"Hari ini mau pergi ke mana?" Tanya papa yang kebingungan saat melihat gue turun ke meja makan dengan pakaian rapi. Mereka bertiga, termasuk Bang Ray, lagi sarapan bareng kecuali kak Sylvia yang nggak tahu lagi ke mana, nggak peduli juga.
"Ya ke mana aja" Jawab gue ogah-ogahan.
"Kalau nggak penting ya mending nggak usah, kan lumayan waktunya bisa kamu pakai untuk belajar atau kamu bisa pergi ikut papa ke perusahaan untuk lihat-lihat kerja di sana"
"Saya nggak ma-"
"Paling dia mau kerja kelompok, pa. Kasih aja udah. Kasihan teman-temannya pasti udah nungguin" Bang Ray cepat-cepat memotong kalimat ucapan gue.
"Tapi masa kerja kelompok aja bajunya serapi itu?"
Dengar papa ngomong kayak gitu, gue langsung lihat lagi apa yang gue pakai untuk pergi bareng Agatha siang ini. Celana jeans panjang hitam, long sleeve shirt pink, sepatu converse putih, riasan wajah yang tipis, rambut digerai pakai jepitan kecil di sisi kiri kepala. Lah gue juga baru sadar kenapa gue jadi feminim banget kayak gini ? Biasanya kalau pergi bareng teman, kaus putih, celana pendek selutut dan sandal jepit udah jadi andalan gue.
Gue langsung cepat-cepat lepas jepitan rambut gue. Jijik banget.
"Ya, papa emangnya mau Ekki pakai baju asal-asalan terus nanti ditanya dia dari keluarga mana, dia jawabnya keluarga kita? Papa nggak malu?" Tanya Bang Ray sambil mengaduk nasi gorengnya, bisa banget ngelesnya abang gue.
Papa diam menatap gue sekali lagi dari atas ke bawah sebelum kembali menatap makanannya.
"Yaudah, kamu boleh pergi. Ingat, sebelum jam lima sore udah sampai lagi di rumah. Malam kamu harus belajar lagi"
Gue nggak menjawab ucapan papa. Sebelum gue pergi, sekali lagi gue menatap Bang Ray yang udah menatap gue lebih dulu. Dia mengedipkan sebelah matanya sambil memberikan ibu jarinya diam-diam ke gue.
"Thank you, bang" Ucap gue tanpa suara.
***
Gue berhenti melangkah saat gue udah bisa melihat sosok Agatha. Apa yang dia pakai hari ini sederhana, nggak ribet. Dia cuma pakai celana panjang jeans hitam yang bagian lututnya robek-robek, kaus abu-abu ditutupi kemeja kotak-kotak merah yang kayaknya sengaja nggak dikancing, rambutnya juga diikat ekor kuda agak berantakan.
Penampilannya emang nggak seniat gue, tapi kalau wajah udah dari sananya emang udah cantik, mau pakai apa aja juga tetap aja cantik.
Cantik? Gue bilang Agatha cantik? Ngawur banget gue.
Kalau dipikir-pikir lagi, lucu juga. Padahal niat gue cuma mau bantuin dia saat kejadian di kantin waktu itu dan itupun juga gue dalam keadaan nggak sadar. Sekarang? Gue malah mau pergi berduaan sama dia.
"Lama nunggu?"
Pas tatapan kami saling bertemu bertemu, dia diam. Nggak tahu apa yang lagi dipikirin, ekspresinya datar banget soalnya. Apa jangan-jangan apa yang gue pakai terlalu norak kali ya? Harusnya pakai pakaian yang biasa aja.
Tapi nggak lama kemudian bibirnya melengkung ke atas, kedua lesung pipinya dan eye smilenya kelihatan jelas. Manis banget.
"Jalan sekarang nggak nih?"
"Sebentar..."
"Apa?"
Wajahnya yang awalnya senang jadi gusar kayak ada yang dipikirin tiba-tiba. Dia mau bilang sesuatu tapi ditahan. Bingung, gue mengangkat sebelah alis mata gue, menunggu dia bicara.
"Itu...lo...naik kendaraan umum, nggak apa-apa kan?"
Saat Agatha nanya begitu, sialnya gue benar-benar nggak bisa nahan ketawa. Dia bingung lihat gue ketawa padahal dianya lagi nanya serius. Pulang-pergi sekolah setiap hari aja gue lebih suka naik angkot panas-panasan daripada dingin-dinginan di dalam mobil, malah ditanyain kayak begini. Gue semakin nggak bisa menahan ketawa melihat wajah bingung Agatha yang kayak orang ogeb.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Make Me Melt (GxG)
RomanceEkki, remaja perempuan berumur 17 tahun dengan kehidupan hitam putihnya. Semuanya terasa biasa saja untuknya. Tidak ada warna. Kosong. Hambar. Sampai akhirnya dia bertemu dengan Agatha, teman sekelasnya. Pertemuan mereka mulai merubah pikirannya te...