[AKHIR]

5K 588 70
                                    

"Lyn, maaf gue baru dat--"

"Gue gak nyuruh lo dateng dan gue gak butuh lo dateng kesini." Prilly berkata dingin, tak menatap mata Ali karena takut jatuh lagi.

Ali menghela nafasnya,"Iya oke. Maaf--

"Gue minta sama lo, dihitung sejak lima detik dari sekarang, lo di persilahkan pulang." Prilly kembali berkata dingin tanpa menatap manik mata Ali.

Ali hanya bisa bersabar dengan sifat Prilly,"Gue baru aja sampe Lyn. Gue mau tau kondisi lo gimana,"

Prilly tersenyum kecut,"Yang pasti udah hancur sehancur-hancur nya. Selamat ya," Prilly akhirnya berani menatap Ali. Sorot kebencian kentara jelas.

"Gue minta maaf soal keja--

"Gak perlu, basi."

Ali jengkel sendiri akhirnya,"Lo jangan motong gitu aja dong ucapan gue. Gue belom selese ngomong!" Sentak cowok itu."Lo harus dengerin penjelasan gue!" Ali berkata ngotot.

"Gak perlu, basi."

"Lyn, gue sama Fila itu---

"Pacaran kan? Iya udah tau."

Ali berdecak sebal,"Lyn dengerin gue. Iya emang gue udah bohongin elu kalo gue sering kerumah dia. Tapi Lyn--

"Udah cukup. Gue emang pernah goblok gegara cinta, tapi gak buat kedua kalinya Li. Sekarang lo boleh pergi," Prilly membuang wajahnya ke arah lain yang jelas tidak menatap Ali.

Krek, bunyi suara pintu terbuka. Menampilkan Devon yang membawa sekantung plastik hitam di tangannya,"Prill ini gue bawain siomay, dima-- Ali?"

Ali tersenyum."Sorry ganggu. Gue udah mau balik kok, Jagain Prilly Dev." Ali berkata lembut kemudian melenggang pergi. Untung saja Devon tidak membogem wajah Ali lagi, luka di wajah Ali masih belum hilang.

"Ngapain Ali kesini?" Tanya Devon dengan wajah datar-nya. Ia meletakkan siomay kesukaan Prilly di atas meja."Gangguin lo lagi?"

Prilly menggeleng,"Gak usah di bahas. Gue pusing." Devon mengangguk lalu mengelus pucuk kepala Prilly lembut.

°°°°

Hari berganti bulan, kini mereka sudah pada masa hendak lulus SMA. Niat-nya, sebelum kelulusan, Devon akan menyatakan cintanya pada Prilly. Kehilangan Popi, membuat Devon lebih gencar mendekati Prilly walau tidak bisa di pungkiri kalau Devon merindukan gadis brisik itu.

Kedekatan Prilly dan Devon juga sudah populer di kalangan teman sekolah mereka. Walaupun begitu, di social media banyak yang menghujat Devon di karenakan mereka lebih suka jika Prilly bersama Ali.

Hubungan Ali dan Prilly dulu memang sempat popular sampai sampai ada yang bikin akun shipper mereka. Bukan cuma satu dua orang tapi puluhan. Dan akun akun itu, membenci Devon.

Sebelas bulan bersama Devon-- adalah hal yang patut Prilly syukuri. Bersama cowok itu, dirinya merasa tenang. Prilly merasa bahwa dirinya adalah wanita yang paling di junjung tinggi. Devon memperlakukan nya sangat baik, lebih baik dari Ali.

Ngomong-ngomong tentang Ali, cowok itu kini sudah menjauh dari Prilly-- bukan Ali yang berniat menjauh tetapi Prilly. Jika ketemu seperti orang yang tidak saling mengenal, membuang muka. Itu lebih baik menurut Prilly.

Dan untuk Popi, sebelas bulan setelah kejadian dirumah sakit. Popi menghilang entah kemana, social media gadis itu off. Semua kontak nya juga tidak aktif, tapi Prilly masih sering mengirimi Popi email walaupun sama sekali tidak ada balasan.

Kalau Fila, gadis itu kini menjadi gadis yang pendiam. Kalau di kantin, cuma ngobrol sama Ali itupun kadang-kadang. Setiap ingin meminta maaf, Vio selalu menghadangi Fila. Ia tak mau Prilly luluh pada iblis semacam Fila ini.

Dan, setelah ujian ujian dilalui--mereka semua tinggal menunggu kelulusan tiba. Kalau Nichol, cowok itu sepertinya sudah fokus pada kuliahnya tidak memikirkan pacar-pacaran dulu.

Siang ini, Devon mengajak Prilly ke sebuah restoran di jakarta. Mereka habis pulang sekolah, masih mengenakan seragam."Mau pesen apa?" Devon bertanya.

Prilly tersenyum hangat."Nasi uduk ada?" Canda gadis itu yang membuat Devon memutar bola matanya. Prilly tertawa pelan,"Mesen hot chocolate aja satu,"

"Oke. Bentar," Devon kemudian pergi memesan minuman itu sendiri. Prilly pun asik bermain ponselnya sambil menunggu Devon kembali datang dengan membawa pesanan nya.

"Lyn,"

Gadis itu tersentak, matanya menjulang ke atas. Suara itu, suara yang jarang sekali ia dengar sesering dulu."Apa?" Prilly bertanya judes. Ali kini berdiri di hadapannya dengan memakai pakaian santai.

"Gue mau pamit."

Prilly diam. Dalam hati, ia ingin bertanya. Mau kemana cowok ini, tapi gengsi. Lagian, bukan urusan Prilly kalo Ali mau kemana-mana."Hm," Prilly berdehem malas.

"Gue besok ke Amerika. Mama ngajakin pindah, gue tau ini gak penting buat lo. Tapi ini penting buat gue, Gue cuma mau ngucapin.. Selamat tinggal. Gue bakal kuliah di Amerika, gak tau bakal balik apa engga. Oohiya, sama siapapun lo bakal nikah, jangan lupa undang gue ya. Insyaallah, gue dateng."

Mata Prilly berkaca-kaca menatap Ali. Hatinya bergetar, ingin sekali mengusir Ali sekarang. Tapi kenapa tidak bisa,"Hati-hati." Prilly berucap setenang mungkin.

Ali tersenyum lalu mengangguk kecil,"Makasih. Kunci dalam hubungan itu sebuah kepercayaan. Kalau kita jodoh nantinya, Pasti bakal ketemu lagi. Semoga, lo bisa dapetin orang yang lebih baik dari gue, kayak Devon." Ali mengusap kepala Prilly lembut.

"Thanks. Makasih suka duka-nya selama tiga tahun ini," Prilly tersenyum tipis.

Ali membalas senyuman Prilly,"Maaf kalo gue pernah bikin lo hancur. Dan sekarang, lo bikin gue hancur karena gak bisa milikin lo-- terlebih harus ngelihat elo sama yang lain."

"Lupain orang itu butuh waktu Li, gue yakin suatu hari lo bakalan bisa lupain gue." Prilly menepuk-nepuk lengan Ali.

Devon datang. Dengan wajah yang datar lagi saat menatap Ali,"Gue gak mau ganggu kalian. Gue cuma mau pamit, besok gue ke Amerika. Itu doang," Ali tersenyum.

Devon mengangguk,"Oh. Take care Li." Ujar cowok itu sewajarnya. Ali mengangguk dan pamit pergi dari restoran.

Tanpa Prilly duga-duga, Hari itu.. untuk terakhir kalinya ia melihat wajah Ali dan mendengar suara Ali. Ali benar benar pergi sama seperti Popi, kini tinggal Prilly dan Devon.

°°°°

"Ali, Ini ada temen kamu."

Ali memutar bola matanya."Temen siapa sih Ma? Baru aja sehari tinggal disini. Ali belum punya temen!" Ujar cowok itu malas.

"Tuh,"

Mata Ali menatap seorang gadis yang tengah duduk di ruang tamu apartemen keluarganya. Dia nampak lebih elegan dan anggun, rambut nya masih panjang dan warnanya lebih hitam. Senyuman-nya masih sama kayak dulu,"Popi?" Ali bergumam pelan.

Gadis itu menoleh. Matanya tiba-tiba berkilat marah. Kaget dan terkejut di satu waktu, Ali benar benar melihat Popi berada di hadapannya. Menggunakan dres selutut warna pink, rambut nya ia gerai lurus. Pipi-nya masih chubby. Dan detik itu juga, gadis yang Ali pikir telah berubah-- ternyata masih sama.

Ali merasakan rambut nya di tarik oleh malaikat pencabut nyawa. Rontok semua, sakit sekali rasanya. Kepala Ali pusing seketika, nafasnya sesak kala lehernya di cekik Popi. Samar-samar ia mendengar suara sang Mama yang berteriak minta tolong-- Ali bakal mati di tangan Popi.

////////////////////////////////////////////////////////

My-Ex (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang