"Kuy kantin!" ajak Manda antusias. Akupun langsung ditarik Angel keluar kelas. Bahasa Jerman cukup menguras pikiran kita.
"Eh, kemarin gimana? Aman?" tanya Angel. Aku meringis dalam hati. Kemarin 'kan hal yang paling menyedihkan bagiku sekaligus paling memalukan.
"Heh! Bengong!" Manda menepuk bahuku. "Angel nanya tuh."
"Oh, aman kok, Ngel."
Angel mengacungkan satu jempolnya, karna tangan kirinya meragkul leher Manda.
Kami tiba di kantin, dan seperti biasa, menjalankan ritual kami. Hari ini aku yang kebagian menjaga meja. Aku mengetukan jariku ke meja berkali-kali membuat nada sambil menunggu. Membuka beberapa akun bias oppa Korea untuk menghilangkan bosan.
"Hai, Fira manis!"
Aku terjengkit kaget. Migi langsung duduk tepat di sebrangku diikuti teman-temannya yang lain. Aku meneguk ludah saat sepuluh cowok duduk satu meja denganku, dan hanya aku sendiri wanitanya.
"Wih, dari deket ternyata beneran manis," celetuk cowok bermata sipit. Aku ingat namanya, Riga.
"Iyalah, bos gak pernah kelilipan sebut cewek manis," balas cowok gembil. Nah, yang ini aku lupa namanya. Kemarin akun Instagramnya apa!
"Diem kalian!" sengit Migi. Lha ... Migi asli muncul. Macam elang.
Netraku menangkap satu sosok yang menatap ke arahku. Bibir itu terangkat, menciptakan lesung pipit yang selalu aku sukai. Tanpa sadar aku ikut tersenyum, namun sambil menunduk.
"Huaa! Kenapa Warior di sini semua?!"
Aku menoleh, mencari asal suara. Ternyata dari mulut Angel. Ah, dia salah satu fansnya seingatku. Dan aku juga baru sadar, kami menjadi pusat perhatian seluruh pengunjung kantin.
"Kalian mau ngapain Fira?" tanya Manda dengan nada tak suka.
Cowok gembil berdiri tegap. "Kita cuman mau gabung, boleh 'kan?"
"Gak boleh!" tegas Manda.
"Fira aja gak masalah," celetuk cowok berjambul, ah ... kalo tak salah nama pria ini Rival.
"Masalah," kataku menatap mereka pasti. "Aku kasih kuota untuk satu orang yang duduk bersama kami."
Semuanya langsung berdiri, kecuali Migi. Oh ghost! Harusnya yang diam itu Sanji! Sanji yang kuharapkan!
"Good luck, Gi."
Aku memakan bakso dalam diam. Tidak berani menatap cowok jangkung ini. Angel sesekali memekik karna kagum. Atau Manda yang berdecih kesal.
"Liatin saya bayar lima ribu per detik."
Migi tampak santai dengan senyum setannya, dia membuka dompetnya, mulai mengeluarkan beberapa lembar uang. "Tadi gue liatnya berapa detik?"
Aku berdecak pelan. Sungguh, yang ini lebih menyebalkan. Migi tetaplah Migi yang keukeuh dengan kemauannya.
"Pergi Man, Ngel," ucapku seraya beranjak berdiri, pergi tanpa pamit pada pria itu.
"Apa aku menamparnya terlalu keras kemarin? Sampai otaknya benar-benar geser?"
Cepat-cepat aku menepis pikiran aneh itu. Dia memang sudah geser! Tukang gombal!
◇◇◇
Novel, majalah, komik, serta buku sains yang lain telah memenuhi kresek khas gramedia. Ya, aku sudah berniat membeli buku sore ini. Kini aku berada di halte, menunggu bis atau angkot yang bisa membawaku pulang.
Kulirik jam di tanganku, menunjukan pukul setengah enam. Ini membuatku meringis miris. Apa tidak salah menunggu angkutan umum di jam segini?
"Eum, jalan kaki saja. Rasanya tidak begitu jauh."
Aku mulai berdiri, berjalan di trotoar pejalan kaki. Aku sedikit bersenandung kecil, mengisi kesepian jalan. Jujur, merinding. Sampai sesuatu berbisik di telingaku.
"Hai!"
"Kya!" Aku bergerak kaget menghindari orang itu. Sialnya lagi, aku bergerak sampai ujung trotoar dan kelihangan keseimbangan. Selamat datang aspal ....
Hap!
Oh, apa ini? Hidung bangir itu tepat di depan hidung pesekku. Bahkan mata coklat itu menatapku begitu sendu. Bulu matanya dan, bibirnya yang terkatup rapat. Semua begitu sempurna.
Ya Allah! Apa-apaan posisi ini?! Aku mendorong dada cowok itu kuat-kuat sampai melepas lingkaran tangannya dari pinggangku.
"MIGI!" sentakku tak terima.
"Iya, gue hadir."
Aku meremas plastik yang masih di genggamanku dengan kesal.
"Dasar modus! Tukang gombal, mesum lagi!" umpatku seraya memukulinya dengan kepalan tanganku yang kecil.
"Aduh, geli Fira, ahahaha ...." Migi menutupi wajahnya agar tidak terkena pukulan.
"Cowok sialan! Selalu saja mengangguku kemana pun aku pergi! Menyebalkan!"
Set! Dua pergelangan tanganku ditahan kuat olehnya. Kini dia menatap mataku dengan mata elangnya itu. Serta senyuman setan yang selalu mengganggu itu.
"Cowok sialan ya?" tanya dia sambil tersenyum.
"Selalu menganggu," lanjutnya. Aku meneguk ludah mendengar suaranya yang terlewat menyeramkan. Aku salah melawannya di jam segini. Pasti dia akan berubah menjadi setan beneran, bukan senyumnya saja.
"Dan menyebalkan," tambahku. Dia semakin mengeratkan genggamannya. "Akh ...."
"Sakit?" tanya dia sambil menaikan satu alisnya. "Ini gak sesakit hati gue yang selalu lo acuhin, Fira Florin."
Aku terdiam. Maksudnya?
"Dendam gue gak sepenuhnya dendam. Nyatanya gue suka sama lo."
Hatiku semakin mencelos mendengar itu. Dia melepas genggamanya dengan sekali hentakan, lalu berubah menjadi memunggungiku.
"Gue ngelakuin semua karna gue gak berani bilang sama lo."
Migi melirikku sekejap, lalu kembali memunggungiku. "Pulang, dan hati-hati." Setelah itu dia berjalan, menjauh dan semakin jauh.
Sementara aku masih diam di tempat, mengingat pengakuan yang sama dari Sanji tempo lalu. Apa ini yang dia maksud 'merasakan hal yang sama dengan apa yang dirasakan teman, jatuh cinta, dan pada orang yang sama'.
"Jadi ... yang dimaksud Sanji ... Migi orang yang dia maksud teman itu?"
---
To be continue 💙
Jadi gini,
Sosok Migi😂
Harap tahan😎
KAMU SEDANG MEMBACA
Fira Florin
Teen Fiction(Nulis pas jaman jamet, harap maklum). "Jika cintamu bak hujan, maka dengan senang hati aku memakai payung untuk melindungi diriku. Namun saat melihat orang lain menikmati hujanmu, aku pun ingin merasakannya." -Fira Florin. "Kau paling unik, ket...