MARAH, tak terima, sakit hati. Kini telah jadi satu membentuk perpaduan sempurna dengan segala macam rasa dalam dada Cowok dengan seragam putih abu-abu yang sudah tidak karuan warna juga bentuknya sebab bermain basket dengan kondisi hujan yang masih mendera sempurna. Posisi lapangan yang berada diluar membuat hujan dapat mengguyur kapan saja.
Lemparan demi lemparan kasar beberapa kali ia lakukan menuju ring basket dengan jarak jauh. Beberapa kali berhasil mencetak angka, namun juga tak jarang lemparannya meleset.
"Argh!!" lenguhan keputusasaan kembali terdengar pilu dari bibirnya yang bergetar.
"Ka! Udah woy! Nyingkir!" seru Tino untuk kesekian kalinya dan kembali tidak dihiraukan oleh Raka.
"Bos nanti lo sakit!" Rio juga berseru khawatir.
Sebab sudah satu jam lebih Raka bermain basket dibawah guyuran hujan yang bisa dikatakan lumayan deras. Wajah tegas Raka kini sudah tergantikan dengan mata merah juga bibir yang sedikit kebiruan.
"Gimana nih?" Tino menepuk pundak Rio semakin khawatir karena melihat cara main Raka yang semakin gila.
Rio hanya menggeleng, tak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia hapal betul bagaimana watak sahabatnya yang satu itu. Keras kepala.
Setelah lima belas menit Rio juga Tino berteriak uring-uringan meminta Raka berhenti. Akhirnya Raka memutuskan untuk menepi sebab kini semua bola yang ia miliki telah dipunguti Tino juga Rio semuanya. Se-mu-a-nya.
Raka mendelik tajam kearah keduanya dan langsung menuju kepinggir lapangan untuk memungut tas nya, lalu berjalan menuju parkiran dimana motornya berada. Dan tanpa babubu lagi ia langsung tancap gas sekencang mungkin.
Rio dan Tino yang berlari menyusul hanya menatap ngeri cara Raka berkendara.
"Kita ikutin dia, gue khawatir terjadi apa-apa." ujar Rio yang langsung menuju mobilnya.
Tino mengangguk dan mengekor dibelakang Rio.
** * * **
"Papi?" Gumamnya pelan namun sepertinya dapat tertangkap oleh telinga Arman.
Bilqis masih berfikir bahwa kali ini penglihatannya sedang kurang baik. Sampai ketika sahutan suara bariton yang sangat berat menyapu segala hayalannya.
"Kemari," ujar Arman diselingi dengan senyuman tipis namun sanggup membuat jantung Bilqis berpacu dua kali lipat dari biasanya.
"Bilqis? Sini, Nak." sekali lagi Arman berujar. Dan kali ini senyuman haru sekaligus rasa hangat menyelimuti hati Bilqis. Oh ya Tuhan! Tidak ada yang bisa membuatnya sebahagia ini.
Bilqis berjalan pelan kearah pria paruh baya yang mungkin sudah lama tak ia dengar barang sekali memanggilnya dengan sebutan 'Nak' tersebut.
"Papi..gak kekantor?" tanya Bilqis sekadar basa basi tanpa menghilangkan tatapan heran sekaligus haru yang ia rasakan.
Arman hanya menaikan bahu seraya menepuk pelan tempat disampingnya. Bilqis menagguk dan tersenyum kemudian segera mengambil tempat disamping Arman.
Setelah Bilqis bersisian dengan Arman. Satu tangan Arman membenahi hijab Bilqis yang padahal tidak ada celah sedikitpun untuk dibenahi. Tatapan Arman yang begitu sendu juga penuh kasih sayang, membuat genangan air mata dipelupuk mata Bilqis. Dengan susah payah Bilqis menahan untuk tidak menangis terisak.
"Sekarang kamu tumbuh jadi gadis yang sempurna." terdapat jeda "Papi...bangga sama kamu."
"Pa..pi? tadi?" Bilqis gelagapan bukan main. Tadi Arman berkata kalimat yang biasanya menghujamnya namun kali ini? Ia berkata bangga padanya? Kalimat yang sungguh asing ditelinga Bilqis. Bertambah asing kala kalimat itu disematkan sang ayah untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijrah Cinta
EspiritualHIATUS :') - - "Siapapun yang sudah kokoh berdiri pasti pernah merasakan jatuh dan ingin mati. Siapapun yang pernah tertawa lepas pasti pernah merasakan tangis yang teramat puas. Siapapun yang pernah berbahagia pasti pernah merasakan beratnya kecewa...