11 B

1.3K 222 11
                                    

"Kupikir itulah yang seharusnya kulakukan," kata Changmin. "Lebih murah daripada ponsel..." Ia mencoba bergurau tapi Doyoung tidak tersenyum. "Lagi pula, banyak urusan yang harus kau selesaikan, aku tidak ingin mengganggumu."

"Ayah tidak menganggu."

"Apakah kau sudah bertemu Haechan?"

"Aku akan bertemu dengannya malam ini!" Doyoung sangat menantikannya, meski ia hanya punya sedikit waktu dengan Doyoung di pesta sesudah konser, tapi Doyoung tidak sabar mengobrol dengannya.

"Aku hanya ingin memeriksa sesuatu denganmu, Doyoung. Aku mendapatkan tawaran pekerjaan reguler, di acara kuis olahraga. Bayarannya bagus dan wajahku akan terus ditampilkan..."

"Kedengarannya bagus, Ayah." Doyoung menyeringai. Itu pekerjaan sempurna untuk ayahnya; dia suka menjadi pusat perhatian. "Jadi, apa yang ingin kau periksa?" Sesekali ayahnya bertanya kepadanya untuk memeriksa kontrak sebelum dia menandatanganinya, tapi Doyoung mengernyit ketika ayahnya menjawab.

"Jadi, apakah itu akan terasa aneh bagimu?"

"Bagaimana itu bisa membuatku merasa aneh?"

"Aku hanya..." Doyoung bisa mendengar kegelisahan ayahnya. "Aku tidak ingin melakukan apa pun yang mungkin membuatmu malu, seperti yang kulakukan saat berpidato."

"Ayah!"

"Dan aku tidak akan membicarakan tentang dirimu di televisi atau kepada pers."

"Aku tahu itu."

"Jadi, aku hanya ingin memastikan aku melakukan hal yang benar." Changmin mengucapkan selamat tinggal, tapi entah kenapa hal itu terasa aneh.

Jaehyun tiba di lobi tepat waktu untuk mendengar Raja memarahi pelayan karena memberikan telepon kepada Doyoung.

"Ayahnya yang menelepon," Jaehyun menjelaskan.

"Dan dia sedang bersiap-siap pergi ke acara resmi, pria itu sudah diberitahu agar tidak menelpon untuk mengobrol." Raja berkata penuh amarah. "Aku akan menyuruh Tony bicara lagi dengannya, dan kau harus bicara dengan gadis itu," katanya. "Kali ini sejelas-jelasnya. Dia tidak bisa meninggalkan segalanya jika salah satu dari keluarga sialannya menelepon, dia harus dijauhkan dari pengaruh mereka. Apakah tidak mengherankan dia pergi dengan pakaian seperti remaja liar, karena pengaruh buruk mereka?"

Pada saat itu Doyoung masuk dan Jaehyun melihat dia sama sekali tidak seperti remaja liar, hanya lebih mirip wanita yang pertama kali ia temui. London bahkan tidak seperti dugaannya. Begitu seringnya Jaehyun mendapati dirinya duduk di bar tempat mereka bertemu, atau berjalan-jalan di dekat flat kecil Doyoung, mencoba mengerti bagaimana ia bisa memperbaiki kesalahan karena telah mengubah kehidupan seseorang dengan begitu drastis, karena meski mencoba menyangkalnya, meski tidak memahaminya, Jaehyun tahu Doyoung dulu bahagia.

"Doyoung." Jaehyun menciumnya ketika wanita itu melangkah masuk, tapi itu ciuman yang letih, ciuman yang jenuh; dan untuk sesaat Jaehyun memeluknya karena ia sangat tidak menantikan apa yang harus ia katakan, memberitahu Doyoung bahwa dia harus memisahkan diri dari keluarganya dalam waktu yang tidak ditentukan. Jaehyun harus berpikir, butuh waktu untuk tidak ditentukan. Jaehyun harus berpikir, butuh waktu mencari solusi yang lebih baik, namun waktu sepertinya sudah habis. Tanggal pernikahan akan diumumkan besok dan sebelum Doyoung menyadarinya hari itu akan tiba.

Doyoung mengerjap, terkejut ketika melihat Jaehyun. Pria itu mengenakan jas, seperti yang sering kali dia kenakan. Penampilannya adalah penampilan paling tidak rapi yang pernah Doyoung lihat, rambu hitamnya berantakan, wajahnya tampak sangat terkuras, sangat letih, dan Doyoung hampir merasa iba kepadanya, karena sepertinya hal terakhir yang Jaehyun butuhkan adalah konser musik rock.

