3rd person's POV
Class Meeting.
Hari yang paling dinantikan pun datang. Selama tiga hari ke depan semua siswa terbebas dari pelajaran. Class meeting kali ini sebenarnya sama saja seperti yang sebelum-sebelumnya. Lomba antar kelas sebagai acara utama, pentas untuk tradisional dance dan modern dance, dan ada stand up comedy juga. Siswa yang mempunyai band sendiri juga sangat diperbolehkan untuk tampil.
Selain banyaknya sponsor-sponsor yang menjual barang-barang mereka, banyak siswa dari sekolah lain yang datang untuk ikut memeriahkan class meeting kali ini. Sekolah tidak biasanya seramai ini.
"Agatha, nanti jangan lupa angkat ampli untuk gitar lo ke atas panggung ya. Taruh di dekat bangku lo duduk aja nanti"
"Sip"
Sesuai perintah Bram, Agatha mengangkat amplinya ke atas panggung dan meletakkannya di dekat bangku yang akan dia duduki. Saat dia hendak turun dari panggung untuk membantu Bram mengangkat barang lainnya, langkahnya terhenti.
Sesuatu menangkap perhatiannya.
Tidak jauh di depannya, ada Ekki yang berdiri di tengah kerumunan siswa lainnya.
"Katanya dia mau ketemu lo" Bisik Bram sebelum melanjutkan langkahnya naik ke atas panggung."Aku?" Agatha menunjuk dirinya sendiri.
Ekki menganggukkan kepalanya.
Agatha tidak berpindah posisi sedikitpun dan malah menatap Bram, tapi Bram tidak membalas tatapannya karna sedang menyiapkan panggung.
Ekki sadar gerak-gerik Agatha.
Dia ikut menatap Bram, "Woi Bram! Pinjam pacar lo sebentar boleh?!" Teriak Ekki
"Hah?"
"Kapan jam lo manggung?!"
"Jam setengah 3 sore! Sekalian untuk penutup class meeting!!"
"Pinjam Agatha ya! Dia dipanggil guru BP! Penting!"
Dengan santainya, Bram hanya menunjukkan kedua jempolnya sebelum lanjut membantu panitia dekor. Dapat izin dari Bram, Ekki langsung berjalan mendekati Agatha dan mengulurkan tangannya, menunggu perempuan di hadapannya menggenggam tangannya.
Bingung karna sikap Ekki, Agatha hanya diam menatap tangannya tanpa meraihnya.
"Tangan gue pegal nih""Bukannya... masih marah?"
Ekki menghela napas, "Lo mau di sini atau ikut gue?"
"Mau ke mana?"
"Keliling aja"
"Tapi aku-"
Ekki langsung menarik tangannya pergi ke salah satu stan yang menjual sosis bakar.
"Bentar, gue mau ngantri sosis dulu. Lo mau juga?"
"Tadi kamu bilang aku dipanggil guru BP?"
"Kalau gue nggak bilang gitu, pacar lo pasti nggak bolehin lo keliling sama gue. Lo nggak capek dari tadi pagi ngurusin itu terus?"
Agatha diam. Tentu saja dia senang Ekki mengajaknya untuk menemaninya, tapi ini terlalu mendadak untuknya. Terakhir kali, Ekki bersikap sangat ketus padanya. Dia kira Ekki sudah benar-benar membencinya.
"Lo nggak mau jalan sama gue? Lo lebih mau sama pacar lo di sana?"
"Aku sama Bram nggak pacaran"
"Tapi lo suka sama Bram kan?"
Agatha lagi-lagi diam. Ekki juga diam, menunggu jawaban apa yang keluar dari mulutnya.
"Mau pesan apa nih?" Obrolan mereka terganggu oleh penjual sosis.
Saking seriusnya obrolannya, mereka tidak sadar sudah giliran mereka untuk memesan.
"Sosis bakar dua. Satu pedas, satunya lagi jangan" Ekki menatap Agatha, "Mau es teh juga? Gue yang traktir"
Agatha menganggukkan kepalanya.
Mereka berdua makan sambil duduk di pinggir lapangan dan menonton pertandingan basket antara kelas 12 melawan kelas 11."Semoga kelas 11 disikat habis tanpa ampun"
"Doanya jelek banget"
"Lo lihat yang kuncir kuda itu?" Ekki menunjuk salah satu anggota dari tim basket kelas 11.
"Dia kenapa?"
"Orangnya belagu banget. Dia salah satu kurcacinya Marcel. Sikap dia ke gue jelek banget. Jealous karna Marcel teman gue. Gue tahu dia sama teman-temannya sering gosipin gue di belakang gue. Sok alim banget kalau di depan gue. Makanya gue sering panas panasin dia. Semoga tim dia kalah"
"Nggak boleh dendam kayak gitu, Ekki"
"Lo belain dia?"
Agatha hanya menghela napas sambil menggelengkan kepalanya.
Ekki diam sejenak menatapnya, lalu menarik tangan kanannya yang sedang memegang sosisnya.
Agatha menatapnya bingung, "Ki?"

KAMU SEDANG MEMBACA
You Make Me Melt (GxG)
عاطفيةEkki, remaja perempuan berumur 17 tahun dengan kehidupan hitam putihnya. Semuanya terasa biasa saja untuknya. Tidak ada warna. Kosong. Hambar. Sampai akhirnya dia bertemu dengan Agatha, teman sekelasnya. Pertemuan mereka mulai merubah pikirannya te...