35

7.5K 432 31
                                    

~Enjoy it guys~

“Dafa, hei bangun.”

“Dek, bangun nak.”

“Dafa, buka mata kamu sayang.”

Suara itu seakan memutari memorinya dengan cepat. Ia berusaha untuk mencari jalan keluar dalam pikirannya.

Hah

Helaan nafas berat itu terdengar saat ia membuka matanya merasa lega sekaligus bersyukur.

“Daf, kenapa?” Suara itu membuat Dafa menoleh kearah ayahnya yang menatap khawatir.

“Mimpi buruk dek?” Tanya Nadia dengan mengelus rambut milik anaknya.

“Ya.” Ucap Dafa pelan masih berusaha mengatur nafasnya yang tidak beraturan.

Sungguh, mimpi itu terasa seperti benar-benar nyata. Seakan membawanya pada sebuah kejadian yang benar-benar ia alami. Situasi yang menegangkan dan menyakitkan seakan ia rasakan dalam satu waktu.

“Mimpi apa?” Tanya Nadia.

“Bukan apa-apa kok bun.” Jawab Dafa menatap bundanya dengan senyum tipis yang terbit di bibirnya.

Ya, ia memutuskan tidak memberitahukan mimpi yang barusan ia alami, bukankah mimpi hanyalah bunga tidur?

Dafa menoleh kearah kanan, pagi ini cukup cerah menurutnya. Ia mengalihkan pandangannya pada jam dinding yang menunjukkan pukul tujuh tepat. Anak itu mengangkat alisnya heran, ia termasuk bukan seseorang yang akan mengalami mimpi menjelang pagi hari. Bisa dikatakan ini pertama kali dalam hidupnya, ia mengalami hal ini.

Ya, mungkin ini tidak penting tapi ia menganggapnya sedikit heran.

“Keadaan kamu gimana? Ada yang sakit?” Tanya Andre yang membuyarkan lamunan Dafa.

“Ah, em nggak kok yah.” Jawab Dafa canggung.

Jujur saja, suasana saat ini tidak begitu mengenakkan mengingat ia dan ayahnya yang bertengkar hebat sebelumnya.

“Bunda keluar dulu ya mau bilang ke suster biar buatin kamu makanan.” Ucap Nadia beranjak dari duduknya.

Sebenarnya bukan hanya itu niatnya, ia juga ingin memberikan anak dan suaminya itu ruang untuk berbicara.

✖✖

Beberapa menit terlewati dalam hening. Dafa menggerakkan jari tangannya secara random merasa bosan dengan keadaan. Tapi mau bagaimana lagi, ia juga masih merasakan nyeri di punggung bekas transplantasi sumsum belakang yang ia lakukan dan juga masih sedikit demam dan pusing saat ia mencoba untuk mengerakkan kepalanya.

“Yah.”

“Daf.”

Suara itu terdengar kompak dari bibir kedua laki-laki itu.

“Ayah duluan.” Ucap Dafa mempersilahkan dengan mengigit bibir bawahnya merasa gugup.

“Ayah minta maaf kalau perlakuan ayah buat kamu kurang nyaman.” Ucap Andre yang duduk di kursi sebelah kiri ranjang anaknya.

“Dafa juga minta maaf kalau kejadian terakhir, Dafa kurang ajar sama ayah.” Balas Dafa dengan menudukkan kepalanya. Ngomong-ngomong posisi anak itu menyadar pada ranjang yang diatur bersandar.

“Dafa nggak seharusnya ngebantah perintah ayah, Dafa juga seharusnya nurut sama perkataan ayah.” Ucap anak itu menyesal.

Akting? Tidak, ia benar-benar bersumpah kali ini ia tidak melakukan akting seperti kejadian sebelum-sebelumnya. Ia benar-benar menyesal, sungguh. Mungkin kejadian itu terjadi saat emosi dia memang tidak stabil.

Dasva|END✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang