Benarkah? Tidak!

5.2K 269 1
                                    

"Huftt ...."

Entah helaan napasku yang keberapa, aku tidak peduli. Sungguh, dari pagi sampai siang ini aku uringan tak jelas. Tau siapa penyebabnya? Aku pun tak tau! Bodoh!

"Haahhh!!" Lagi, aku menghela napas.

Angel menatapku dengan datar. "Lo ngehela sekali lagi gue lempar ke si Ucup!" ucapnya sengit. Dia memang sedang menghafal puisi yang akan dijadikan tes nanti jam terakhir. Mungkin aku menganggu.

"Kalem sih, Ngel. Mungkin Fira lagi resah, ya gak?" tanya Manda, dia duduk di meja tepat di depanku. Aku mengedikkan bahu tak tahu.

"Bener sih, lo dari kemarin-kemarin kayak ngelamun terus. Kenapa?" Kini Angel melunakan wajah sangarnya.

"Ceritanya panjang, aku juga gak yakin kalian akan paham."

"Apaan? Lo mah gak cerita ih!" rajuk Angel. Haduh, anak ini berubah-ubah mood ya? Tadi ngambek, sekarang ceria, beda dengan Manda yang galak nan cuek. Macam aku yak?

"Cerita aja, Fir." Manda menambahkan.

"Migi ...."

"Migi Prasetya? Anggota Warior?!" pekik Angel. Tuh 'kan, muncul lagi lambenya.

"Berisik Angel!" kesal Manda. "Dengerin dulu Fira cerita."

"Ehe, maaf. Lanjut, Fir."

Aku mengela napas lagi. "Intinya, aku gak tau kenapa aku kayak gini. Tapi dari kemaren pikiran aku penuh sama Migi."

Manda dan Angel saling tatap, sama-sama bingung.

Brak! "Itu tandanya lo mulai perhatian sama dia!!" teriak Angel begitu semangat. Aku sampai terkejut karna dia menggebrak meja kami.

"Sa ae, kutil anoa! Mejanya geter." Manda turun dari meja, ah ... pasti karna Angel menggebrak mejanya. "Terus, yang buat lo mikirin dia apa?" tanya Manda. Dia kini duduk di bangku di depanku.

"Eung ... waktu itu tepatnya sore-sore, aku bentak dia gara-gara dia ikutin aku kemana pun aku pergi ...."

"Anjir, so sweet!!" pekik Angel memotong ucapanku. Manda menggeplak kepala Angel kesal.

"Lo bisa diem gak sih? Kapan Fira selesai ngomong!" Angel mempout bibirnya karna ucapan sengit Manda. Apa dia cerewet karna keinginannya? Kurasa karna takdir.

"Lalu, kemarin saat pulang sekolah aku ketemu dia deket rumah. Dan dia pingsan di depan aku." Aku menarik napas sekejap. "Masa aku uringan kayak gini cuman gara-gara sesosok Migi!" erangku frustasi.

Manda tampak berpikir. Dia menatap Angel lalu beralih ke arahku.

"Fir ... lo mulai peduli sama dia."

Demi tuhan, aku tidak percaya apa yang Manda katakan!


◇◇◇

Jam pulang sekolah.

Aku dan Manda sedang menuruni tangga. Sedangkan Angel masih dengan celetukan gajenya di depan kami. Dia cerita dengan exitednya tentang kucingnya yang katanya hamil oleh kucing tetangganya. Akan kupertanyakan kewarasannya nanti.

Saat tiba di anak tangga terakhir, kami berhenti mendadak. Itu semua karna Angel yang berhenti lebih dulu.

"Kenapa, Ngel?" tanyaku. Angel nampak menoleh dengan wajah pucat. Lalu menunjuk ke depan. Aku mengikuti arahnya, seketika aku tersenyum kecil.

"Sanji."

Pria itu tersenyum, menegakkan tubuhnya yang menyandar pada tangga. Berjalan mendekati kami. Angel? Kejang!

"Ke rooftop, sama gue." Singkat, padat, namun tak jelas. Tanganku sudah beralih menjadi ditariknya.

"Eh, ntar dulu." Aku menahan langkahku, menatap kedua sahabatku yang masih absurd posisinya, Angel yang duduk sambil memegang dada tak percaya, sedangkan Manda menatap bingung. "Kalian pulang duluan aja," kataku.

Manda tampak mendekat, menatap Sanji dengan datar. "Apa gue bisa mempercayai cowok ini?"

"Bisa, lo potong kepala gue kalo gue gak bisa jaga Fira."

Aku meringis pelan. Kenapa ucapan Sanji seperti psykopat?

"Gue pegang omongan lo. Gih." Manda berbalik, membantu Angel berdiri.

Aku melanjutkan jalanku bersama Sanji. Kami tiba di tangga rooftop, namun Sanji berhenti sejenak.

"Duluan."

Ah, gentle boy.

Aku membuka pintu. Yang pertama kulihat, atap gedung yang luas. Lalu, tatapanku berhenti pada orang yang duduk sendiri sambil membelakangi ke arah aku berdiri. Tapi, rambutnya mengingatkanku pada seseorang.

"Migi?"

Pria itu menoleh, lalu tersenyum lebar. Bibir itu masih pucat.

"Gih, gue tunggu di tangga." Sanji mendorong sedikit bahuku, lalu bergerak menutup pintu kembali.

Aku melangkah ragu, namun akhirnya sampai juga di sampingnya. Dia menepuk lantai, menyuruhku duduk. Aku pun duduk dengan susah payah, rok ku pendek. Migi tampak melepas jaketnya, menutup bagian kakiku yang masih terlihat. Kok, deg-degan? Iyalah, kamu hidup Fira! Jangan percaya ucapan Manda!

"Eu ... kenapa di sini?" tanyaku memecahkan keheningan.

"Kangen Fira manis."

Aku cengo di tempat. Apa-apaan dia? Sudah jelas wajahnya masih pucat, dan dia datang ke sini hanya beralasan begitu? Gila!

Tanpa diperintah, tanganku mendekati wajah Migi. Matanya melebar saat aku meletakan telapak tanganku di pipinya.

"Demamnya belum turun sepenuhnya, kok malah ke sini sih! Anginnya gak sehat!" ucapku penuh kekesalan. Migi mengerjap beberapa kali.

"Apa gue harus sakit dulu supaya bisa liat lo khawatir kayak gini?"

Tunggu, ku rasa ucapan Manda benar. Karna sekarang, dua orang yang memberi pernyataan yang sama. Aku mengkhawatirkan Migi.

---

Fira FlorinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang