6 C

1.6K 255 3
                                    

"Konsekuensi apa?"

"Kau tidak perlu mencemaskan itu sekarang, sudah cukup banyak yang harus kita hadapi dan yang terbaik untuk dilakukan adalah menetapkan tanggal pernikahan."

"Tidak, tidak." Kata itu lebih menyerupai erangan daripada seruan, ketakutan menyebar. "Kau tidak bisa mengharapkan aku menyetujui ini sekarang, setelah mendengar apa yang baru saja kau katakan. Hal berikutnya yang terjadi adalah aku akan menikah denganmu hanya agar kita tidak mengecewakan orang-orang."

"Apakah itu sangat buruk?" Seakan-akan Doyoung baru saja dijatuhi hukuman mati dan bukan mendapat kesempatan menjadi Ratu. Tetap saja, daripada membuat Doyoung terguncang dengan kemungkinan itu, Jaehyun berusaha bersikap logis. "Doyoung, kuakui reaksi mereka tidak terduga, bagaimanapun, orang-orang sering kali berubah. Mereka bisa dengan mudah berubah pikiran. Untuk saat ini mereka berbahagia, hari ini mereka merayakan. Yang tidak kau mengerti adalah jika sekali saja salah melangkah, satu komentar akan berubah." Jaehyun menjentikkan jari di depan wajah Doyoung. "Kemudian, percakapanku dengan ayahku akan berbeda. Ketika ayahku menyadari betapa tidak cocok nya kita, tidak ada pilihan selain menunggu di sini atau mengakhiri segalanya dan kembali ke London."

"Tapi itu keinginanmu?" Harapan Doyoung bangkit. "Tentunya."

"Jika aku memutuskan pertunangan kita, aku harus menyingkir dan Mark akan menjadi raja berikutnya, tapi itu tidak akan terjadi." Jaehyun berdiri dan menyaksikan benak Doyoung berputar melewati labirin dan berusaha mencari jalan keluar, tapi ia menghalangi setiap jalan. "Aku terlahir untuk menjadi raja, dan aku tidak akan menyerahkannya, tidak peduli apa kata ayahku. Tapi kini setelah kembali ke Santina kurasa aku akan meneruskan tugasku sepenuhnya sebagai Putra Mahkota. Sebagai tunanganku, kau akan memastikan tidak ada lagi kejadian seperti tadi malam, tidak ada lagi kejadian seperti tadi malam, tidak ada lagi peristiwa memalukan, pertengkaran di koridor-koridor istana. Kau akan membuatku bangga."

"Kalau begitu bagaimana-?" tanya Doyoung bingung. "Jika aku sibuk menjadi sempurna, bagaimana kita bisa berharap orang-orang akan berubah pikiran, terutama jika satu-satunya cara agar kau tetap menjadi raja dan juga membatalkan pertunangan kita?"

"Mereka akan berubah pikiran." Jaehyun menjawab dengan penuh keyakinan, tapi jawaban itu tidak memuaskan.





Doyoung memaksakan diri melewati makan siang formal yang canggung, berusaha sopan dan fokus pada percakapan, tapi tidak terlalu bingung oleh peristiwa hari itu sehingga tak memperhatikan fakta bahwa beberapa anggota keluarganya dan keluarga Jaehyun menghilang. Bahkan ia lega, karena jika ia bertemu Taeil saat ini juga, akan sangat mustahil untuk tidak ambruk dan mengakui segalanya.

Ayahnya memeluknya erat pada penghujung hari yang panjang itu. "Aku sangat bangga padamu, Doyoung." Changmin menjabat tangan sang raja dan selama sesaat yang menakutkan, sepertinya dia akan memeluk ratu, tapi ia hanya tersenyum simpul dan berterimakasih atas keramahan wanita it kemudian menoleh ke arah Jaehyun. "Jagalah dia, atau kau harus berurusan denganku." Kalimat itu diucapkan dengan penuh kasih sayang, tapi tidak diterima baik.

"Tentu saja aku akan menjaganya." Rasa bersalah menyumbat tenggorokan Jaehyun, karena ia tahu Changmin benar-benar memberikan pelukan selamat tinggal kepada putrinya, menyerahkan Doyoung kepadanya, kepada keluarganya, kepada rakyat. Tentu saja Jaehyun akan bertemu Doyoung lagi, tapi tidak dalam keadaan seperti ini. Karena ketika Doyoung berkeras keluar menuju mobil bersama mereka, sepatu bertumit tingginya menimbulkan suara di lantai marmer, suaranya agar terlalu keras, sikapnya saat wanita itu berterimakasih kepada pelayan, Jaehyun nyaris merindukannya, merindukan wanita yang berjalan masuk ke bar dan menarik perhatiannya, merindukan wanita yang ia peluk pagi ini di tempat tidur, sebelum segalanya berubah.

Playing The Royal Game (JaeDo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang