Changmin pria yang agresif, ceroboh, tapi sangat menawan, dan Leeteuk bisa mengerti mengapa para wanita memanfaatkannya. Dan negaranya memujanya.
Tidak seorang pun, yang pernah menyiratkan kepada Leeteuk, bahwa ia tidak sempurna dan kesalahan bisa terjadi, namun entah bagaimana pagi ini...
Ia merasa terbebas.
Ia menyukai energi yang diberikan keluarga Kim di istana.
Ia menyukai Doyoung.
Leeteuk membaca koran dan mengangkat cangkir tehnya, tangannya gemetar sedikit saat membaca reaksi orang-orang akan pernikahan, artikel-artikel yang mendalam, foto-foto yang tidak habis-habisnya dan judul-judul berita yang menyerukannya. Ia bertanya-tanya bagaimana pasangan muda itu bisa mengatasi berita di koran pagi ini.
Ratu sering kali campur tangan, setidaknya jika melibatkan anak-anaknya, dan ia meninggalkan kamar lalu melintasi istana, menuju dapur dan bertemu dengan pelayan di lift.
"Kau tahu kita punya beberapa tamu tambahan pagi ini." Ratu memberitahukan alasan keberadaannya di sana. "Ke mana ini akan diantar?"
"Untuk Pangeran Yoonoh," pelayan yang lebih senior memberitahunya. Ada dua orang yang akan membawa troli besar penuh kopi, kue, dan koran; tentu saja kepala pelayan yang akan mengantarnya. "Beliau meminta sarapan diantar jam tujuh."
"Lupakan Pangeran Yoonoh."
"Beliau minta dibangunkan jam tujuh." Si pelayan merasa gugup, tapi terbiasa dengan hal ini, karena ratu sering kali campur tangan.
"Beri dia waktu satu jam." Ratu tersenyum, karena jika ia benar, pada saat ini, Jaehyun sedang merayap naik ke tempat tidur, dan jika ia salah, ya sudah! "Mereka baru tidur larut malam. Jika ada kehebohan, katakan saja itu perintahku."
Ratu menyaksikan si pelayan mendorong troli kembali ke dapur dan ia kembali ke kamar lalu duduk, mengambil koran dan meneruskan membaca.
Jaehyun dan Doyoung tentu membutuhkan waktu satu jam itu bersama-sama, sebelum mereka harus menghadapi ini.
Doyoung memang tidur, tapi tidak nyenyak, jelas tidak cukup untuk mempersiapkan diri menghadapi hari buruk yang akan datang dan serangan pers serta tuntutan dari keluarga Jaehyun. Ia tidur, tapi hanya sebentar, mendengarkan suara laut, melihat bayangan api menari-nari di ruangan itu. Kemudian ia mendengar bunyi dari alarm Jaehyun tapi tidak ada yang terjadi, karena pria itu sepertinya tidak bangun. Doyoung bertanya-tanya apakah ia seharusnya memberitahu pria itu, mungkin mengingatkannya, karena pelayanannya bisa masuk sewaktu-waktu, namun ia tetap berbaring di sana, menahan napas ketika Jaehyun akhirnya bergerak. Pria itu menutup jendela, karena ruangan itu sangat dingin, dan menatap tempat tidur tempat Doyoung berbaring menyamping.
Tubuh Jaehyun kaku dan dingin, sepotong selimut tidak terlalu membantu di istana yang berangin di musim semi, dan tubuhnya yang jangkung maupun statusnya membuatnya tidak terbiasa tidur di sofa.
Tapi tetap saja bukan itu yang membuat Jaehyun jengkel, lebih karena sepanjang malam berusaha tidak membayangkan tubuh gadis itu, dan ketika akhirnya ia memejamkan mata...
Jaehyun berjalan melintasi ruangan di tengah cahaya fajar, menyingkap selimut dan naik ke tempat tidur. Ranjang itu dingin dan ia berbaring di sana selama beberapa saat, Jaehyun mendengar Doyoung bergerak sedikit, tahu bahwa wanita itu sudah bangun, dan ia mengucapkan apa yang sudah ada di benaknya sepanjang malam. "Maafkan aku, Doyoung."
"Ini hanya untuk beberapa menit."
"Maksudku untuk segalanya. Aku tahu betapa beratnya minggu ini. Aku tahu ini bukan kehidupan yang biasa bagimu."
"Akan membantu jika aku lebih sering bertemu denganmu," ujar Doyoung, "dan aku tidak bermaksud manja. Tapi-"
"Aku tahu kau tidak begitu. Memang begitulah di sini, Aku punya banyak tugas yang harus kuselesaikan, juga mengatur pekerjaanku."
"Aku bahkan tidak bisa pergi tanpa didampingi. Menurut mereka apa yang akan terjadi?"
"Orang-orang mungkin akan mengenali..." Jaehyun memulai dengan kalimat yang sudah sangat ia kenal, kalimat yang telah disampaikan berulang kali pada dirinya selama bertahun-tahun, namun ia kini sudah lebih dewasa, bisa melihat segalanya dengan lebih jelas. "Keluarga kerajaan biasanya lebih mudah dijangkau, dulu ada lebih banyak kebebasan, tapi sekarang keadaan berbeda."
Doyoung menoleh. Jaehyun terdengar berhati-hati dan ia ingin tahu lebih banyak, agar lebih mengerti; jelas sekali itu adalah topik yang tertutup.
"Aku tidak bisa hidup seperti ini."
Jaehyun terdiam.
"Aku tidak bisa."
"Sebagian besar wanita akan-"
"Aku tidak sama dengan sebagian besar wanita," tukas Doyoung.
"Memang tidak," Jaehyun mengakui, "kau tidak sama."
Doyoung kembali memunggunginya, berharap tidak melihat wajah Jaehyun di bantal di sisinya, karena wajah itu kini menari-nari di depan matanya yang terpejam, bayangan yang akan selalu ia ingat. Karena meskipun ia tidak bisa hidup seperti ini, ada bagian dari dirinya yang ingin semua ini nyata, ingin Pangeran Yoonoh yang berbaring di sampingnya adalah tunangannya yang sesungguhnya. Ia wanita yang menginginkan mimpi...
... yang menginginkan pria itu.
Jaehyun menatap jam dan melihat sudah hampir pukul tujuh. Tentunya akan terlihat aneh jika dua orang yang baru bertunangan tidur berjauhan di ranjang.
"Maaf soal ini." Jaehyun bergeser, sama sekali tidak menyesal; telapak kakinya seakan membeku dan ia mendengar wanita itu terkesiap saat ia menyelipkan kaki di antara betis Doyoung. Sisi tempat tidur Doyoung begitu hangat, dan demi sandiwara, demi dirinya sendiri, tapi bukan demi kepantasan, Jaehyun merapatkan tubuh.
Dia pria, terbiasa bangun di samping wanita, namun tidak terbiasa menghabiskan malam dengan frustasi dan sendirian, bahkan beberapa malam terakhir ini. Kembali ke istana seperti di neraka, terutama bagi pria yang baru saja bertunangan, dan merasakan Doyoung di sampingnya, aroma tubuh wanita itu dan kehangatan seorang wanita, well, sangat menyenangkan. "Tubuhmu hangat." Jaehyun melingkarkan lengan pada tubuh Doyoung.
"Tubuhmu dingin sekali." Telapak kaki Jaehyun bergerak di betisnya dan Doyoung tidak menghentikan pria itu. Lengan Jaehyun yang panjang melingkar di antara lengannya, tangan pria itu mencari-cari tempat yang sesuai.
"Apakah kau bisa menyelesaikan pekerjaanmu?" Sisi baiknya, Jaehyun selalu bertanya tentang kemajuan bukunya. "Apakah kau bertanya kepada kakakmu tentang ibunya, Hyoyeon eomonim?"
"Aku tidak benar-benar punya kesempatan untuk bicara dengannya. Kau seharusnya menulis sejarah keluargamu."
"Sudah tercatat rapi."
"Versi sebenarnya," bisik Doyoung. "Tentu ada hal-hal yang hanya diketahui oleh dirimu dan adik-adikmu. Orangtuamu-"
"Sudahlah, Doyoung." Doyoung tidak bermaksud mengorek-ngorek, hanya ingin mmengatakannya tapi merasa Jaehyun menjadi tegang. Ia menyadari dirinya telah memancing topik sensitif. Tentu saja itu bukan urusannya; lagi pula ia dibayar untuk menjadi tunangan Jaehyun. Tapi semakin lama Doyoung semakin ingin mengenal pria itu, ingin memahami latar belakang keluarga ini, ingin tahu lebih banyak tentang hidup Jaehyun. Namun pembicaraan tidak berlanjut dan Doyoung bertanya-tanya apakah pria itu tertidur.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Playing The Royal Game (JaeDo)
SonstigesDapatkan Doyoung mempertahankan jati diri dalam perannya sebagai tunangan pangeran dengan segala istana yang mengekang? Dan sanggupkah Jaehyun menahan desakan yang bergejolak di antara mereka mengingat pertunangan ini hanya sementara? [Remake dari n...