"Doyoung memakai jins," kata Leeteuk, menunggu reaksi Jaehyun. "Yoonoh, apa kau tidak akan berganti pakaian?" Jaehyun mengabaikan ibunya sepenuhnya.

"Ayo," katanya kepada Doyoung, "helikopter sudah menunggu. Acara semacam ini diatur sampai ke detik terakhir, Mark meminta agar kita tidak terlambat."

"Well, setidaknya pakailah dasimu," kata Leeteuk saat Jaehyun meraih tangan Doyoung.

"Ini konser musik rock," sahut Jaehyun.

"Dan kau seorang pangeran."

"Yang berarti aku akan jadi satu-satunya idiot yang mengenakan jas."

Saat mereka berjalan menuju helipad, Jaehyun bertanya, "Bagaimana keadaanmu? Memarmu sudah lenyap."

"Aku jauh lebih baik, terimakasih." Doyoung tersenyum kepadanya. "Aku lebih merasa seperti diriku sendiri."

"Kau memang terlihat seperti dirimu sendiri."

"Kau memang terlihat seperti dirimu sendiri."

"Kau memang terlihat seperti dirimu sendiri." Doyoung tidak yakin apakah Jaehyun mengacu pada jinsnya, tapi tidak ada cemoohan dalam kata-katanya; seakan-akan seluruh energi telah lenyap dari diri pria itu.

"Kau baik-baik saja?"

"Aku akan baik-baik saja," sahut Jaehyun. "Beberapa minggu terakhir sangat berat."

Tidak ada kesempatan untuk mengobrol lebih lanjut, desing helikopter menelan kata-kata mereka. Sebaliknya mereka duduk dalam diam untuk perjalanan singkat ke ampiteater, Jaehyun memandang keluar dari balik jendela. Doyoung tidak bisa memahami apa yang dia pikirkan, bertanya-tanya mungkinkah pria itu merindukan Tiffany, atau kehidupan lamanya di London, apakah bertemu dengan tunangannya di konser amal mungkin tempat terahir yang dia inginkan. Segala kegembiraan meresap keluar dari dirinya.

Helikopter itu mendarat. Penonton yang lain sudah di sana sepanjang hari, menunggu Putra Mahkota dan tunangannya tiba untuk menikmati pertunjukan pada malam hari. Tapi mereka tidak berada di tengah-tengah keramaian, melainkan diarahkan ke bagian depan, dalam sebuah boks yang dikelilingi pengawal.

Dan lampu-lampu kamera berkelebat, bukan selama lima menit, bukan sepuluh menit, tapi ketika matahari terbenam dan langit mulai gelap, kamera-kamera terus berkelebat dan Doyoung merasa begitu terekspos, karena setiap detik seseorang di antara keramaian mengambil gambarnya. Jaehyun juga tahu itu, karena setiap saat dia tersenyum dan menggeser kepalanya untuk bicara dengan Doyoung, tapi tidak sekali pun dia menyentuh Doyoung. Selain pada waktu berjalan dari helikopter ketika menggenggam tangannya sekilas, tidak ada sentuhan lain.

Lagu romantis sedang dimainkan, Doyoung duduk di ampiteater bersama pangeranya, orang-orang mengelilingi mereka, gembira oleh kehadiran mereka, seluruh tempat itu dipenuhi cinta, dan Doyoung tidak pernah merasa begitu kesepian. Ia sangat merindukan Jaehyun, dengan konyolnya begitu menantikan malam ini, tapi sekarang setelah berada di sini, ia menyadari tidak adanya cinta.

"Ada apa?" Jaehyun membungkuk dan bicara kepada salah seorang pengawalnya. "Ada perubahan program acara..." Doyoung sama sekali tidak peduli, ia hanya ingin malam ini berakhir. Ia muak duduk dan tersenyum di sini, berpura-pura bersenang-senang, muak bersama pria yang nyaris tidak punya perasaan apa pun terhadapnya. "Adikmu akan menyanyi."

Doyoung tidak mampu tersenyum, karena ia muak, sangat muak hingga ke perutnya, bahwa keluarga Santina bisa begitu rendah.

"Agar kali ini dia bisa dipermalukan di depan umum!" Doyoung ingin berlari ke sana, memperingatkan Haechan, memberitahunya bahwa hal ini akan menghancurkannya, bahwa dia hanya digunakan untuk menegaskan ketidakpantasan keluarga Kim; Doyoung meringis, mengingat betapa mereka semua begitu mencemooh Haechan di pesta pertunangan.

TBC

Playing The Royal Game (JaeDo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang