"Gengs, gue bawa ceweknya!" teriak Migi.
Hah? Maksudnya?
Semua meninggalkan aktivitas mereka. Berjalan mendekat ke arahku. Aku meneguk ludah tak percaya. Tatapan mereka seakan mau menghabisiku.
Kini, semua orang ini mengerumuni ku. Aku menatap mereka satu persatu. Ya, mereka Warior.
"Biasa aja! Fira manis gue ketakutan!" gertak Migi. Kini semua anggota itu terkekeh.
"Halo Fira, sebelumnya kita belum kenalan ya?" tanya cowok bermata sipit. Ah dia .... "Nama gue ....."
"Riga," sahutku cepat. Cowok itu menatapku cengo. "Tau dari mana?"
"Aku tau semua, kamu ...." Aku menatap satu cowok berjambul. "Rival." Cowok itu ikut terkejut. "Kamu ...." Kini aku menatap cowok bertubuh gempal. "Kin."
"Dan kamu," aku menunjuk cowok yang jauh di belakang kerumunan, dia sedikit kecil. "Juan. Dia," cowok bertai lalat di hidung terkejut ketika aku menunjuknya. "Tian."
Semua memekik pelan. "Lo tau dari mana?" tanya Kin.
"Weh, kok keren sih? Cenayang ya?" tanya Tian.
Aku menggeleng pelan. "Bisa dilanjut?" tanyaku. Semua mengangguk seolah setuju. "Mereka," tatapanku beralih pada dua orang yang berdempetan. "Obin dan Yogi." Kedua orang itu tersenyum kecil.
"Ketua kalian Migi, yang paling dewasa Sanji. Dan yang terakhir ...." Aku mengedarkan pandanganku, dan orang itu ketemu, parahnya anak itu sedang memainkan bola bekel. "Dia yang paling muda, Nanta."
Migi mengawali tepuk tangan sampai yang lain ikut bertepuk tangan. Menatapku entah kagum atau apa.
"Bahkan gue belum kasih tau nama gue aja dia udah tau duluan," ucap Migi. Ingatanku kembali pada saat aku menamparnya, ah benar. Aku belum kenalan secara resmi dengan mereka tapi sudah tau namanya.
"Seriusan dia cenayang!" keukeuh Tian.
"Si toge, mulai abnormal. Bawa dia, gengs!" perintah Riga. Mereka semua kembali pada aktivitas mereka. Namun hanya beberapa, sebagiannya masih berada di depanku. Termasuk Riga.
"Lo pilih yang tepat, Bos." Riga menepuk bahu Migi lalu ikut bergabung dengan teman-temannya.
"Ke sana," ajak Migi. Dia menunjuk ke pagar besi pembatas rooftop. Aku mengangguk setuju. Saat tepat di sana, angin lagi-lagi menampar wajahku. Sontak aku merentangkan kedua tanganku, menutup mataku, mencoba melepas beban hidup.
"Migi?"
Tak ada jawaban. "Kenapa selalu barubah dengan cepat?" tanyaku masih menutup mata.
"Mau aja."
"Kenapa sering sebut aku Fira manis?"
"Mau aja."
Aku berdecak dalam hati, ni anak gak kreatif amat jawabannya.
"Kenapa suka sama aku? Jangan jawaban yang sama."
Dan ....
"Pengen aja."
Aku membuka kelopak mata jengah. Eh, ternyata Migi tengah menatapku sambil tersenyum lebar. Punggungnya ia sandarkan ke pagar, jadi kami face to face.
"Fir," Migi berhenti sejenak, mengalihkan pandangannya ke lain arah. "Bagi gue suka ya suka aja. Kalo mulai cinta, baru gue perjuangin, kalo mulai sayang, baru gue seriusin. Dan sekarang gue lagi di fase kedua."
Tiba-tiba senyumku mengembang. Mengingat Sanji yang menyatakan perasaanya, namun tak bisa memperjuangkannya. Rasa sakit kembali menusuk ulu hatiku. Kenapa Migi yang berjuang? Bukan Sanji yang aku harapkan sejak pertama bertemu.
"Lo gak papa 'kan kalo gue berjuang?" tanya Migi.
"Hm," Aku mengagguk singkat. "tapi kalo berjuang sendiri itu gak adil buat kamu."
"Halah ... namanya juga berjuang. Mau sendiri mau berdua tetep jalan. Asal yang diperjuangin pantes buat diperjuangin."
Lho, kok bijak?
"Fir."
"Hm."
"Udah suka sama gue?"
Mendengar itu, aku tertawa pelan, tak lama kemudian menggeleng. "Belum, dan gak tau bisa atau nggak."
"Ada alasan?"
"Aku ... gak tau."
Migi kembali terdiam. Sama-sama menikmati semilir angin.
"IH! BALIKIN BEKEL GUE!"
Aku langsung terlonjak kaget memegangi dadaku saat mendengar suara bariton itu. Saat menoleh, Nathan sedang lompat-lompat mencoba mengambil bola kecil yang diangkat ke udara oleh Obin. Yogi tampak tergeletak sambil memegang perutnya karna tertawa.
"OBI! BALIKIN! GAK NATHAN KASIH BEKAL NIH!"
Mendengar itu lagi sontak aku menutup mata, karna saat itu juga Nathan menaiki punggung Obin sampai Obin tersungkur.
"Bentar."
Aku membuka penutup mata saat Migi berjalan menjauhiku. Dia tampak mendekati dua orang yang ribut tadi lalu berkacak pinggang. Tangannya terulur membantu Obin berdiri.
"Balikin Obin, nanti kakak beliin buat kamu."
Mendengar berita itu, Obin langsung menyerahkan bola kecil berwarna kuning itu.
"Gue juga mau punya, wlee!"
Aku meneguk ludah, jadi ini sifat asli mereka? Sungguh terhapus sudah gelar Warior yang menyeramkan dari mataku.
"Ilfeel ya?"
Aku menoleh, tau-tau Sanji bersandar tepat Migi bersandar tadi.
"Nggak, malah rasanya aku baru liat cowok yang kayak mereka, kayak kalian."
"Maksudnya?"
"Gak bisa diungkapin dengan kata." Aku dan Sanji terkekeh pelan.
"Fir?"
"Ya."
"I'm still miss you."
Setelah berucap itu, dia pergi menghampiri Migi yang kesusahan dengan Obin dan Nathan.
Sedangkan aku? Masih terdiam dan membisu. Terbitlah senyum lirih.
"Begini lebih baik. Sama-sama terluka karna sebuah kepercayaan yang berbeda."
---
To be continue 💙
sosok Sanji

Bonus,
Riga

Rival

Tian

Kin

Juan

Obin

Yogi

Nanta

Terakhir,
Migi Prasetya.

Gak usah komen nama, ngarangnya satu jam😩
KAMU SEDANG MEMBACA
Fira Florin
Teen Fiction(Nulis pas jaman jamet, harap maklum). "Jika cintamu bak hujan, maka dengan senang hati aku memakai payung untuk melindungi diriku. Namun saat melihat orang lain menikmati hujanmu, aku pun ingin merasakannya." -Fira Florin. "Kau paling unik, ket...