Keputusan

4.8K 511 29
                                    

Ekki's POV

Hari udah semakin malam dan udara juga semakin dingin. Waktu yang tepat untuk tidur, tapi gue malah pergi ke taman belakang rumah dan duduk sendirian sambil minum teh hangat sendirian.

Lagi dan lagi, Agatha lewat di dalam pikiran gue. Mending kalau lewat aja, ini muter-muter terus kayak gangsing, nggak mau berhenti.

Gue ingin melupakan dia. Gue ingin kembali ke diri gue yang dulu. Gue ingin kembali ke saat-saat di mana gue cuma memikirkan diri gue sendiri dan nggak peduli dengan orang lain.

Berkali-kali gue mencoba, tapi berkali-kali juga gue gagal.

Sampai sekarang gue nggak bisa melupakan Agatha dan apa yang udah gue lewati bareng dia.

Gimana mau lupa? Setiap hari masih ketemu, setiap hari masih berkontak mata, dan setiap hari harus ngobrol bareng.

Belum lagi kalau satu kelompok sama dia untuk ngerjain tugas.

Walaupun begitu, semarah gimanapun gue, sekasar dan seketus gimanapun cara ngomong gue ke dia, gue tetap sayang.

Jujur, gue pasti mau banget kalau Agatha minta maaf dan minta untuk kembali kayak semula. Gue nggak peduli betapa jahatnya dia di ruang musik waktu itu, gue masih ingin hubungan gue dan dia lanjut lagi. Di satu sisi yang lain, gue nggak mau menunjukkan semua itu ke Agatha. Gue nggak mau terlihat rendah di mata dia. Gue ingin menunjukkan kalau gue baik-baik aja tanpa dia.

Nggak, gue nggak boleh nangis. Gue emang sedih kehilangan dia, tapi gue Ekki. Ekki yang nggak dramatis, nggak lebay, nggak cengeng, nggak--

Shit, nih air mata nggak bisa diajak kerja sama ya.

Norak lo Ki. Kayak anak baru gede jatuh cinta aja. Mentang-mentang dia cinta pertama lo, susah banget untuk lupain.

"Ekki"

Gue udah yakin suara itu pasti Kak Sylvia. Gue nggak noleh dan nggak memberi respon, cepat-cepat menghapus air mata gue. Kak Sylvia duduk di samping gue dan mengulurkan kantung plastik ke arah gue. Dia masih pakai pakaian kantornya.

"Kenapa nggak mandi dulu sih?"

"Kakak mau langsung kasih ini ke kamu"

Saat gue mau ambil, malah langsung ditarik lagi sama dia.

"Coba tebak isinya apa"

Gue kayak bocah banget diginiin sama dia. Gemas sih, tapi gue berusaha untuk nahan senyum.

"Kayak anak kecil ih"

Sylvia ketawa sambil mengeluarkan apa yang ada di dalam kantung plastik itu.

Ternyata ada dua es krim coklat.

Es krim coklat...

Es krim coklat membuat gue teringat satu momen dengan orang yang sedang berusaha gue lupain.

"Buat kamu"

Karna udah keburu dibukain bungkusnya, ya gue ambil.

Gue emang nggak suka sama dia, tapi bukan berarti gue harus bersikap kasar juga ke dia. Bagaimanapun, dia tetap kakak gue dan gue masih menghormati dia.

Dia juga makan bagian dia. Kita diam, sama-sama menikmati es krim masing-masing. Lucu, malam dingin kayak gini malah makan es krim.

Ok, tapi ini agak canggung.

"Dulu kamu makan sendiri, sekarang kita makan sama-sama"

"Hmm"

Makan sendiri? Maksud ucapannya apa? Dia pernah lihat gue makan es krim coklat?

"Dulu, Ekki sendiri yang bilang, kita kan kakak-adik, jadi harus sama-sama makan enak"

Tenggorokan gue tercekat. Rasanya es krim di dalam mulut gue tiba-tiba susah ditelan. Gue baru ingat momen di balik ucapan dia barusan. Gue hampir lupa tapi Kak Sylvia ternyata masih ingat momen itu.

"Ya" Jawab gue sekenanya, berusaha terlihat datar.

"Aku akan tinggal dengan Ardian di Kanada" Ucapannya membuat gue reflek menatap dia.

"Untuk?"

"Kita punya rencana untuk menikah dan tinggal di sana"

"Kenapa tiba-tiba?"

"Sebenarnya nggak tiba-tiba, Ekki. Kita udah merencanakan ini dari lama"

"Kenapa baru bilang sekarang?"

Kak Sylvia menghela napas sambil tersenyum. Dia malah mengelus rambut gue.

"Ekki mau ikut kita?"

Kenapa dia tiba-tiba dia ajak gue pergi bareng? Apa ada udang di balik batu? Lagipula...gue dan dia kan nggak dekat. Gue mau bergantung sama siapa di sana? Gue udah pusing bergantung sama orang tua di sini, terus gue harus bergantung sama dia lagi? Dia juga nggak beda jauh sama papa, bisa-bisa gue lebih menderita tinggal bareng dia.

Dari semua kebingungan gue tentang ajakan dia, poin terpentingnya adalah untuk apa gue tinggal di sana?

"Ekki bisa meraih cita-cita Ekki di sana"

"Tapi saya nggak mau jadi--"

"Kamu mau jadi guru kan? Kamu bisa ambil kuliah di sana dengan jurusan pendidikan. Jurusan pendidikannya juga macam-macam loh, kamu bisa pilih lebih detail mana yang benar-benar kamu suka"

Gue diam sejenak melihat gimana semangatnya Sylvia yang menjelaskan perkuliahan di sana. Jadi ini maksudnya... dia mendukung cita-cita gue? Atau masih ada udang lain di balik batu?

"Kakak dukung saya jadi guru?"

Dia menganggukkan kepalanya semangat.

"Saya nggak jadi seperti papa atau Kak Sylvia, nggak apa-apa?"

"It's okay, Ekki. Jadi apapun yang kamu mau. Kalau nggak mau jadi guru, masih ada banyak tawaran jurusan lainnya di sana"

"Tapi gimana papa mama?"

Dengan santainya sambil makan es krim, dia jawab, "Gue dan Ardian udah ngomong dengan mama papa saat pertemuan keluarga. Kita yang akan tanggung jawab merawat kamu di sana dan mereka setuju."

"Kapan ngomongnya?"

"Rahasia" Sylvia mengedipkan sebelah matanya.

Gue diam. Tetap aja masih ada sesuatu yang mengganjal di pikiran gue yang membuat gue nggak bisa terima ajakan Sylvia.

"Aku nggak akan mengengkang kamu Ekki. Kamu boleh melakukan apa aja yang kamu mau di sana, tapi tetap di bawah pengawasan aku dan Ardian" Lanjutnya.

"Tapi kuliah di sini juga bisa kan?"

"Aku ingin kamu dapat pengalaman baru, Ekki"

"Sekolah saya di sini gimana?"

"Kalau kamu emang mau, aku bisa minta papa untuk mengurusi itu semua.Papa juga bilang nggak apa-apa kamu harus mengulang kelas 12 di sana"

Saat gue diam untuk berpikir, tiba-tiba tangan Kak Sylvia menggenggam erat tangan gue. Gue menatap dia yang udah menatap gue lebih dulu sambil senyum.

Senyum yang teduh. Salah satu senyum yang gue rindukan.

"Kakak cuma mau kamu jadi orang sukses,Ekki. Kakak cuma mau itu aja. Urusan percintaan kamu dan lain-lainnya itu terserah kamu, tapi tolong setelah kamu benar-benar udah bisa mandiri dalam semua hal. Saat kamu udah benar-benar bertanggung jawab untuk diri kamu sendiri"

Urusan percintaan? Kok sampai nyenggol ke situ?

"Ada yang udah kakak tahu sebelum Ekki bilang?" Tanya gue ragu.

Sylvia menghela napas sebelum menganggukkan kepalanya. Walaupun belum pasti kita mempunyai maksud yang sama, jawaban Kak Sylvia membuat gue seketika lemas. Ketahuan Bang Ray aja udah panik setengah mati, apalagi si anak pertama. Apalagi dia orangnya cepu, sedikit-sedikit bilang papa. Mampus gue.

"Siapapun yang Ekki suka atau Ekki pilih nantinya, kakak akan dukung, tapi tolong, turuti dulu satu permintaan kakak itu"

"Masalah hubungan Ekki... kakak nggak kasih tahu papa kan?"

Gue lega saat Kak Sylvia menggelengkan kepalanya.

Kak Sylvia menunjukkan keseriusannya, jadi gue harus menunjukkan keseriusan gue juga. Gue juga sebenarnya penasaran apa dia benar-benar bisa pegang ucapannya atau nggak. Untuk bisa melihat itu semua, gue harus mengikuti terlebih dahulu apa yang dia minta.

"Kalau kamu mau jadi guru, perjuangkan, apapun caranya"

"Tapi kalau kamu nggak mau, kakak-"

"Kapan kakak pergi?"

"Tanggal 23, minggu depan"

"Asli sih kak, tiba-tiba banget"

Agatha's POV

"Sip, semua persiapan udah lengkap. Latihan udah mantap. Minggu depan udah mulai class meeting dan kita semua udah siap!" Ucap Bram semangat sambil memasukkan gitar ke dalam sarungnya.

Gue yang lagi ngelap-ngelap gitar cuma terkekeh melihat semangatnya.

"Minggu depan tanggal berapa ya? Gue lupa"

"Tanggal 23, pas banget dengan angka kesukaan gue dong"

"Ah iya. Tanggal 23 hari pertama class meeting dan tanggal itu juga kita tampil"

Tiba-tiba satu notif pesan masuk. Gue menekan tombol kunci smartphone gue dan ada satu pesan dari mama, tapi gue malah salah fokus dengan lock screen smartphone gue, foto gue dan Ekki yang belum gue ganti.

Ekki yang memeluk gue sambil ketawa saat kita di Dufan. Hari pertama kita jadian. Udah lama gue nggak lihat senyuman dia kayak di foto ini. Apa udah ada orang lain yang bisa membuat dia senyum kayak gini?

Gue kangen. Ngobrol sedikit sama dia aja gue udah bersyukur, walaupun kelihatan banget dia terpaksa ngobrol bareng gue.

Gue kangen lo, Ki.

Lo pasti benci banget sama gue ya sekarang?


TBC

You Make Me Melt (GxG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang