2 A

3.4K 419 9
                                    

"DIA dipilih untukku."

Doyoung tahu tentang pernikahan yang sudah diatur, namun sedikit terkejut mendengar hal itu akan menjadi masalah bagi Jaehyun. Dia tidak seperti pria yang mau melakukan apa yang tidak dia inginkan, dan dia bukan remaja lagi. "Berapa usiamu?" Ia mengatakannya tanpa berpikir kemudian meringis mendengar kelancangannya, menyadari bahwa Jaehyun bisa menebak pikirannya, namun pria itu hanya tersenyum pahit sebelum menjawab.

"Dua puluh sembilan." Jaehyun bahkan tertawa kecil, memperlihatkan sekilas gigi-gigi indah kepada Doyoung, kemudian mendesah. "Dan ya, aku cukup mampu memutuskan sendiri. Namun agak rumit. Sepertinya masa bersenang-senangku di London sudah berakhir." Jaehyun mengangkat bahu. "Begitulah keluargaku melihatnya. Sebaliknya, aku bekerja sangat keras, tapi orangtuaku memberitahuku sudah waktunya aku kembali, untuk melakukan tugasku." Ia mengosongkan gelas dan mengisinya kembali. "Untuk menikah."

"Apakah kau mencintainya?"

"Bukan soal cinta, lebih karena kami cocok. Orangtua kami dekat, sudah diputuskan sejak lama." Jaehyun mencoba menjelaskan apa yang sedang ia pikirkan sebelum Doyoung memasuki bar. "Aku bahagia di sini, di London. Ada banyak hal yang masih ingin kulakukan dengan bisnisku."

"Dan kau tidak bisa melakukannya begitu kau menikah."

"Begitu menikah aku harus melanjutkan tugas-tugas kerajaan, sepenuhnya. Menghasilkan ahli waris..." Jaehyun melihatnya, Doyoung mengerjap. "Aku telah menyinggungmu..."

"Sama sekali tidak," tugas Doyoung. "Aku hanya tidak pernah mendengar seperti itu, 'menghasilkan ahli waris.' Kata yang digunakan biasanya 'mempunyai anak.' "

"Tidak jika suatu hari kau menjadi raja."

"Oh." Doyoung sepertinya sering mengucapkan itu, tapi sungguh, ia sama sekali tidak tahu apa lagi yang harus ia ucapkan. Itu bukan dunia yang bisa ia bayangkan.

"Aku diminta agar tidak menunda pertunangan resmi."

"Tidak bisakah kau mengakhirinya?" tanya Doyoung. "Membatalkannya?"

"Untuk alasan apa?" tanya Jaehyun. "Akan membuatnya malu jika aku hanya berkata tidak ingin menikahinya. Dia tidak pantas mendapatkan itu."

"Apakah hal itu mencemaskanmu?" Betapa pria ini sangat membangkitkan minatnya! "Maksudku, jika kau tidak mencintainya, apakah kau mencemaskan tentang...?" Doyoung ingin Jaehyun melanjutkan kata-kata itu, tapi tentu saja pria itu tidak melakukannya. "Jadi, aku membaca majalah. Mungkin aku tidak tahu kau seorang pangeran, tapi aku mengenal namamu. Kalau aku tidak salah ingat, kau punya sedikit reputasi. Apakah hal itu yang membuatmu cemas untuk berkeluarga?"

"Kesetiaan?" Jaehyun sangat blakblakan, langsung ke sasaran, sehingga Doyoung bergerak-gerak gelisah. Ia mengosok-gosok dahi dan mencoba memikirkan cara lain untuk mengatakannya, tapi sebaliknya ia hanya mengangguk, menunjukkan kepada Jaehyun bahwa memang itu pertanyaannya. "Itu tidak akan menjadi masalah, selama aku berhati-hati." Doyoung sangat ekspresif, karena ia menggosok hidungnya.

"Kau menikah dan tahu bahwa kau tidak akan setia..."

"Itu pernikahan demi tugas. Ten dipilih untukku karena suatu hari dia akan menjadi ratu yang paling pantas. Bukan karena cinta," Jaehyun menjelaskan, tapi bibir Doyoung terkatup rapat. "Kau tidak setuju?"

"Tidak." Pria itu meminum sampanyenya, dia yang memilih bergabung bersama Doyoung, Doyoung sangat berhak untuk jujur, berhak memberikan pendapatnya jika Jaehyun memilih duduk di sini. "Aku tidak melihat gunanya kau menikah jika itu yang kau rasakan." Ia mengatakannya sepenuh hati, Doyoung mempunyai pendapat yang sangat tegas akan hal ini. Ia memuja orangtuanya, tapi pemahaman mereka yang agak unik tentang sumpah pernikahan membuatnya sering menangis hingga tertidur sewaktu masih kecil, sehingga untuk urusan ini, ia tidak akan diam.

