4. Overlap.

274 33 30
                                    

Pagi itu, Ara duduk termenung di teras depan. Masih mengantuk, meski waktu sudah menunjukkan pukul 8. Untungnya sisa libur kuliah Ara masih dua minggu, jadi dia mau tidur lagi setelah ini pun nggak masalah.

Ara meregangkan tubuhnya dan seketika meringis. Sudah empat hari berlalu sejak kecelakaannya waktu itu, tapi badannya masih cukup lelah.

"Ra," panggil Aru yang tiba-tiba saja sudah muncul di pintu depan. Ara menoleh dan mendapati abangnya itu sudah rapi mengenakan kemeja putih dan dasi biru laut, celana kain hitam dan sepatu pantofel yang bersih licin. Ara mengangkat satu alisnya melihat pemandangan itu.

"Anak siapa mau lo lamar, bang?" tanya Ara disambut cibiran Aru.

"Sembarangan. Mau berangkat kerja gue," kata Aru, membuat Ara mengernyit berpikir.

"Oh iya, ini hari Senin ya? Lupa gue kirain sekarang Minggu."

"Lo mah emang lagi libur kuliah aja jadi semua hari dianggep Minggu," sahut Aru, masih sibuk memakai jam tangannya. Ara memperhatikan abangnya itu lekat. Aru menggulung lengan kemejanya dua kali, merapikan dasinya sebentar, dan mengusap rambutnya—membuatnya terlihat acak-acakan. Tangan Aru berhenti di udara, matanya beralih ke Ara yang masih terdiam melihat abangnya itu.

"Heh? Kenapa lo, Ra? Tumben ngeliatin gue sampe segitunya," ujar Aru mengibaskan tangannya di depan wajah Ara. Ara mengerjap dan menggeleng.

"Nggak. Lo ganteng juga ya kalo diliat-liat," kata Ara santai. Aru mengerutkan kening dan menatap Ara heran.

"Lah lo baru sadar??"

Ara melotot dan menggebuk punggung abangnya itu keras. Aru mengaduh tapi tertawa geli.

"Anjer emang atlet sumo, kenceng banget kalo mukul," komentar Aru lagi-lagi mendapat pelototan Ara. "Gue cabut dulu yaa. Eh, badan lo udah enakan?"

Ara mengangguk. "Tinggal pegel-pegel doang. Paling nanti sorean gue mau jogging aja."

"Orang abis kecelakaan bukannya istirahat malah jogging," kata Aru menggelengkan kepalanya. Ara cuma manyun.

"Gue kan gitu bang, harus dibawa gerak badannya. Kalo nggak malah makin pegel ntar," kilah Ara.

"Eh, tapi jangan deh Ra. Jangan jogging."

Ara mengernyit. "Ih, kenapa sih? Kan udah gue bilang—"

"Bukan gitu," potong Aru. "Gue lupa nanti sore kontrakan kita udah ada yang nempatin kan. Pindahannya hari ini. Gue balik malem soalnya, jadi ntar lo yang kesana ya. Nyapa kek, bawain apa kek gitu."

"Lah kok gueee? Males ah!" Ara mengeluh mendengar abangnya menyebut penghuni baru rumah kontrakan di sebelah rumah mereka itu. Rumah yang sebetulnya milik keluarga mereka itu lebih sering kosong, jadi Aru memutuskan untuk mengontrakkannya. Hitung-hitung sebagai penghasilan tambahan juga.

"Elah, bersosialisasi dikit gitu lho, Ra. Roti kemarin masih ada dua kotak kan kayaknya, yang satu kasihin ke sebelah aja. Oke ya? Okelaaah. Gue berangkat dulu, dah Ara sayang!" Aru merepet tanpa henti, menarik kepala Ara dan mencium keningnya cepat, lalu melesat ke luar rumah. Meninggalkan Ara yang mengusap keningnya jengkel.

"ABAAANG, NAJIS NGAPAIN NYIUM SEGALA!"


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
120 KM/JAM [Yook Sungjae Special] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang