Aku berjalan lemas, pasalnya sejak pagi otakku berpikir terus menerus memecahkan perhitungan dan perhitungan. Lebih lagi sekarang aku pulang sendiri di waktu yang sangat sore. Sekolah juga sudah nampak sepi, hanya tinggal beberapa anak basket yang masih latihan.
Saat tiba di lorong menuju lobi, ada beberapa orang yang menyender pada tembok. Aku sedikit bingung, buat apa mereka di situ? Lebih membingungkan lagi mereka menatapku dengan licik dan senyum setan menempel di bibir mereka. Perasaanku tak enak.
Saat tiba di depan mereka, aku berhenti.
"Lo ... Fira Florin?"
◇◇◇
Mataku masih sembab dan sedikit menghitam di sekitarnya. Ternyata dampaknya sampai seperti ini. Aku memberi sedikit bedak bayi di wajahku yang kucel karna lelah. Setelah cukup menutupi wajah menyedihkanku, aku keluar kamar.
Di dapur Ibu sudah siap sarapan bersama Bapak.
"Kamu mau sekolah, sayang?" tanya Ibu. Dia mengelus pucak kepalaku lembut. "Masih pusing?"
Aku menggeleng pelan lalu tersenyum. "Nggak kok Bu, Ade udah baikan."
Ibu mengecup pucak kepalaku. "Jangan dipikirin, nanti kamu sakit."
Aku lagi-lagi mengangguk.
"Bapak anterin ke sekolah yuk." Bapak beranjak berdiri.
"Gak perlu Pak, ade gak pa-pa kok."
"Bukan keadaan kamu, tapi kelakuan mereka yang Bapak cemaskan."
Aku menggulum senyum. "Tenang, ade kuat kok. Buktinya masih bisa lolos kemarin."
Bapak menghela napas. "Tapi ade, itu bahaya."
"Yang penting mereka gak sampe nyentuh ade, Pak."
"Ya udah, kalo ada apa-apa telpon ke rumah yah," pesan Ibu. Aku mengangguk singkat. "Ibu masukin bekal nasi goreng ke tas kamu. Nanti makan yah."
"Iya Bu. Fira berangkat, Assalamualaikum."
Aku mencium tangan mereka satu persatu lalu mereka mencium dahiku secara bergilir.
"Hati-hati, de."
Air mataku kembali lolos saat tiba di pekarangan rumah. Nyatanya ini masih membekas di hatiku. Kejadian kemarin sungguh di luar ekpetasiku. Orang-orang kemarin, memberiku pelajaran. Benar kata Manda, fans mereka tak segan. Bahkan mungkin aku akan habis oleh mereka jika tidak ada anak basket di sana. Trauma, tentu saja. Bahkan aku tak pernah dibentak oleh Bapak dan Ibu. Lalu mereka sekenanya melakukan semua itu padaku. Membentak, mencibir, bahkan melempar beberapa benda di depan ku.
Aku memasuki angkot, mendengarkan lagu dengan earphone. Aku tak mau ingat mereka lagi.
"Kalian, ternyata minta aku menunjukan siapa aku sebenernya."
◇◇◇
Keadaan kelas ramai karna pelajaran jam kosong. Berbagai kegiatan dilakukan, dari yang mendengar musik sampai tidur di lantai.
Namun keadaan itu lenyap ketika guru Bahasa Inggris masuk. Kami langsung dihadiahi soal-soal untuk menyeleksi siapa yang ikut olimpiade nanti.
Suasana kelas hening, sibuk mengerjakan lima lembar soal itu. Begitu juga aku, karna aku suka Bahasa Inggris. Sampai ... sekitar lima soal lagi, aku seperti mendengar keributan dari luar. Saat menengok ... gerombolan itu. Cepat-cepat aku menunduk, pura-pura sibuk dengan soal.
"Fira Florin yang manis!"
"Oh~ anak Bahasa imut-imut, kayak si Fira itu yak?"
"Iyah ... degemnya para cowok."
Aku memekik dalam hati. Apa maksud perkataan mereka? Ku rasakan pipiku mulai memanas.
"Kenapa mereka berisik sekali sih!" Bu Sofia langsung berdiri, berjalan menuju pintu. Terdengar seperti menasehati agar jangan berisik katna kelas kami sedang penyeleksian. Terdengar juga tawa dan sahutan-sahutan dari gerombolan itu.
"Boleh Bu, kami akan pergi. Salam buat Fira yang manis ya Bu!"
Deg.
Aku menggigit bibir bawahku takut. Apa lagi ini? Bu Sofia kembali duduk di meja guru.
"Waktu habis. Kumpulkan hasil kerja kalian."
"Yah, belum selesai," cicitku.
"Fira? Ayo cepat kumpulkan."
"Eh ... iya Bu."
Aku segera berdiri, menyerahkan lembar soal plus jawabannya. Nyatanya ada lima soal yang belum aku isi.
"Fira?" Aku menatap Bu Sofia.
"Iya Bu."
"Saya harap kamu ikut olimpiade, jangan rumitkan masa mudamu dengan pacaran."
Aku terdiam sebentar lalu mengangguk. Aku memang suka dan mendapat nilai lebih di Bahasa Inggris selain Bahasa Korea. Lalu aku kembali ke bangku.
"Saya akhiri jam pelajaran, selamat siang."
"FIRA! LO SIAPANYA WARIOR?!" melengking Citra saat Bu Sofia sudah keluar. Tatapan benci merasuki mata coklatnya itu.
Mampus! Pasti fans gerombolan itu.
Tiba-tiba ada yang menepuk pundakku. Manda.
"Cerita ke kita. Apa yang terjadi?"
---
Hihohiho.... gaje ya work ini? Maafkeun nurlaa yak... hehe😄
To be continue 💙
KAMU SEDANG MEMBACA
Fira Florin
Teen Fiction(Nulis pas jaman jamet, harap maklum). "Jika cintamu bak hujan, maka dengan senang hati aku memakai payung untuk melindungi diriku. Namun saat melihat orang lain menikmati hujanmu, aku pun ingin merasakannya." -Fira Florin. "Kau paling unik, ket...