"Cara kami berbeda. Aku tidak berkata aku akan melakukannya..." Jaehyun tidak pernah mendiskusikan hal-hal semacam ini, keluarganya tidak pernah mendiskusikan hal-hal semacam ini, tapi ada aturan tidak terucap dan tunangannya memahami hal tersebut. "Aku tidak berharap kau mengerti. Aku hanya menceritakannya, tidak meminta solusi."

Jaehyun menyaksikan ketika wajah Doyoung yang masam kini tersenyum enggan. "Aku mengerti," sahut Doyoung, dan setelah ragu sejenak ia mengangguk, mungkin kini siap untuk mendengarkan tanpa menghakimi.

"Keluarga kami selalu menjadi sorotan."

"Percayalah kepadaku, bagian itu aku mengerti. Aku tahu banyak tentang keluarga dan menjadi sorotan." Doyoung menggerutu. Dan ia memberitahu Jaehyun, jadi, hanya sedikit, tapi jauh lebih banyak daripada yang biasanya ia ceritakan kepada orang lain. Lagi pula, jika Jaehyun seorang pangeran maka dia akan rugi lebih banyak karena kesalahannya daripada Doyoung. Sebetulnya bukan karena setengah botol sampanye atau segenggam kacang dan wasabi; tapi karena mereka saling menemani, duduk di sudut kecil, meringkuk dan membicarakan berbagai hal. Suatu jeda singkat sebelum mereka kembali berada di luar sana.

"Keluargaku menyukai drama. Adikku Haechan mengikuti ajang pencarian bakat..." Jaehyun sama sekali tidak mengerti maksudnya. "Untuk mencari bintang pop,"

Jaehyun menggeleng; ia jarang menonton TV dan kalaupun melakukannya hanya untuk melihat berita. "Apa dampaknya untukmu?"

"Bukan hanya Haechan. Ayahku dulu bermain sepakbola di Liga Utama," Doyoung menjelaskan. "Dia seperti bangsawan di sini, namun..." Doyoung ragu-ragu kemudian menatap Jaehyun melihat pria itu mengangguk singkat dan tahu bahwa ia bisa meneruskan. "Skandal yang tidak habisnya. Tahun lalu ada biografi tidak sah yang menerbitkan tentang ayahku." Jaehyun melihat rona merah menjalar di pipi Doyoung. "Sungguh mengerikan..."

"Tidak benar?"

"Ya," jawab Doyoung, kemudian menggeleng. "Tidak, sebagian besar benar, tapi kau tahu bagaimana hal-hal bisa diputarbalikkan."

"Itulah sebabnya kau tidak mau melaporkan bosmu?"

Dia terlalu cerdas, pikir Doyoung.

Dan dia juga benar.

"Media disibukkan dengan keluarga Kim akhir-akhir ini." Doyoung memberitahu Jaehyun tentang berbagai skandal, tentang Yuri, ibunya dan hubungan gelap ayahnya dengan Hyoyeon, bahwa pria itu kini menikah dengan Seulgi, tapi masih berteman dengan Yuri. Ia menceritakan tentang Taeil, putri Seulgi, dan Haechan, yang merupakan anak Changmin dan Seulgi. Doyoung bahkan harus mengeluarkan tatanan gelas pada suatu waktu dan menggambar pohon keluarga. "Buku itu membuat segalanya terdengar kotor." Ia menunduk menatap tatakan gelas, melihat bahwa mungkin memang begitu. "Hal it sungguh menyakiti ayahku, oh, dia berkata dia tidak merasa begitu, mengatakan 'setiap bentuk publisitas adalah bagus' seperti biasanya, tapi aku tahu itu membuatnya gundah. Aku mencoba meluruskannya."

"Bagaimana caranya?"

"Aku ingin menulis biografi yang sah, sebetulnya aku sudah mulai. Aku punya banyak sekali kenangan, ratusan, bahkan ribuan, foto," Doyoung melihat sesuatu yang ia kenali menyala-nyala di mata Doyoung, perpaduan antara fokus dan semangat yang balas menatapnya di cermin setiap pagi, komitmen yang akan menyiksanya jika meninggalkan pekerjaan. "Aku ingin menuliskan yang sebenarnya."

"Jadi, kau bekerja di penerbitan jadi kau punya kenalan-kenalan yang tepat," kata Jaehyun. "Tulislah."

Doyoung tertawa, seakan-akan memang semudah itu. "Kau sama sekali tidak tahu berapa banyak-"

TBC

Playing The Royal Game (JaeDo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang