalam suara dan tatapannya. Itulah yang menyengatnya. Oh, tentu saja ia ingin adiknya bahagia. Besok pagi ia akan baik-baik saja, tapi untuk saat ini, Doyoung tidak pernah merasa begitu sendirian. Ia tidak bisa mempercayai situasi di mana ia telah melibatkan diri, tidak akan pernah menyetujui semua ini jika ia tahu seperti apa Jaehyun sebenarnya.

"Apa yang terjadi denganmu?" Doyoung tidak peduli jika sopir mungkin mendengarkan, tidak peduli sedikit pun untuk berpura-pura lagi. "Apa yang terjadi dengan pria yang kutemui di London? Pria yang menghampiriku dan bicara denganku?"

Jaehyun bisa melihat istana mendekat di bawah langit malam dan tempat itu tampak seperti penjara. Ia bisa mendengar suara parau Doyoung dan tahu air mata wanita itu mengalir. Ia yang menimpakan semua ini kepada Doyoung, ia memerangkap wanita itu sama seperti ia telah memerangkap dirinya sendiri.

"Kau berubah." Doyoung melontarkan tuduhan itu lagi dan Jaehyun menoleh untuk menatapnya.

"Tidak."

"Ya!"

"Tidak," kata Jaehyun lagi. "Aku kembali menjadi diriku yang sebenarnya."

Doyoung tidak akan pernah bisa mengerti dirinya.

"Inilah aku, Putra Mahkota Pangeran Yoonoh, setiap saat dalam tugasku. Di sini tidak ada waktu untuk diri sendiri, untuk-"

"Karena kau membuatnya seperti itu," desak Doyoung. "Karena kau dan keluargamu mengunci dirimu jauh-jauh di istana atau di balik jendela-jendela kaca yang gelap. Kau begitu terbiasa berpura-pura. Dan rakyatmu tahu itu," Doyoung menambahkan dengan kasar, persetan, ia memang ingin bersikap kasar. "Alasan yang membuat mereka menyukaiku adalah karena aku nyata, karena aku biasa." Ia melontarkan kata itu kembali kepada Jaehyun. "Karena aku tidak berpura-pura sempurna, karena aku tidak bertingkah seakan-akan aku lebih baik daripada mereka. Tidak heran para penggemarmu-"

"Penggemar?" Jaehyun mendengus. "Mereka rakyat kita, bukan penggemar."

Saat mereka tiba di istana, sebelum mobil bahkan benar-benar berhenti, Doyoung melompat keluar, menaiki tangga dan memasuki aula tapi Jaehyun hanya selangkah di belakangnya. "Aku mengucapkan satu kata yang salah," ujar Doyoung, "satu kata yang salah dan kau langsung mengkritikku, meremehkanku..." Dan ia tidak perlu menjelaskannya, tidak butuh lebih banyak lagi momen seperti ini.

"Ada apa?" Ratu keluar dari ruang duduk, menikmati bredi, seperti yang sering kali ia lakukan belakangan ini, satu-satunya penenang pada malam hari. Jaehyun berdiri diam.

"Bukan apa-apa."

"Kedengarannya tidak seperti bukan apa-apa."

"Dia hanya kesal." Jaehyun tidak akan mendiskusikan kehidupan cintanya dengan ibunya! "Dia akan baik-baik saja besok pagi."

TBC

Playing The Royal Game (JaeDo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang