"Satu, dua, tiga ..."
Penutup mataku dibuka pelan. Demi apapun, aku tak bisa berkata apapun.
"Apa ini?" tanyaku hampir memekik senang.
Bagaimana tidak, aku berada di ketinggian gedung, menatap berbagai lampu berkelap kelip dari sini. Sedangkan hujan pun tengah terjadi. Bahagia berlipat ganda rasanya.
"Menikmati hujan namun masih bisa terus menatap bintang," gumamnya pelan.
Aku menatap tak percaya, bagaimana bisa Migi berpikiran seperti ini?
"Fir?"
"Hm."
Migi memegang bahuku, menembus manik mataku dengan sorot sendunya.
"Cuman kamu yang membuat dendamku berubah menjadi cinta."
Aku tersenyum kecil. Mengingat bagaimana dia mencoba menggangguku setiap hari.
"Cuman kamu yang membuat aku frustasi."
Migi menyatukan dahi kami, membuat aku tak bisa berkutik sedikitpun.
"Perasaanmu bagaikan hujan, selalu ku takuti. Dengan senang hati aku memakai payung, melindungi tubuhku dari terpaanmu."
Tunggu, ini puisi milikku yang ada di notebook kecil itu. Migi menghafalnya?
"Mau terus menikmati hujan bersamaku? Melepas payungmu, membiarkan terpaan hujan menyentuh wajahmu," tanya Migi begitu pelan.
"Jawabanku adalah sekarang. Tengah menikmatinya bersamamu."
Migi tersenyum lebar, dia melepas tempelan dahinya, beralih memeluk tubuhku.
"You are the umbrella holder, and I'm the rain. Thank you because you has thrown the umbrella," bisik Migi.
"You are my rain, I'm with pleasure thrown my umbrella and laugh under your rainfall," balasku.
Ketika berakhir kemarin di bawah hujan dan membencinya, berbeda dengan sekarang berawal di bawah hujan dan menyukainya.
▪
▪
▪
▪
▪Dan saat ini, aku kembali menyukai hujan.
--END--
End write 1 Mei
Publish
16 Mei
KAMU SEDANG MEMBACA
Fira Florin
Teen Fiction(Nulis pas jaman jamet, harap maklum). "Jika cintamu bak hujan, maka dengan senang hati aku memakai payung untuk melindungi diriku. Namun saat melihat orang lain menikmati hujanmu, aku pun ingin merasakannya." -Fira Florin. "Kau paling unik, ket...