Kiss? OMG!

5.6K 231 3
                                    

Mustahil, bisa dikatakan begitu. Tapi nyatanya itu terjadi. Semburat itu sering muncul tanpa aku sadari. Setiap aku berada di dekatnya, getaran itu kembali ada. Getaran yang sudah kutinggalkan selama hampir satu tahun. Sebuah pertanda yang selalu aku elak sampai saat ini.

Aku menutup buku diaryku, menghela napas seraya mengusap wajah fruatasi. Apa benar aku menyukainya?

"Meski begitu, tinggal kubuang saja rasanya," gumamku. Aku menatap ke jendela. Fenomena itu tengah terjadi, hanya aku menutup kedua telingaku agar tidak mendengarnya. Bibirku terangkat membentuk lengkungan.

Perlahan aku bangkit, berjalan menuju lemari baju. Kubuka pintu dua itu, menampakan gantungan baju dress semua. Tanganku menyentuh satu-persatu gaun, sambil terus tersenyum kecil. Sampai tiba di satu dress, aku tersenyum lirih. Dress berwarna putih, di atas lutut, terdapat ornamen bunga mawar dipinggang kanan.

Aku menyibak dress itu, terlihat sebuah kotak besar yang selama ini aku sembunyikan. Kotak berwarna pastel, warna yang aku sukai sampai sekarang. Ku angkat kotak besar itu sampai keluar dari lemari, meletakannya di lantai.

Debu mulai beterbangan saat aku membuka penutup kotak. Dan, semua barang ini membuat air mataku kembali meluruh. Sebuah diary kecil kuambil, mengelus sampulnya yang mulai usang. Dan satu lagi yang kuambil, sebuah headphone berwarna pastel pula. Isakanku keluar seraya memeluk kedua benda itu. Aku meringkuk dalam kesunyian, mengingat bagaimana dia meninggalkanku. Mengingat dia membangkitkanku, membawaku terbang dan bahagia, lalu membiarkanku jatuh begitu saja.

"I hate you, Ram ...."

◇◇◇

"Migi! Hya! Awas kau!"

Kakiku terus berlari mengejar Migi yang sudah jauh di depan. Kenapa aku mengejarnya? Karna dia mengambil sebuah note kecilku dari loker. Itu termasuk salah satu koleksi puisiku. Dan aku tak rela dia mengambilnya.

"Migi! Kembalikan!"

Migi terus berlari tanpa peduli padaku yang teriak bak mak-mak kost minta uang bulanan.

Sampai kami tiba di tengah lapangan, Migi berhenti sejenak, menopang lututnya sambil terengah.

"Hah ... ntar! Napas dulu," ucapnya sambil mengatur napas. Aku mengambil kesempatan ini untuk mendekat, menarik dasinya itu.

"Balikin!" teriakku melengking.

"Aduh! Ini kecekik." Migi sampai menunduk karna tarikanku.

"Balikin dulu!"

"Pinjem bentar."

"Nggak! Kamu ngapain pinjam? Kamu bukan anak bahasa!"

"Ahk! Aduh ... ini lepas dulu. Mau gue mati ya?" pinta Migi memegangi lehernya.

"Iya, biar mati!" sengitku seraya menarik dasi Migi lebih kuat.

"Astagfirallah, uhuk!! Fira ... "

Melihat wajahnya yang sudah memerah menahan napas, akhirnya aku melepas tarikan itu. Ya, lebih parahnya lagi keributanku dengan Migi mengundang perhatian murid lain.

"Ya Allah, leher Migi mau putus rasanya," ujar Migi memegangi lehernya.

"Alay! Udah sini." Aku akan mengambil note itu, namun dengan sigap Migi mengangkatnya ke udara. Karna tinggi badanku yang sebahunya, menjadi sangat sulit mengambilnya.

"Manis," ucap Migi begitu pelan, jadi hanya aku yang mendengarnya. Aku terdiam, menatap Migi sedekat ini. Wajahnya yang menunduk, keringat pun sudah memenuhi pelipisnya. Aku terhipnotis dengan mata coklatnya, seakan melebur di dalamnya. Tunggu, perasaan apa ini?

Teriakan seseorang seolah membuat aku tersadar, saat akan menoleh ....

Dugh

Sebuah bola mengenai belakang kepala Migi.

Cup

Aku terkesiap di tempat. Apa itu tadi? Migi pun sampai menutup mulutnya dengan kedua tangan. Noteku tergeletak dengan malang di bawah.

Kami sama-sama diam karna terkejut. Dan aku adalah korban yang pertama sadar.

"Dasar mesum!"

"Aduh!" pekik Migi saat aku menggeplak kepalanya.

Aku langsung berlari keluar lapangan, terus berlari sampai tiba di kamar mandi wanita. Mengunci diri dalam satu bilik. Perlahan aku mengatur napasku yang tersendat-sendat. Seketika pipiku memanas mengingat hal tadi.

Kuraba dahi yang tertutupi poni, lalu tersenyum kecil.

"Kesel, tapi kok suka?"

◇◇◇

Sepatu hitam bergesekan dengan lapangan kasar. Tangan besarnya memasuki kedua saku celana abunya. Kaki itu berhenti tepat di dekat notebook kecil berwarna biru. Dia membungkuk, mengambil notebook tersebut. Membolak-baliknya mencari tanda sang pemilik. Tiba-tiba bibirnya terangkat membuat senyuman.

"Fira Florin."

Dia melenggang pergi memasuki gedung sekolah.

◇◇◇

Dug

Dug

Dug

Aku terus memantulkan bola ke lantai lapangan. Rambut panjangku tergerai terbawa angin. Rok pendekku pun ikut bergerak mengiringi pergerakan.

Brang

Bola masuk dengan mudah. Ah, ternyata aku lihai dalam olahraga ini.

Tap

Tap

Suara langkah kaki terdengar jelas di telingaku. Suara itu semakin dekat, sampai berhenti tepat di belakangku.

"Masih terlihat jago, Fira."

Aku berhenti memantulkan bola, meneliti suara itu. Apa dia berbicara denganku? Ku putuskan untuk menoleh.

"Hai."

---

Fira FlorinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang