Lagi

4.8K 249 1
                                    

"Lo gak papa? Seriusan? Pulang aja ya?" Entah pertanyaan ke berapa dari Angel.

Melihat bajuku yang basah, memang aku berpikiran untuk pulang saja. Tapi rasanya tak bagus juga aku pulang sendiri dengan keadaan seperti ini. Dan tak mungkin juga aku meminta kedua temanku mengantarkanku, karna itu kemungkinan mengajari mereka bolos. Tidak mau!

"Aku di UKS aja deh, sampe baju aku kering minimal. Nanti aku pulang."

"Ih, nanti lo masuk angin."

Nah kan, bawelnya Angel muncul saat seperti ini. Dan kalian tau, ini masih di koridor menuju lantai dua, ruang UKS.

"Gak papa, aku malu pulang basah-basah begini. Mana ininya aku keliatan lagi," ucapku sedikit memelan.

"Oh astaga! Gue lupa sama itu!" pekik Angel. Dia menutupi punggungku dengan sebelah tangannya, pasti itu sudah transparan.

"Ekhem ... biar gue anter pulang."

Suara bariton cowok membuat langkah kami berhenti. Satu persatu dari kami memutar tubuh. Kami cukup terkejut, apalagi Angel memekik senang.

"Riga," gumamku. Mungkin masih terdengar, karna sejurus kemudian cowok itu mengangguk singkat.

"Sanji nyuruh gue anterin lo pulang, lo bisa percayain gue," jelas Riga. Mungkin karna aku tak kunjung menjawab.

Manda langsung membawa tubuhku ke belakangnya. Menatap Riga dengan marah.

"Lo pikir setelah kejadian ini kita bakal percaya lagi gitu sama kalian?" Manda terkekeh mengejek. "Gini Kak, bukannya apa-apa, tapi gue gak suka temen gue digituin. Jadi sorry kalo kita gak izinin lo bawa Fira pulang."

Riga mengangguk mengerti. "Lo boleh pegang kata-kata gue, dek. Kita emang ikut dalam seluk beluk pembulian Fira tempo lalu." Dia berhenti sejenak, lalu kembali melanjutkan, "tapi Migi yang minta kami buat jagain temen kalian ini. Dan berenti buat ganggu Fira."

Aku terkejut bukan main. Jadi benar kata Angel waktu di kantin. Warior selalu bergantian berjaga di dekat kelas Bahasa.

"Jadi lo boleh apain gue kalo terjadi sesuatu sama Fira. Karna mungkin hukuman dari lo gak seberapa dari hukuman Bos Migi kalo Fira terluka."

Sesayang itukah Migi padaku? Lalu sekarang kenapa begini?

"Gue tetep gak izinin," bantah Manda, semakin menyembunyikan tubuhku di balik punggungnya.

"Biar gue yang anterin."

Aku terdiam, kali ini beda suara lagi. Dan suara ini berada tepat dari belakangku. Aku dan Angel menoleh.

"Biar gue yang anterin Fira pulang," jelasnya. Aku meneguk ludah tak percaya. Mana mungkin aku pulang dengannya! Dan tidak akan pernah mau!

Semua tampak diam, menunggu jawaban dariku. Aku membalikkan tubuhku, membelakangi orang tadi.

"Aku sama Riga aja."

Riga tersenyum simpul. Lalu dia melepas jaket sweater miliknya, menyerahkan padaku.

"Nanti masuk angin."

Aku menerimanya, memakainya dengan cepat.

"Tasnya biar temen lo yang bawain nanti." Ucap Riga cepat, "kita duluan."

Aku mengikuti langkah Riga setelah berpamitan pada kedua temanku. Kecuali pada orang yang sejak tadi masih berdiri di sana.

"Lo tau alesan Migi berubah?" tanya Riga saat tiba di parkiran. Aku mengerut bingung.

"Lo."

◇◇◇

Sanji menatap sahabatnya itu dengan tajam. Berbeda dengan yang ditatap, justru dia menatap sepatunya nampak tak mau bereaksi.

"Jawab bangsat! Lo gak sebrengsek ini!" sentak Sanji. Migi hanya diam tak bergeming. Semua anggota nampak diam tak mau menghalangi kedua orang itu untuk menyelesaikan masalah.

"Shit!" Sanji menggaruk kepalanya frustasi. Dia tidak tau kenapa bisa gila seperti ini hanya karna cewek itu.

"Sini lo!" Sanji mulai kehilangan kendalinya, mulai memukuli wajah Migi yang masih duduk di atas sofa. Merasa tak terima, Migi bangkit dan membalas pukulan Sanji.

"Lo bangsat!" teriak Sanji seraya menonjok wajah Migi tepat di hidungnya. Tampaklah cairan merah keluar dari salah satu lubang hidung Migi.

Sanji menarik kerah baju Migi, mencengkramnya dengan kuat.

"Gue kira dia aman sama lo! Dan gue mulai relain dia buat lo, karna apa? Karna gue tau gue gak bisa bahagiain dia sampai kapanpun, tapi nyatanya gini. Gue gak rela bangsat!" sentak Sanji kesekian kalinya, dia kembali membabi buta pukulannya untuk Migi.

"Gue suka sama dia, tapi gue gak bisa milikin dia. Gue rasa lo udah dapet skenario beruntung dari Tuhan. Tapi kenapa lo sia-siain hah!"

"Lo mau lepasin dia cuman gara-gara berita yang lo ambil sepihak? Mikir njing!"

Baik, dan ini untuk pertama kalinya Sanji berbicara dengan banyaknya. Dan catat, karna cewek itu.

"Gue gak suka sama dia," balas Migi seraya bangkit. Sanji mendorong kedua bahu Migi, membuat dia kembali terkapar ditanah.

"Bulshit!"

Sanji berjalan menuju sofa, menyandarkan tubuhnya mencoba tenang. Dia tidak pernah semarah ini.

"Seenggaknya lo perjuangin dia, karna kalo dikasih kesempatan, gue udah perjuangin dia," ucap Sanji menatap sepatunya nanar. "Sayangnya Tuhan gue gak ngizinin itu."

Dia menatap Migi yang masih mengatur napasnya.

"Sejauh apapun lo mengelak akan hati lo yang suka sama dia, lo gak bisa apa-apa, Gi."

Migi terdiam, mencerna setiap kata dari mulut Sanji.

"Gue udah anggap dia ade gue sekarang, buang semua rasa cinta gue. Dan gue gak rela lo sakitian dia apalagi bentak dia."

"Jalanin kesempatan yang Tuhan beri, Gi."

Migi masih terdiam. Dia benar-benar bingung. Tapi kejadian tempo lalu masih berputar bak kaset. Pelukan itu, Migi membencinya.

"Orang itu masa lalu Fira, dan yang membuat Fira seperti sekarang."

Migi menegakkan tubuhnya saat mendengar itu. Kenapa dia begitu bodoh sekarang!

"Dia ma--"


Tiba-tiba pintu terbuka, menampakan Riga baru masuk dengan santainya. Namun sedetik berikutnya, dia kaget bukan main.

"Gue kira gak sampe adu jotos," celetuknya. Dia berjalan mendekati Sanji, lalu membisikan sesuatu.

Sementara Migi? Dia masih meruntuki hatinya. Kenapa dia malah pergi, bukan bertanya siapa yang memeluk gadisnya itu? Dan dia semakin menyesal kala mengingat dia mengacuhkannya selama ini.

Dia bangkit, tidak memperdulikan rasa nyeri yang menjalar di punggung dan wajahnya.

"Kemana?" tanya Sanji saat Migi mengambil satu helm.

"Rumah Fira."

"Percuma, 15 menit lagi pesawatnya terbang ke Singapura."

---

Fira FlorinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang