Kumat

5K 248 1
                                    

Dengan wajah serius, aku masih berusaha menerjemahkan bahasa Jerman. Meski anak bahasa, nilaiku dalam pelajaran ini jelek alias jeblok. Taulah bukan turunan Jerman inih.

"Huahh! Gila aku lama-lama!" teriakku frustasi. Kamar heningku sampai bergema.

Tok, tok

"Fira, ada temen kamu di bawah."

Aku mengerutkan kening ketika melihat Ibu di ambang pintu.

"Siapa, Bu? Manda sama Angel?"

"Bukan, nak Migi."

Aku langsung terlonjak kaget, sampai hampir terjungkal. Ibu terkekeh geli.

"Cie ... yang didatengin pacar sampe segitunya."

"Apa sih, Bu. Ayo, temenin Fira ke bawah." Aku berjalan tanpa menutup buku terlebih dahulu.

"Kamu duluan, Ibu mau siapin minuman buat temen kamu."

"Oh, ya udah."

Aku kembali berjalan, menuruni tangga dan tiba di ruang tamu. Saat tiba, Migi tengah sibuk dengan kucing milik Bapak. Dia sedang memangkunya di paha, mengelus kepalanya pelan.

"Migi."

Dia menoleh, kemudian tersenyum tipis. "Halo, Fira manis."

Aku ikut duduk di sampingnya, mengangkat kucing itu menjadi di pangkuanku.

"Blim ke Bapak dulu yah, ade mau main."

Kucing itu tampak menurut, turun dari pangkuanku, berlari kecil menjauh.

"Blim?" Migi tampak menatapku tak mengerti.

"Namanya Blim, Bapak yang memberi nama itu."

Migi mengangguk mengerti.

"Kamu kenapa ke sini?" tanyaku.

"Hus ... gak boleh gitu." Ibu datang sambil meletakan nampan berisi toples cemilan dan dua gelas jus jeruk. "Ada temen kok malah ditanya mau apa."

"Ya, takutnya ada hal penting sampai harus ke rumah, Bu."

"Kan siapa tau mau main."

Aku menopang pipi malas. Kenapa Ibu sering membela Migi? Menyebalkan.

"Saya ke sini mau ngajak Fira ke taman komplek, Bu. Boleh?"

Aku menatap Ibu memohon, pekerjaan rumahku belum selesai.

"Eum ... boleh. Ibu kasih waktu satu jam, kalian harus udah kembali."

"Laksanakan, Bu!" seru Migi sambil hormat ala upacara. Aku mendengkus tak suka.

"Eh, kamu pikir aku mau?"

"Maulah, nanti aku kasih cokies caramel."

Aku menegak dengan cepat. Tau dari mana dia makanan kesukaanku? Aku melirik Ibu yang cengengesan. Oh ... ini toh dalangnya.

"Gih, Ibu tunggu kalian pulang buat makan."

Ibu beranjak berdiri, berjalan menuju dapur.

"Ayo!" Migi menarik tanganku sampai aku terbawa berdiri.

"Ih, sabar!"

Mau tak mau aku ikut berjalan keluar rumah.

"Mau apa ngajak ke taman?" tanyaku saat keluar pagar. Kami berjalan beririgan dengan langkah pelan. Kok kayak yang ngapel yak?

"Mau aja." Migi menatap ke depan, dengan terus tersenyum. Kenapa dengan cowok ini?

"Fira?"

Aku hanya menengok sebagai jawaban. Dia kembali tersenyum. "Kok makin hari makin manis?"

Dasar cowok tengil! Ah, untung tidak kuucapkan langsung.

"Fira?"

"Apa?" nadaku sedikit meninggi. Dia merubah wajahnya menjadi datar.

"Tidak."

Lha?

"Gaje."

"Emang."

Oh, aku harus bicara apa supaya dia tidak menjawab?!

Tes

Tes

Aku menghentikan langkahku. Menatap ke arah langit. Mendung, dan lebih gawatnya lagi ... hujan.

Tanpa pikir lagi aku langsung berlari menjauh dari sana. Pandanganku mulai buram, tapi kakiku tetap berlari cepat. Aku tidak mau kumat.

Tubuhku tertarik menuju halte oleh genggaman tangan seseorang. Napasku yang terengah-engah sama dengan napas miliknya. Kami saling tatap lumayan lama, sampai dia buka suara.

"Apa yang lo butuhin?" Migi menatapku khawatir. Karna aku tak kunjung menjawab, dia menangkup wajahku. Dengan cepat aku menepis kedua tangan itu.

"Pergi!!" teriakku dengan brutal. Kedua tanganku menutup telinga rapat-rapat. Sungguh, dengungan ini begitu menyakitkan.

Aku terduduk di sana, terus berusaha menutup kedua telingaku. Semua memori itu kembali berputar, membuat kepalaku semakin berdenyut.

"Arghhh!" erangku seraya menjambak rambut panjangku. Samar-samar suara memasuki telinga berdengungku. Pergerakan tanganku pun tertahan beberapa kali. Siapapun itu, bantulah aku.

"I'm the one I should love~"

Suara itu begitu jelas sekarang. Perlahan aku mulai merasakan kakiku lagi. Bahkan dingin mulai merasuki kulitku.

"Liat gue."

Tangan dingin menyentuh kedua pipiku. Perlahan mataku mulai terbuka. Menangkap sosok tangan dingin ini. Dia tersenyum lebar seraya mengacak rambutku pelan. Masih terlihat raut khawatirnya itu. Dia bergerak membelakangiku.

"Ayo, gue bawa keliling dunia!" serunya begitu riang. Aku menurut, menaiki punggungnya.

"Denger, tutup mata lo dan lupakan semua secara perlahan."

Ku tutup mataku, menarik napas pelan, lalu membuangnya pelan juga.

"Arsshh!" ringisku lagi. Entah kenapa baunya saja membuat kepalaku berdenyut.

"Kalo gitu, lo pegangan. Gue mau keliling dunia!"

Setelah ucapan itu, aku merasa dibawa begitu cepat. Aku sampai mendengar engahan napas orang ini.

Dengungan itu mulai mereda, dan aku ingat siapa orang ini.

"Mi ... gi."

◇◇◇

Fira FlorinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang