KITA memang tidak tahu apa yang akan terjadi esok, namun setidaknya kita punya rencana apa yang akan dilakukan untuk menyambut hari tersebut. Layaknya kapal, hidup ini hanyalah sebuah pelayaran panjang yang ditujukan hanya untuk kembali kedaratan, mau sejauh apapun kita menjelajahi lautan, tetap pilihan terakhir kita adalah daratan.
Hidup ini syarat akan tujuan. Tanpa tujuan untuk apa kita hidup, berawal tanpa roh, dan berakhir juga tanpa roh. Berasal dari tanah maka akan kembali pada tanah.
Itu yang kini sedang dipahami oleh seorang gadis yang sejak subuh sampai matahari hendak terbit hanya khusuk dengan sebuah buku tebal bertuliskan arab dengan balutan tinta berwarna emas pada sampulnya. Al-qur'an. Itu yang kini ia pelajari. Walau tersendat-sendat namun ada sepercik harapan didalamnya. Selesai dengan lantunan terbata-bata tersebut, kini ia mulai membaca apa arti dari ayat yang ia baca. Menangis, hanya itu yang bisa ia lakukan.
"Apa aku bisa menjabah jannah-Mu ya Rabb? Dengan segala macam dosa yang begitu besar ini?" Bilqis terisak sambari bersujud dengan kedua tangan bersimpuh pada sajadah.
Ini seperti bukan Bilqis khumaira Azzahra yang selama ini berangkuh ria dalam kisah ini. Ini bukan seperti gadis arogan yang suka mencaci juga berlaku kasar. Seratus delapan puluh derajat berbeda. Kini, yang ada hanyalah gadis rapuh dengan segala ketidak berdayaannya sebab dosa yang kini disesalinya.
**
Tepat jam 07.15 Bilqis sudah tiba disekolah. Rekor baru telah terpecahkan untuk seorang Bilqis karena tiba 15 menit sebelum bel masuk berkumandang.
"Pagi, Pak Maman!" sapa Bilqis pada satapam sekolah yang separuh waktunya dihabiskan untuk duduk dengan koran juga kopi pada pos yang berada tepat disamping gerbang SMA Pelita.
Pak Maman yang mendapat sapaan dari Bilqis sontak terkejut dan tersenyum kaku "Pa-pagi, Neng Bilqis."
Melihat ekspresi terkejut Pak Maman yang berlebihan membuat Bilqis terkekeh "Biasa aja kali, Pak. Udah kaya disapa sama Luncita luna aja."
Pak Maman nyengir kuda "Hehe. Maaf, Neng. Pak Maman cuma..engg.. Anu.."
Bilqis tersenyum. Ia paham apa yang kini pria paruh baya tersebut fikirkan "Hehee..saya ngerti kok, pak, kalau gitu saya masuk dulu, ya. Oh? Hampir aja lupa. Ini ada nasi uduk buat Bapak, belum sarapankan?"
Pak Maman menggeleng pelan, dengan wajah berseri-seri, karena memang sejak tadi cacing diperutnya sudah demo minta diturunkan makanan.
"Tepat. ini, Pak." Bilqis menyodorkan bungkusan berisi nasi uduk juga tak lupa beberapa gorengan pada Pak Maman.
Dengan sejuta rasa herannya, Pak Maman akhirnya menerima dengan baik "Terimakasih, Neng."
"Iya, sama-sama. Kalau gitu saya pamit ya, Pak. Bentar lagi kayanya bel. Assalamualaikum, Pak." pamit Bilqis sebelum benar-benar memasuki area sekolah.
Melihat kepergian Bilqis, Pak Maman seketika ditarik dari kebingungan yang melandanya "Makasih banyak, Neng geulis. Waalaikumsalam!"
Bilqis yang belum terlalu jauh tersenyum mendengar suara yang syarat akan kebahagian tersebut. Itu hanyalah hal sepele, namun entah kenapa rasa bahagianya melebihi rasa bahagia saat ia dan teman-temannya sedang membully orang-orang yang tidak sejalan dengannya.
"Oh, indahnya berbagi." gumam Bilqis masih dengan senyumannya yang mengembang.
Sangking senangnya ia sampai tidak melihat bahwa ia baru saja melewati Feby yang entah ada angin apa juga datang kesekolah pada jam yang tidak biasanya.
"Woy!" tegur Feby seraya memeluk bahu Bilqis.
"Astagfirullah!" kaget Bilqis.
"Huh?!" namun rasa terkejut Feby malah yang kini lebih terdengar histeris.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijrah Cinta
SpiritualitéHIATUS :') - - "Siapapun yang sudah kokoh berdiri pasti pernah merasakan jatuh dan ingin mati. Siapapun yang pernah tertawa lepas pasti pernah merasakan tangis yang teramat puas. Siapapun yang pernah berbahagia pasti pernah merasakan beratnya kecewa...