Kebahagiaan yang Tidak Disadari

4.6K 466 7
                                    

Ekki's POV

"Ini sebenarnya mau kapan kerjain tugasnya sih?" Tanya Adele mulai kesal.

"Nanti ya, Del. Asli deh, gue mager banget ini"

"Ini udah jam 4 sore dan kita belum kerjain apa-apa. Lo harus pulang jam setengah 6, Ekki!"

"Hehe"

"Tapi lo kenapa jadi suka main ke rumah gue deh?" Tanya Adele sambil membuka buku rumus matematika.

Ya nggak mungkin gue bilang yang sebenarnya. Masa gue bilang ke dia gue sering main ke sini biar bisa cepat-cepat lupain masalah gue sama Agatha. Nanti pasti dia malah nanya macam-macam.

Dia juga pasti bakal ngambek karna sejak awal gue nggak pernah cerita kalau gue punya pacar.

Pokoknya bahaya deh kalau bilang yang sebenarnya ke Adele.

"Kan lo teman gue satu-satunya. Ke mana lagi tempat gue main selain rumah lo?"

"Hampir setiap hari lo datang, Ki"

"Lo nggak suka gue datang?

"Bukan gitu..." Adele diam sejenak, "Aneh aja. Sebelumnya lo nggak pernah begini"

Masih di atas ranjang Adele, gue mengubah posisi gue menjadi tengkurap dan menopang dagu dengan salah satu tangan gue.

"Del"

"Hmm?" Jawabnya dengan tatapan masih ke buku.

"Kenapa lo mau jadi teman gue?"

Adele langsung menatap gue bingung.

"Lo kenapa sih sebenarnya? Sikap sama pertanyaan lo akhir-akhir ini aneh terus"

"Ya mau tahu aja"

"Sengaja kan lo tanya macam-macam biar kita nggak jadi kerjain PR?"

"Astaga, gue beneran nanya karna gue penasaran. Nanti pasti gue kerjain"

Adele tertawa sambil menggelengkan kepalanya, "Masa?"

"Jawab dulu dong"

"Gue yakin lo nggak akan kerjain dan ujung-ujungnya nyalin punya gue besok"

"Gue traktir bakso deh besok"

"Gue bukan semurah itu yang bisa lo suap pakai bakso ya"

Ekki diam. Tiba-tiba teringat lagi ucapan Agatha waktu itu.

"Untung gue nggak pelorotin lo"

"Lo temenan sama gue karna gue orang kaya ya?"

"Lo beneran pikir gue semurah itu?" Adele melempar kulit kacang ke wajah gue.

"Habisnya lo nggak mau jawab"--

"Emangnya harus banget ada alasan untuk kita temenan?"

"Maksud?"

Adele menghela napas sebelum ikutan gabung duduk bersila di atas ranjangnya.

Adele menatap gue sambil menggenggam tangan gue. Lama-lama dia semakin mendekatkan wajahnya ke gue.

"Del, lo mau ngapain sih?" Tanya gue panik.

Dia terus memajukan kepalanya dan gue terus memundurkan kepala gue. Gue bahkan sampai kembali ke posisi tiduran dan kesempatan ini dipakai dia buat menindih tubuh gue. Salah satu tangannya menopang tubuhnya biar gue nggak terlalu keberatan dengan tubuhnya yang berada di atas gue.

Asli ini posisinya ambigu banget.

"Del?"

"Karna gue suka sama lo"

"Lo bercanda kan?"

"Gue nggak bercanda. Gue suka sama lo"

"Del, gue nggak bi-"

"TAPI GUE BOHONG HAHAHA"

Dia langsung menjauh dan turun dari ranjangnya, masih sambil tertawa. Gue yang terlanjur lemas, cuma bisa diam menatap dia.

"Ekspresi lo kayak orang bego"

"Tai lo"

"Pasti panik banget tuh tadi"

"Ya jelaslah panik. Lo kayak gitu"

"Habisnya pertanyaan lo aneh banget"

"Terus jawabannya apa?"

"Gue bahkan nggak tahu kalau lo orang kaya raya saat kita pertama kali ketemu. Seragam, gaya ikat rambut lo, muka lo, semuanya berantakan. Sama sekali nggak mencerminkan orang kaya raya." Adele makan kacang sebelum lanjut bicara lagi, "Awalnya gue nggak mau bantuin lo karna muka lo judes banget, tapi gue pikir-pikir lagi, kayaknya muka lo judes gitu karna udah capek cari-cari kelas. Gue bantuin lo dan gue nggak menduga kita bisa sampai jadi teman kayak sekarang"

"Jadi bukan karna gue orang kaya?"

"Gue cerita panjang lebar dan lo masih tanya begitu?"

"Mastiin aja"

"Gue mau temenan sama lo ya karna lo Ekki. Cuma itu alasannya"

"Thanks Del. Maaf karna kadang gue suka sinisin lo. Kita dekat kayak gini aja baru akhir-akhir ini"

Lebih tepatnya setelah putus sama Agatha.

"No problem"

"Boleh peluk?"

"Sure"

You Make Me Melt (GxG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang