Teman, Nggak Lebih

5.4K 530 21
                                    

"Maaf, Ga. Gue nggak bisa"



Agatha's POV

Bel pulang sekolah yang berbunyi sangat keras membuat gue terbangun dari mimpi seram gue. Mimpi yang selalu muncul sejak kejadian dua hari lalu saat penolakan terjadi. Gue cek sekeliling, kelas hampir kosong dan tinggal beberapa murid yang sedang piket.

Gue mengusap kasar wajah gue.

Apa yang terjadi waktu itu masih teringat jelas. Dia menolak perasaan gue dan pergi dari rumah gue secepat mungkin. Bukannya hubungan gue dan dia membaik, justru semakin memburuk.

Gue ingin memperbaiki semuanya, tapi gara-gara tindakan konyol gue malah membuat gue dan dia lebih jauh lagi.

Tatapan gue dan Ekki saling bertemu. Dia belum pulang ternyata. Gue coba senyum ke dia, tapi dia langsung menatap ke arah lain dan lanjut membereskan alat tulisnya.

"Agatha!" Panggil Bram yang baru aja masuk ke dalam kelas.

"Bram"

"Gue udah nunggu daritadi di ruang musik. Lo lama banget"

"Maaf, gue ketiduran"

"Nggak bakal gue maafin sampai lo traktir gue minuman"

Teringat ada seseorang yang penting di sini, gue langsung melirik orangnya.

Ekki menatap tajam ke arah kita. Bukan... bukan kita, tapi lebih tepatnya ke Bram. Dia kenapa?

"Gimana? Gue haus gara-gara nungguin lo"

"Alasan aja"

"Lo harus traktir gue"

"Iya iya, gue traktir"

"Yuk. Habis kita beli minuman, gue antar pulang. Gue akhirnya dibolehin bokap bawa motor"

"Beneran?"

Bram mengangguk cepat, "Kalau lo mau, gue bisa antar lo pulang sekolah setiap hari"

"Nggak usah re-"

"Agatha pulang bareng gue"

Gue dan Bram langsung menoleh ke asal suara.

"Oh lo kak Ekki kan? Teman Agatha?"

Ekki nggak menjawab pertanyaan Bram dan melewati dia begitu aja. Sekarang dia malah menatap gue, tapi nggak bilang apa-apa. Dia kenapa sih?

"Gue kira lo berdua masih berantem"
Lanjut Bram sambil ketawa canggung.

"Nggak usah banyak ngomong. Pokoknya Agatha pulang bareng gue" Tatapan dia masih tertuju ke gue.

"Nggak"

Jawaban Bram akhirnya membuat Ekki menatap dia.

"Gue nggak akan pergi sampai Agatha sendiri yang bilang."

Walaupun dari matanya, gue tahu dia takut sama Ekki, tapi dia berusaha menyembunyikan ketakutannya itu dengan tidak kalah serius membalas tatapannya.

"Lo mau pulang bareng siapa?"

Keduanya kini menatap gue.

"Uhmm..."

"Lagipula lo kenapa pingin banget antar dia Agatha pulang? Pacar?" Tanya Ekki sinis.


"Bu..bukan sih tapi..."

Bram menatap gue lagi dengan senyumannya, "Selama ini, gue kasihan lihat Agatha selalu sendirian. Gue pingin ada untuk dia biar nggak sendirian lagi"

Tatapan datar Ekki bikin gue sulit buat menebak apa yang lagi dia pikirin sekarang.

"Ah gitu..." Jawabnya pelan.

Setelah itu, tanpa mengucapkan apapun, dia mengambil tasnya dan pergi gitu aja.

"Gue nggak salah bicara kan?"

Gue geleng kepala. Emang nggak ada yang aneh dari ucapan Bram, justru sikap dan ekspresi Ekki barusan yang aneh.

***

Di tempat kerja gue, nggak gue duga, Bram datang. Nggak ada kabar sebelumnya dan datang tanpa bilang apa-apa. Dia pesan minuman selayaknya pembeli biasa.

"Gimana tempat kerja lo, nyaman?"

"Hmm..iya kok"

"Ada jam istirahat kan? Jam berapa?"

"Lima belas menit lagi sih"

"Yaudah, gue tungguin ya. Gue bawa camilan enak. Nanti ke tempat gue duduk aja"

Gue mengangguk sambil tersenyum.

Awalnya emang gue sempat mikir kalau gue cuma butuh Ekki, tapi setelah kejadian ditolak waktu itu, gue sadar gue nggak cukup butuh satu teman aja. Gue nggak bisa bergantung dengan Ekki aja. Gue emang diperlakukan nggak baik di sekolah, tapi bukan berarti gue harus menutup diri kalau emang ada orang yang mau dekat dengan gue.

Bram duduk di deket kaca cafe sambil membawa pesanannya dan gue lanjut kerja sampai waktu istirahat tiba.

"Maaf ya lama nunggu"

"Nggak apa-apa kok. Gue ke sini pingin santai juga"

"Nih buat lo karna udah nungguin" Gue kasih segelas milk coffee gratis untuk dia.

"Eh? Gue-"

"Gratis kok gratis"

Saat gue menyantap camilan yang dibawa Bram sambil membicarakan seputar gitar, sepasang murid yang sebenarnya lagi nggak pingin gue lihat malah datang ke ke sini.

Siapa lagi kalau bukan Ekki dan cowo itu. Entahlah, mereka datang ke sini emang cuma mau beli kopi atau ada niat nggak benar ke gue. Ekki kan tahu gue kerja di sini.

Selesai mereka pesan apa yang mereka mau makan, mata Marcel langsung tertuju pada Bram.

"Lo di sini?!" Marcel menaruh pesanan dia dan Ekki di meja tepat sebelah gue.

"Kak Marcel"

"Kalian saling... kenal?" Tanya Ekki bingung.

"Iya, dia sering jadi pengiring musik di acara-acara perusahaan papa gue. Namanya Bram. Dia adik kelas kita, cuma beda setahun aja"

Ekki cuma menganggukkan kepala. Kita duduk di tempat masing-masing.

"Jadi, lo berdua pacaran?" Tanya Marcel to the point.

"Nggak. Gue sama Agatha cuma temenan baik kok. Gue lagi gabut, jadi datang ke sini aja untuk gangguin dia kerja"

"Ooh gue kira... Awas, nanti beneran saling suka"

Gue nggak peduli dengan ucapan Marcel, fokus gue cuma tertuju pada Ekki yang sibuk dengan smartphonenya dari awal kita duduk sampai detik ini.

Dia kelihatannya nggak suka dengan perbincangan dua cowo ini.

"Kak Marcel sendiri gimana sama... kak Ekki?" Tanya Bram hati-hati sambil melirik Ekki.

"Gue nembak dia" Jawab Marcel sambil ketawa.

"Lah terus?"

"Belum dijawab. Nggak apa-apa. Pasti akan ada waktunya kok"

Jangan tanya perasaan gue gimana sekarang mendengar apa yang baru aja cowo itu bilang.

Jadi Marcel udah nembak Ekki juga?


Apa itu yang membuat dia nolak gue waktu itu?
Mereka udah pacaran dan Ekki sama sekali nggak kasih tahu gue?
Gue nggak tahu harus gimana, gue kesal tapi gue tahu seharusnya nggak jadi masalah Ekki mau cerita atau nggak ke gue.

Toh gue juga bukan siapa-siapa dia

Tapi setidaknya dia bilang dari awal biar gue nggak berharap apalagi bilang perasaan gue ke dia.

Seketika gue muak lihat wajah mereka berdua.

"Gue mau ke toilet sebentar" Gue langsung berdiri dan pergi begitu aja.
Gue langsung pergi ke toilet untuk menenangkan diri. Gue cuma cuci tangan sebelum menatap diri gue lewat pantulan kaca di depan gue. Tiba-tiba rasa percaya diri gue langsung turun drastis setelah tahu Marcel udah nembak Ekki. Ya, gue akuin mereka pasangan yang ideal. Level Marcel nggak sebanding sama gue, benar-benar nggak sebanding.

Cowo yang terkenal satu sekolah dan cewe yang dirundung satu sekolah.

Ekki pasti nggak bego buat milih.

Lagipula gue dan Ekki sama-sama perem--

"Yakin kalian cuma temenan aja?" Pikiran gue buyar karna suara Ekki yang entah sejak kapan udah bersandar di ambang pintu toilet.

Dia masih dengan tatapan sinisnya, walaupun nggak separah waktu itu. Gue nggak balik badan, cuma menatap dia lewat kaca cermin.

"Maksud?"

"Sering pulang bareng, ngobrol bareng, berduaan di ruang musik. Dia datang ke tempat kerja lo. Masih mau bohong kalian cuma temenan?"

"Kenapa pingin tahu banget?"

"...." Dia diam, melipat kedua tangannya di depan dadanya.

"Apa gue juga harus tanya hubungan lo sama Marcel?"

"Gue sama Marcel temenan aja"

"Yakin kalian cuma temenan aja?"

"Apapun hubungan gue sama Marcel, bukan urusan lo"

"Hubungan gue sama Bram juga bukan urusan lo"

Ekki menghela napas.

"Lo bilang perasaan lo waktu itu dan lo masih bisa seenaknya dekat sama yang lain. Lo emang nggak serius sama perasaan lo ke gue kan?"

Nggak mau difitnah lebih jauh lagi, gue akhirnya balik badan untuk menatap dia langsung.

"Emang lebih bagus kalau nggak serius kan? Gimana jadinya kalau gue serius ke lo tapi ternyata lo udah pacaran sama orang lain? Gue berharap perasaan gue emang cuma main-main ke lo"

Gue cuma suka lo Ki, lo doang...


"Oh jadi sekarang lo nyesel dengan pernyataan perasaan lo waktu itu?"

Gue ketawa sinis, "Benar dugaan gue, lo nolak gue karna lo suka Marcel kan? Atau lo jijik sama gue?"

Ekki diam. Matanya mulai berkaca-kaca, wajahnya memerah, dan tangannya terkepal kuat kayak seakan mau nonjok gue sewaktu-waktu. Pemandangan yang sama sekali nggak mau gue lihat.

Kenapa Agatha? Kenapa lo selalu membuat Ekki begini?

Gue pingin minta maaf, tapi... setengah hati gue juga merasa benar. Apa gue egois? Apa gue salah?

"Gue...gue kecewa sama lo, Ga"

"Bukan lo aja, Ki"

Sebelum air matanya benar-benar jatuh, dia udah langsung lari meninggalkan gue sendirian di toilet.

Gue keluar dari toilet pun, dua orang itu udah pergi meninggalkan Bram sendirian yang kebingungan.

TBC

You Make Me Melt (GxG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang