Sungjae berdiri di sudut ruang tunggu stasiun yang penuh orang itu. Matanya memperhatikan sekitar, tetapi sorotnya kosong. Beberapa kali Sungjae menghela napas dalam-dalam tanpa ia sendiri sadari.
Setiap orang yang datang ke stasiun pasti punya tujuan, entah itu untuk pulang atau pergi. Tapi rasa-rasanya dari banyaknya orang yang memadati stasiun ini, cuma pemuda itu satu-satunya yang tidak pulang, tidak juga pergi.
Sungjae sedang melarikan diri.
Ia berdecak pahit memikirkan fakta itu. Sungjae sadar penuh, dirinya meninggalkan sebuah unfinished business di belakangnya. Sungjae sadar, ada sesuatu yang belum selesai di antara dirinya dan Ara. Tapi Sungjae tidak bisa menyelesaikannya.
Setidaknya tidak secara gamblang.
Sungjae tidak bisa menghampiri Ara dan mengatakan bahwa ia akan pergi. Kalau Sungjae melakukan itu, rasanya mereka akan benar-benar bertemu titik. Rasanya apapun ini yang terjadi di antara mereka akan langsung selesai begitu saja. Finish.
Setidaknya, kalau begini kan, Sungjae tidak perlu berurusan dengan ekspektasinya yang ketinggian. Apa coba yang pemuda itu harapkan; Ara menangis dan menahannya untuk tidak pergi? Ara yang kehilangan dirinya?
Cih. Terus aja ngayal, Jae. Ara? Nangisin elo? Ha ha.
Sungjae mendengus dan mengerucutkan bibirnya, namun sejurus kemudian matanya kembali menerawang.
Dengan tidak memberitahu Ara, dengan sengaja pergi begitu saja... Lebih baik begini, kan?
Ah, sialan. Kok gue berasa jadi pengecut gini sekarang, batin Sungjae sambil mendesah. Ia melirik selembar tiket di tangannya, tiba-tiba saja merasa ragu apakah keputusan yang ia ambil tepat.
Ting tung ting tung... Ting tung ting tung...
Sebuah nada familiar menyapa pendengarannya, membuat Sungjae menegakkan punggung dan mendengarkan dengan seksama pengumuman itu. Keretanya sudah memasuki peron.
Sungjae melirik lagi tiket di tangannya, lalu menarik napas dalam-dalam untuk menguatkan diri.
Oke. Keputusannya sudah bulat. Sungjae memang harus pergi.
Pemuda itu meraih ransel di ujung kakinya dan menyandangnya di punggung, lalu ikut berjalan bersama kerumunan orang untuk mengantri check-in.
Ya, begini lebih baik. Perpisahan yang terjadi secara tiba-tiba, adalah perpisahan yang tidak terlalu menyakitkan untuk satu sama lain.
Ara melirik speedometer dan menyadari kecepatannya baru mencapai 90 km/jam. Ia menarik gas lebih dalam lagi, dengan lihai membawa motor yang ia pinjam dari Hyuk itu untuk ngebut sambil nyelip di antara kendaraan-kendaraan yang padat memenuhi jalanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
120 KM/JAM [Yook Sungjae Special] ✔
Fiksi Penggemar[Birthday Project: Yook Sungjae] Ketika Ara, gadis galak yang hobi kebut-kebutan itu bertemu Sungjae, pemuda dengan kepribadian dingin-tapi-hangat yang mampu 'menenangkan' Ara. Sebaliknya, kehadiran Ara dalam hidup Sungjae membuat pemuda cuek yang t...