Sylviani

4.7K 478 31
                                    

Agatha gugup setengah mati sekarang. Masih dengan seragam kerjanya, dia duduk dalam posisi tegap berseberangan dengan seseorang yang duduk berseberangan dengannya diam menikmati kopinya. Hatinya terus bertanya-tanya apa yang sebenarnya ingin dibicarakannya dengannya. Agatha juga bingung dari mana dia mendapat nomor teleponnya. Dua hari lalu orang itu meneleponnya untuk minta saling bertemu. Karna Agatha harus bekerja terlebih dahulu, mereka bertemu di cafe tempat dia bekerja.


Apa dia marah karna Agatha bersikap kurang ajar dengan keluarganya waktu itu?

Orang yang sedang menemuinya adalah Sylvia, kakak perempuan Ekki sekaligus anak pertama Andreas.

"Jadi kamu kerja part time disini?"

"Iya kak"

"Astaga, jangan gugup kayak gitu. Santai aja sama aku"

Sylvia tersenyum ramah, tapi Agatha tidak bisa menyembunyikan ekspresi canggungnya. Bagaimana tidak gugup? Agatha tahu hubungan Ekki dan Sylvia tidak baik-baik saja. Sylvia adalah anak yang penurut dan dia berada di pihak orang tuanya.

"Uhm..maaf lancang tapi...Kak Sylvia mau ketemu karna apa ya?" Pertanyaan Agatha membuat senyuman Sylvia sirna secara perlahan. Dia menyesap kopi yang dipesannya sambil melihat keluar jendela cafe sebelum kembali menatap Agatha lagi dengan serius.


"Kamu udah temenan berapa lama sama Ekki?"

"Semenjak Ekki jadi murid baru di sekolah, kak"

"Terus kalian sedekat apa sekarang?"

Pertanyaan Sylvia membuat Agatha diam. Pertanyaannya barusan bukanlah pertanyaan biasa-biasa saja, bahkan Agatha merasa sulit harus menjawab seperti apa.

"Sa--sahabatan kok kak"

"Beneran?"

"Kakak kenapa tanya begitu ya?"

"Pembohong"

"Maksud kakak?"

"Gue udah tahu semua. Ekki cerita ke abangnya dan gue dengar semuanya"

Saat itu juga, Agatha seakan seperti baru saja kehilangan setengah nyawanya. Batinnya merutuki kesalahan Ekki yang asal bercerita dengan abangnya tanpa memahami kondisi dan tempat di mana dia berada. Sekarang bagaimana dirinya harus menjawab?

"Kalian pacaran?"

Agatha benar-benar tidak ada keberanian untuk menjawab pertanyaan Sylvia barusan. Menurutnya, berkata bohong tidak akan membantu, apalagi berkata jujur.

Tatapan serius Sylvia yang mengintimidasinya membuat keberaniannya menciut, bahkan hanya untuk menatapnya.

"Kalian pacaran?" Tanyanya sekali lagi.

"Iya, kak"

Sylvia memajukan tubuhnya pada Agatha, menyisakan jarak wajah mereka yang begitu dekat

"Kalian tuh udah besar. Kalian pasti mengerti ini bukan sesuatu yang baik untuk terus dilanjuti. Kalian juga tahu konsekuensinya kan?" Ucap Sylvia dengan suara pelan tapi penuh penekanan.

"Saya sayang Ekki, kak"

Agatha bisa melihat kedua tangan Sylvia terkepal kuat di atas meja. Terlihat jelas amarah yang berusaha dia pendam lewat ekspresi wajahnya. Mungkin kalau di tempat ini hanya ada mereka berdua, Agatha pasti sudah ditampar sekeras mungkin olehnya.

"Kalian tahu apa sih tentang rasa sayang? Kalian tuh masih anak-anak dan kalian juga sama-sama perempuan. Nggak ada yang namanya perasaan suka, sayang, atau cinta ke sesama jenis! Kalian mau dibilang sakit?"

Sakit?

Tentu saja Agatha tidak menerima semua ucapan Sylvia, tapi dia terlalu takut untuk membalasnya. Di sisi lain, entah kenapa, sebenarnya dia juga merasa bahwa ucapan Sylvia benar adanya.

"Kalau kamu emang beneran sayang sama dia...tolong jauhin dia"

"Tapi-"

"Tolong, Agatha. Sekali ini aja" Sylvia diam sejenak menatap cangkir kopinya, "Kalian berdua mungkin berpikir bahwa nggak sayang sama Ekki, tapi aku benar-benar sayang sama dia, Agatha. Aku cuma pingin yang terbaik buat dia. Aku yakin hubungan kalian cuma untuk kebahagiaan sesaat. Itu semua nggak akan bertahan sampai nanti. Tolong percaya kata-kata aku"

Kalau Sylvia sudah berbicara setulus itu bahkan sampai memohon padanya, Agatha bisa apa? Dia tidak punya hak untuk membantah apapun yang dilakukan seorang kakak ke adiknya kalau sudah membawa rasa sayang dalam permohonannya.

"Semua perbuatan aku selalu salah di mata Ekki. Dia benar-benar nggak kasih kesempatan kakaknya ini untuk sayang ke dia. Gue tahu, orang tua kita emang lebih sayang aku, tapi bukan aku yang minta itu semua kan? Kenapa Ekki sebegitunya benci sama kakaknya?"

"Dan...kalau dia kasih tahu aku dari awal kalau cita-citanya jadi guru, gue pasti bakal bantuin gimanapun caranya untuk dia bisa mengejar cita-citanya. Sekalipun aku harus melawan papa. Aku...aku merasa gagal jadi kakak untuk Ekki"

You Make Me Melt (GxG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang