21

9.5K 708 20
                                    

Please guys, baca narasi. Ok?

~Enjoy it guys~

Kedua mata itu perlahan terbuka, sesekali mengerjap menyesuaikan cahaya yang ada di dalam ruangan itu. Laki-laki itu menolah ke kanan-kirinya, baru sadar jika ia sekarang sudah berada di sebuah kamar. Lebih tepatnya kamar yang baru sejak kemarin ia tempati.

Cklek

Dafa menoleh ke arah pintu, di sana ada Andre dan Nadia yang berjalan ke arahnya. Ia menarik selimut sampai menutupi dada saat merasakan dingin menyerang tubuh tegapnya. Mendudukkan tubuhnya dengan punggung yang menyadar pada kepala ranjang.

"Gimana keadaan kamu?" Tanya Andre dengan duduk di tepi ranjang menatap anaknya.

"Baik." Jawab Dafa.

"Ayah, bunda." Lanjut Dafa dengan menatap Andre dan Nadia yang duduk di sofa sebelah kirinya secara bergantian.

"Ya, kenapa?" Tanya Nadia menatap ke arah Dafa.

"Adek nggak bisa jauh dari Leon sama Kevin." Setelah mengucapkan itu Dafa menundukkan kepalanya.

"Kamu sudah tau jawabannya." Ucap Andre.

"Ayah tega sama Dafa?" Tanya Dafa menatap ke arah Andre nanar.

"Tadi Leon sama Kevin yang nolong Dafa waktu pingsan di sekolah." Ucap Dafa mulai bercerita.

"Nggak tau lagi keadaan Dafa bakal gimana kalau tadi mereka nggak ada." Lanjutnya.

"Kamu nggak boleh ngomong gitu." Kata Nadia.

"Paling adek koma kayak waktu itu." Ucap Dafa mengingat kejadian beberapa bulan lalu saat ia koma selama seminggu.

"Dek cukup." Balas Nadia ingin memberhentikan pembicaraan.

"Waktu itu adek dikejar sama kakak kelas. Terus kita bertiga refleks lari buat ngehindar dari mereka. Ini bukan salah mereka, jangan suruh mereka buat menjauh dari adek." Jelas Dafa dengan mata yang menatap langit malam yang menjadi background pemandangan dan gedung bertingkat di hadapannya.

"Adek juga nggak mau punya penyakit ini, jujur adek capek. Adek nggak bisa ngelakuin semua hal yang adek mau dengan bebas. Bahkan sekarang, aktivitas adek juga harus dikurangi kan?" Tanya Dafa menoleh ke arah kanannya dimana ada Nadia yang menatapnya.

"Leon sama Kevin sudah adek anggap saudara sendiri. Sekarang ayah sama bunda tega nyuruh adek buat menjauh dari orang yang sudah adek anggap saudara?" Lanjut Dafa menoleh ke arah orang tuanya secara bergantian.

"Adek mohon yah, bun. Adek butuh Leon sama Kevin, seenggaknya dengan keberadaan mereka bisa buat adek bahagia. Ucap Dafa pelan.

Ya, seperti itulah kenyataannya. Divonis memiliki penyakit langka pada umur lima tahun dengan asma yang di deritanya sejak lahir menjadikan Andre dan Nadia menjaga Dafa dengan extra ketat. Di saat anak seusianya bisa bermain sepak bola tanpa memikirkan mereka akan kesulitan bernafas dan berakhir di rumah sakit atau bisa berlari sepuasnya tanpa memikirkan nyawa mereka yang bahkan berada di ambang bahaya setelah melakukan kegiatan itu.

Sayangnya, seorang laki-laki bernama Dava Lutisva memikirkan itu semua. Di saat anak seusianya berangkat sekolah bersama teman-teman, sedangkan yang bisa ia lakukan hanya fokus kepada penyembuhannya. Jujur, bertahan sampai titik sekarang itu bukan hal yang mudah. Ia harus jatuh dan bangun berkali-kali, merasakan sakit saat kulit pucatnya di masuki jarum dengan panjang yang beragam, menahan sakit yang semakin menyiksa tubuhnya walau ia ingin berteriak lelah dan ingin menutup mata secepatnya.

Menyerah? Ya, ia ingin menyerah jika di perbolehkan.

Berjuang? Ya, ia akan berusaha berjuang melawan sakit di tubuhnya.

Berjanji? Tidak, ia tidak bisa berjanji untuk itu. Entah untuk menyerah atau pun berjuang.

Yang bisa ia lakukan? Hanya berusaha keras sesuai kemampuan.

Entah nanti akan terus berjuang atau pun menyerah. Semoga kalian menerima keputusan yang ia buat.

"Dafa mohon. Dafa minta maaf kalau nggak nurut sama ayah soal harus menjauh dari mereka. Dafa minta maaf sekali lagi." Ucap Dafa menatap ke ayahnya dengan suara putus asa.

"Ayah sama bunda keluar." Ucap Andre beranjak lalu berjalan keluar bersama Nadia.

Dafa menundukkan kepala saat orang tuanya tidak merespon apa yang dia katakan barusan. Ia pasrah dengan apa yang akan terjadi, entah hubungan persahabatan mereka akan putus setelah kejadian ini atau mungkin akan berlanjut.

✖✖

Cklek

Suara pintu itu membuat Dafa mengangkat kepalanya menatap heran siapa yang datang. Ia melihat orang tuanya kembali masuk ke kamar bernuansa biru biru itu. Mendelik tidak percaya saat melihat siapa yang berada di belakang orang tuanya. Mereka adalah Leon dan Kevin yang berjalan mendekati ranjang dengan senyum yang terpasang di bibir.

"Loh kok?" Tanya Dafa bingung menatap Andre dan Nadia saat temannya juga datang bersama mereka.

"Gimana keadaan lu?" Tanya Leon menghampiri Dafa lalu duduk di tepi ranjang sebelah kaki temannya itu.

"Better." Jawab Dafa menatap ke arah Leon.

"Ada yang sakit?" Tanya Kevin yang duduk di sofa sebelah ranjang.

"Nggak ada." Jawab Dafa berganti menatap ke arah Kevin.

"Habis ini kamu makan ya dek." Ucap Nadia duduk di samping Dafa dengan mengelus lembut rambut anaknya.

"Iya bun." Balas Dafa menatap bundanya.

"Ayah, bunda." Ucapan Dafa membuat Andre dan Nadia melihat anaknya.

"Terima kasih." Kata Dafa tersenyum ke arah mereka.

"Sama-sama." Ucap Andre dan Nadia bersamaan lalu berjalan menghampiri Dafa. Mereka memeluk Dafa dengan erat, seakan tidak mau anak tunggalnya itu terlepas saat itu juga.

"Dafa bahagia." Lanjut Dafa dengan membalas pelukan dari orang tuanya.

Malam ini, Dafa berani bersumpah jika ia tidak akan melupakan moment berharga seperti sekarang. Tolong, jika waktu bisa berhenti, ia ingin menghentikannya sekarang juga. Ia sangat ingin merasakan kebahagiaan seperti ini untuk waktu yang lama.

Sakit, tolong beri laki-laki ini waktu yang lebih banyak. Biarkan ia bebas dan bahagia, membuat bibir itu selalu dihiasi senyum yang menghangatkan, dengan tubuh sehat yang mampu membuat ia berlari dan bermain sepuasnya.

Jika memang sudah saatnya, ia akan kembali pulang. Dimana ia akan terbang jauh dengan sayap yang indah, menghilang tanpa bekas, dan menjauh tanpa bisa di gapai.

-

Next? Comment and Vote.

Salam Rynd🖤

Dasva|END✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang