Ara menatap mangkok bubur di hadapannya, dan melirik pemuda yang duduk di depannya, sedang mengunyah santai.
Kenapa jadi begini...
"Makan," perintah Sungjae menunjuk mangkok Ara. Gadis itu cemberut, tapi akhirnya mulai mengunyah juga. Tidak butuh waktu lama untuk Ara bisa benar-benar menikmati bubur ayam kang Dadang yang memang terkenal seantero kompleks itu.
"Lo laper apa doyan?" Pertanyaan Sungjae sukses membuat Ara berhenti mengunyah. Gadis itu melemparkan tatapan tajam kepada Sungjae sebelum kembali melahap buburnya. Sungjae meneruskan makannya, kali ini sambil memperhatikan Ara.
Gadis itu makan dengan cepat tapi tanpa suara, kepalanya bergoyang ke kanan dan kiri sambil bergumam sendiri, matanya sesekali memejam; Ara tampak betul-betul menikmati bubur itu. Tanpa Sungjae sadari, seulas senyum tipis muncul di wajahnya. Sungjae buru-buru mengalihkan pandangan dan memperbaiki ekspresinya.
Kenapa gue jadi senyam-senyum sendiri.
"Itu tadi temen lo?" tanya Sungjae membuka percakapan. Ara menoleh. "Yang di lapangan basket."
Gadis itu mengangguk, tapi ekspresinya waspada. "Kenapa? Mau lo pepet? Udah punya cowok dia!"
Sungjae menghela napas panjang sekali lagi. Ia meletakkan sendoknya dan melipat tangan di meja, memberi perhatian penuh pada Ara yang jadi ciut. Kok mukanya serius amat?
"Lo emang temperamental ya anaknya?" tanya Sungjae, membuat Ara menatap Sungjae galak. Ia baru mau membuka mulut ketika Sungjae kembali melanjutkan, "Bisa nggak, ngomongnya sama gue santai aja?"
Ara terdiam, meski ekspresi galaknya masih bertahan. Sungjae berdecak.
"Oke," ujarnya sambil mengangkat kedua tangan seperti menyerahkan diri. "Gue minta maaf kalo gue bikin lo kesel. Tentang cara gue ngomong atau sikap gue yang nyebelin atau apapun itu, sorry."
Sungjae menurunkan tangannya, menatap Ara tepat di mata.
"Tapi gue juga ogah kalo tiap ketemu lo, dikit-dikit kena semprot. Padahal gue nggak tau salah gue apa," ujarnya lalu menghela napas. "Bisa kan, lebih ramah sedikit sama gue?"
Ara masih diam, terlalu takjub untuk berkata-kata. Seorang Yook Sungjae yang—menurutnya—menyebalkan dan dingin, sedang mengibarkan bendera putih lebih dulu. Meminta maaf, bahkan.
Mungkin gue juga ketusnya udah kelewatan kali ya sama dia, batin Ara sambil manggut-manggut.
"O...ke," cicit Ara akhirnya. Sungjae mengangkat sudut bibirnya, tersenyum sedikit mendengar ucapan Ara. Ia mengangguk puas, kembali melanjutkan makannya.
"Jadi, kita temenan nih maksudnya?" tanya Ara memastikan. Sungjae hampir tersedak mendengar pertanyaan Ara yang kelewat polos. Ia berdeham pelan, meletakkan sendoknya dan menatap Ara, berusaha tidak tertawa.
"Ya nggak harus temenan juga, Ra. Kan siapa yang tau," kata Sungjae membuat Ara melongo. Hah?
"Maksu—"
"Udah kelar belom makan lo, lambat bener," ujar Sungjae lalu berdiri untuk membayar makanan mereka. Ara ngomel-ngomel tanpa suara. Kan, sebenernya yang bikin gue emosian mulu ya gara-gara dia sendiri!
"Lo bungkus nggak? Buat orang rumah," tanya Sungjae sedikit keras dari sebelah gerobak kang Dadang. Ara buru-buru mengelap mulutnya dan berjalan menghampiri Sungjae.
KAMU SEDANG MEMBACA
120 KM/JAM [Yook Sungjae Special] ✔
Fanfiction[Birthday Project: Yook Sungjae] Ketika Ara, gadis galak yang hobi kebut-kebutan itu bertemu Sungjae, pemuda dengan kepribadian dingin-tapi-hangat yang mampu 'menenangkan' Ara. Sebaliknya, kehadiran Ara dalam hidup Sungjae membuat pemuda cuek yang t...