11 D

1.4K 222 19
                                    

"Maksudmu dia akan ingat kedudukannya?" Jaehyun mengerjap mendengar ketajaman dalam suara ibunya. "Kenapa kau tidak bicara dengannya?"

"Dia lari."

"Kalau begitu kejar dia," kata Leeteuk, tapi Jaehyun hanya berdiri. "Ada apa dengan keluarga ini? Kupikir kau bahagia, Yoonoh. Kupikir ketika kau membawanya pulang kau menginginkan pernikahan yang layak diperjuangkan." Ia kemudian terdiam, Leeteuk juga tidak ingin mendiskusikan kehidupan cintanya dengan putranya. "Aku yakin dia akan baik-baik saja!" kata Ratu dengan suara melengking, dan kembali ke ruang duduk.

Jaehyun berdiri, menatap tangga, dan sadar bahwa entah bagaimana ia harus memberitahu Doyoung.

"Tinggalkan aku sendiri," ujar Doyoung ketika Jaehyun mengetuk pintu kamar tidur. Ia mengambil gaun tidur konyol yang diletakkan di tempat tidurnya dan menghambur ke kamar mandi. Bahkan gaun tidur itu membuatnya marah malam ini, membuatnya ingin melampiaskan kemarahannya, mungkin ada ratusan gaun seperti ini, pikir Doyoung saat melepas pakaiannya. Mungkin di bawah sana seperti penatu rumah sakit, dengan ratusan gaun tidur Santina yang berdesing berputar-putar. Doyoung membenci perubahan yang terjadi pada dirinya, jika saja ada gunting di kamar ia akan memotong sendiri poninya! Is sangat marah! Doyoung nyaris terjatuh saat menanggalkan pakaian dan melepas celana dalamnya kemudian memakai gaun menjijikkan itu.

Doyoung tidak akan pernah bisa mengerti dirinya.

Kenapa, kenapa, kenapa Jaehyun harus bersikap seperti ini?

Apakah yang terjadi pada pria yang ia temui, pria yang memeluknya, pria yang nyaris bercinta dengannya?

Doyoung sekilas melihat bayangan dirinya di cermin dan mengerang pelan, karena hanya memikirkan malam itu dan tangan Jaehyun di tubuhnya membuatnya bergairah, kemarahannya semakin membara saat teringat nikmatnya sentuhan Jaehyun. Semua ini, semua ini bisa ia terima jika ia memiliki Jaehyun pada malam hari, pria yang ia cintai, pria yang ia dambakan.

"Doyoung."

Ia menoleh.

Syok, kaget, malu, karena pria itu masuk tanpa diundang. "Apa yang kau lakukan di sini?" bentaknya.

"Kita harus bicara."

"Aku sudah mengatakan apa yang perlu kukatakan." Doyoung ingin Jaehyun keluar dari sini, benci karena ia mendambakan Jaehyun, pria itu, ia tidak pernah mendambakan orang lain. Ia semakin marah, murka, bahkan jijik, karena ia sangat bergairah sehingga ia bisa jatuh berlutut sekarang, tapi sebaliknya air mata kemarahannya menetes.

"Aku akan pergi besok."

"Kau tidak bisa melakukannya."

"Lihat saja," bentak Doyoung. "Aku muak dengan Santina, muak tinggal bersama keluarga yang bahkan tidak punya energi untuk pertengkaran yang pantas, yang duduk di konser paling menakjubkan dan sam sekali tidak tersentuh." Doyoung memelototi Jaehyun. "Kau bahkan tidak bisa berpura-pura mencintaiku, kau bahkan tidak menggenggam tanganku."

"Kau tidak mengerti."

"Aku tidak mau mengerti!"

"Kau harus mengerti!" seru Jaehyun. "Karena besok tanggal pernikahan kita akan diumumkan."

"Well, kalau begitu batalkan!" desis Doyoung.

"Sudah terlambat untuk itu, kau tahu itu. Kau akan menikah denganku..."

"Itu hal lainnya..." Jaehyun memblokir pintu, bertanya-tanya apakah wanita itu mungkin akan menendangnya. Tapi ia harus bersikap kasar karena kalau tidak ia akan meraih wanita itu saat ini juga ke pelukannya. "Doyoung, kau harus menjauhkan dirimu dari keluargamu." Jaehyun merasa sangat sulit menyampaikan ini. "Kau menikah dengan keluarga kerajaan." Suaranya tegas. "Tidak pantas..." Jaehyun mencoba menemukan kata-kata, mencoba menjelaskan apa yang seharusnya sudah diketahui oleh calon pengantin kerajaan. Jika Doyoung terlahir untuk ini, dipersiapkan untuk ini, maka hal semacam ini, tidak perlu dikatakan.

Playing The Royal Game (JaeDo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang